Pandangan Angel belum lepas dari para karyawan yang sedang menikmati santap siang. Tapi Rintik memaksa Angel untuk segera menyelesaikan pesanannya kemudian duduk di kursi yang kosong.“Apa kamu melakukan kesalahan?” tanya Angel pada sahabatnya itu serambi menikmati makan siangnya.Rintik menggelengkan kepalanya pelan. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa ia mendapatkan tatapan aneh dari para karyawan lain.“Apa ini ulah wanita itu?” tanya Angel.Sesaat Rintik mengerutkan keningnya mendengar kata wanita itu. Kemudian ia kembali menggeleng kan kepalanya. Kemudian berucap, “Entahlah. Bukankah ia belum masuk kantor?”“Memang. Tapi siapa tahu. Kamu sendiri paham betul seperti apa wanita itu,” ucap Angel. Kemudian menyuapkan satu sendok soto yang dipesannya. Begitu juga Rintik, ia mulai menikmati makanan yang sudah dipesan.Tak lama, Langit datang menghampiri mereka berdua. Ia pun duduk di samping Rintik. Senyum ramah terukir di bibir pria itu.Rintik kembali merasa menjadi pusat perhatian
Dengan wajah yang berbinar, Iren berjalan memasuki lobby perusahaan. Langkahnya yang angkuh membuat beberapa orang yang dijumpainya di lobby menatap sinis ke arahnya.Sebutan pelakor masih tetap menempel pada dirinya. Meskipun ia kini sudah menjadi istri dari Arsareka. Karena caranya mendapatkan pria itu adalah dengan cara merebut Reka dari istrinya, Rintik.Gayanya yang semakin angkuh dan sombong, membuat hampir sebagian karyawan tidak menyukainya. Terlebih lagi ia adalah orang yang suka meremehkan orang lain."Hai, pria tampan tapi miskin," sapa Iren pada Langit yang tengah berdiri di depan lift. Langit menoleh pada Iren dan memindai penampilannya. Dress ketat dengan panjang selutut berwarna ungu muda menjadi outfit Iren hari ini.Setelah selesai memindai penampilan Iren, Langit mengalihkan pandangannya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia masih sabar menunggu pintu lift terbuka meski dalam hatinya ingin menghindar dari wanita arogan yang ada di sebelahnya.Iren melipat kedua tanga
"Kapan kamu mulai libur?" tanya Janar pada saudara perempuannya yang sedang sibuk membereskan dapur.Rintik menoleh ke arah pria yang seumuran dengannya. Lalu menjawab pertanyaannya dengan santai, "Hari ini.""Kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusanmu, kan?" tanya Janar lagi.Pertanyaan Janar membuat Rintik menghentikan aktivitasnya. Lalu duduk di kursi yang ada di sebelah pria itu."Sepertinya ini bukan kali pertama kamu menanyakan pertanyaan ini. Dan aku juga sudah menjawabnya dengan jawaban yang sama. Apa kamu juga belum puas dengan jawaban yang sudah aku berikan?"Janar melengos memandang ke arah lain. "Siapa tahu kamu berubah pikiran.""Tidak, Nar. Aku sudah mengatakannya berulang kali padamu. Aku sudah mantap dengan keputusanku. Aku juga sudah berulang kali memintamu untuk mendukung setiap keputusanku."Janar melirik Rintik sekilas. Kemudian menatap kosong ke arah depan. "Baiklah. Tapi jika pria ini kembali menyakitimu, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan hancurkan hidup
“Apa tidak masalah jika kau tidur di bawah?” tanya Rintik meyakinkan Langit yang ingin tidur di lantai.Langit tersenyum, lalu berucap, “tentu saja tidak masalah. Daripada kamu merasa tidak nyaman.”“Maaf,” ucap wanita berambut panjang nan hitam pekat itu.“Tidak masalah. Ayo tidur!”Langit tidur dilantai dengan beralaskan bed cover dan juga selimut yang ditumpuk Agar tidak terlalu dingin. ****Rintik jatuh diatas tubuh Langit. Dan secara tidak sengaja ia mencium bibir Langit. Setelah sadar apa yang telah ia lakukan, Ia pun berteriak histeris. Namun mulutnya langsung dibekap oleh Langit. Tidak enak jika teriakan Rintik membangunkan paman dan bibinya.Mereka berdua terduduk kemudian menyalakan lampu. Langit melihat wajah Rintik yang bersemu merah, meski samar. Dalam diamnya, Langit pun ikut tersenyum karena kejadian tadi.“Kenapa kamu teriak?” bisik Langit pada RIntik. Ia pura-pura tidak tahu jika Rintik telah menciumnya. Takut jika Rintik merasa malu. Dan akan membuat pipinya bertam
Kamu menyuruh mami diam?!” seru Margaret pada putranya. Yang membuat Reka menghela nafas berat.“Bukan begitu–”“Mami tahu! Kamu tidak terima kan, kalau kami membicarakan wanita itu? Sebenarnya, wanita itu beri kamu apa? Sampai-sampai kamu mati-matian membelanya. Padahal kalian sudah bercerai. Dan kamu sudah memiliki istri lagi,” potong Margaret. Ia merasa kesal dengan sikap anaknya.“Mungkin wanita itu pakai ilmu hitam, Mih,” sergah Iren. Karena ucapannya iu, ia mendapat tatapan tajam dari Reka.Ditambah Margaret membenarkan ucapan dari menantunya itu. “Benar. Sepertinya begitu.” Margaret mendekat kearah dimana putranya berdiri. “Mungkin kamu harus mandi air suci atau semacamnya,”Ucapan ibunya lantas membuat Reka menganga tak percaya. “Mami ini bicara apa? Tidak masuk akal!” Reka kembali duduk di kursinya. Membiarkan perasaan kesal tetap menyelimutinya.“Supaya kamu terbebas dari Rintik itu. Supaya dia tidak mengganggu hidupmu lagi!”“Mami cukup! Perasaanku maupun Rintik, kami sama
Langit dan Rintik membeku sesaat ketika melihat siapa yang datang ke rumah mereka. Tapi berbeda dengan dengan tamu yang datang. Ia tersenyum sumringah mendapat sambutan dari tuan Rumah."Kamu–"Tanpa menunggu dipersilakan, ia nyelonong begitu saja masuk ke dalam rumah. Membuat sepasang suami istri itu sama-sama mengerutkan keningnya."Aku tidak tahu jika kamu memiliki rumah seperti ini? Berapa angsuran setiap bulannya?" tanya Iren seraya memindai setiap sudut ruang tamu."Ada perlu apa kamu datang kemari?" tanya Langit merasa tidak suka dengan kehadiran Iren yang menurutnya sangat tidak sopan.Iren terlihat menyunggingkan senyum. Kemudian berkata, "Kenapa memangnya? Aku hanya ingin mengucapkan selamat untuk kalian.""Sebaiknya kamu pergi dari sini! Kami tidak menginginkan kehadiranmu!" seru Langit lagi."Jangan begitu terhadap tamu yang mempunyai niat baik. Aku datang untuk mengucapkan selamat loh. Juga untuk memberi kalian amplop–""Kamu hanya tamu tak diundang. Kami juga tidak mempe
"Kenapa?" tanya Langit ketika melihat Rintik membeku dan pipinya bersemu merah."Hah? Tidak."Dengan berlari kecil, Rintik berlalu meninggalkan meja makan dan sarapannya yang belum selesai."Mau kemana? Sarapanmu belum di habiskan!" seru Langit pada sang istri. Namun, Rintik tak mengindahkan seruan Langit dan tetap pada tujuannya menuju kamar. Ia tidak mau jika Langit melihat dirinya salah tingkah hanya karena ucapan manis Langit.Melihat tingkah istrinya, Langit menarik ujung bibirnya hingga tercipta sebuah senyuman. Perasaan sedikit puas karena membuat Rintik tersipu malu dengan ucapannya."Pelan-pelan, Lang. Kamu pasti bisa menaklukkan hati Rintik," gumam pria berlesung pipit itu dengan mantap.***"Kenapa, Bu? Ngelamun saja? Takutnya tersandung nanti?" tegur salah satu karyawannya yang melihatnya berjalan sambil melamun."Hah? Eh, hanya–" Rintik menjeda ucapannya seraya mencari alasan yang tepat untuk diberikan pada Ratih. "Pekerjaan. Sedang banyak pekerjaan," lanjutnya.Yang dib
Apa?" tanya Rintik ketika melihat raut wajah Langit yang gelisah."Ibu! Ibu datang ke rumah!" seru Langit pada Rintik dengan nada khawatir."Hah?!" Kekhawatiran itu segera menular pada Rintik. Ia ikut merasa panik dengan berita kedatangan ibu Langit yang notabene adalah ibu mertuanya."Tenang. Berpikir," ucap Langit mencoba menenangkan istrinya."Begini saja, aku pergi jemput ibu. Kamu bereskan barang-barangku di kamar sebelah. Dan pindahkan ke kamar utama," pinta Langit pada Rintik."Kenapa dipindah?" tanya Rintik dengan polosnya.Langit terdiam sesaat mendengar jawaban Rintik. Kemudian ia mengatakan, "Kamu mau ibu tahu kalau kita tidak tidur dalam satu kamar? Lalu jawaban apa yang akan kita berikan pada ibu jika beliau bertanya kenapa kita tidur terpisah? Karena kita berpura-pura, seperti itu?"Mendengar penuturan Langit, membuat Rintik memasang wajah tidak suka. "Tapi tidak mungkin kita tidur satu ranjang–""Lalu kita harus bagaimana?" Rintik terdiam mendengar pertanyaan Langit. "