"Kapan kamu mulai libur?" tanya Janar pada saudara perempuannya yang sedang sibuk membereskan dapur.Rintik menoleh ke arah pria yang seumuran dengannya. Lalu menjawab pertanyaannya dengan santai, "Hari ini.""Kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusanmu, kan?" tanya Janar lagi.Pertanyaan Janar membuat Rintik menghentikan aktivitasnya. Lalu duduk di kursi yang ada di sebelah pria itu."Sepertinya ini bukan kali pertama kamu menanyakan pertanyaan ini. Dan aku juga sudah menjawabnya dengan jawaban yang sama. Apa kamu juga belum puas dengan jawaban yang sudah aku berikan?"Janar melengos memandang ke arah lain. "Siapa tahu kamu berubah pikiran.""Tidak, Nar. Aku sudah mengatakannya berulang kali padamu. Aku sudah mantap dengan keputusanku. Aku juga sudah berulang kali memintamu untuk mendukung setiap keputusanku."Janar melirik Rintik sekilas. Kemudian menatap kosong ke arah depan. "Baiklah. Tapi jika pria ini kembali menyakitimu, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan hancurkan hidup
“Apa tidak masalah jika kau tidur di bawah?” tanya Rintik meyakinkan Langit yang ingin tidur di lantai.Langit tersenyum, lalu berucap, “tentu saja tidak masalah. Daripada kamu merasa tidak nyaman.”“Maaf,” ucap wanita berambut panjang nan hitam pekat itu.“Tidak masalah. Ayo tidur!”Langit tidur dilantai dengan beralaskan bed cover dan juga selimut yang ditumpuk Agar tidak terlalu dingin. ****Rintik jatuh diatas tubuh Langit. Dan secara tidak sengaja ia mencium bibir Langit. Setelah sadar apa yang telah ia lakukan, Ia pun berteriak histeris. Namun mulutnya langsung dibekap oleh Langit. Tidak enak jika teriakan Rintik membangunkan paman dan bibinya.Mereka berdua terduduk kemudian menyalakan lampu. Langit melihat wajah Rintik yang bersemu merah, meski samar. Dalam diamnya, Langit pun ikut tersenyum karena kejadian tadi.“Kenapa kamu teriak?” bisik Langit pada RIntik. Ia pura-pura tidak tahu jika Rintik telah menciumnya. Takut jika Rintik merasa malu. Dan akan membuat pipinya bertam
Kamu menyuruh mami diam?!” seru Margaret pada putranya. Yang membuat Reka menghela nafas berat.“Bukan begitu–”“Mami tahu! Kamu tidak terima kan, kalau kami membicarakan wanita itu? Sebenarnya, wanita itu beri kamu apa? Sampai-sampai kamu mati-matian membelanya. Padahal kalian sudah bercerai. Dan kamu sudah memiliki istri lagi,” potong Margaret. Ia merasa kesal dengan sikap anaknya.“Mungkin wanita itu pakai ilmu hitam, Mih,” sergah Iren. Karena ucapannya iu, ia mendapat tatapan tajam dari Reka.Ditambah Margaret membenarkan ucapan dari menantunya itu. “Benar. Sepertinya begitu.” Margaret mendekat kearah dimana putranya berdiri. “Mungkin kamu harus mandi air suci atau semacamnya,”Ucapan ibunya lantas membuat Reka menganga tak percaya. “Mami ini bicara apa? Tidak masuk akal!” Reka kembali duduk di kursinya. Membiarkan perasaan kesal tetap menyelimutinya.“Supaya kamu terbebas dari Rintik itu. Supaya dia tidak mengganggu hidupmu lagi!”“Mami cukup! Perasaanku maupun Rintik, kami sama
Langit dan Rintik membeku sesaat ketika melihat siapa yang datang ke rumah mereka. Tapi berbeda dengan dengan tamu yang datang. Ia tersenyum sumringah mendapat sambutan dari tuan Rumah."Kamu–"Tanpa menunggu dipersilakan, ia nyelonong begitu saja masuk ke dalam rumah. Membuat sepasang suami istri itu sama-sama mengerutkan keningnya."Aku tidak tahu jika kamu memiliki rumah seperti ini? Berapa angsuran setiap bulannya?" tanya Iren seraya memindai setiap sudut ruang tamu."Ada perlu apa kamu datang kemari?" tanya Langit merasa tidak suka dengan kehadiran Iren yang menurutnya sangat tidak sopan.Iren terlihat menyunggingkan senyum. Kemudian berkata, "Kenapa memangnya? Aku hanya ingin mengucapkan selamat untuk kalian.""Sebaiknya kamu pergi dari sini! Kami tidak menginginkan kehadiranmu!" seru Langit lagi."Jangan begitu terhadap tamu yang mempunyai niat baik. Aku datang untuk mengucapkan selamat loh. Juga untuk memberi kalian amplop–""Kamu hanya tamu tak diundang. Kami juga tidak mempe
"Kenapa?" tanya Langit ketika melihat Rintik membeku dan pipinya bersemu merah."Hah? Tidak."Dengan berlari kecil, Rintik berlalu meninggalkan meja makan dan sarapannya yang belum selesai."Mau kemana? Sarapanmu belum di habiskan!" seru Langit pada sang istri. Namun, Rintik tak mengindahkan seruan Langit dan tetap pada tujuannya menuju kamar. Ia tidak mau jika Langit melihat dirinya salah tingkah hanya karena ucapan manis Langit.Melihat tingkah istrinya, Langit menarik ujung bibirnya hingga tercipta sebuah senyuman. Perasaan sedikit puas karena membuat Rintik tersipu malu dengan ucapannya."Pelan-pelan, Lang. Kamu pasti bisa menaklukkan hati Rintik," gumam pria berlesung pipit itu dengan mantap.***"Kenapa, Bu? Ngelamun saja? Takutnya tersandung nanti?" tegur salah satu karyawannya yang melihatnya berjalan sambil melamun."Hah? Eh, hanya–" Rintik menjeda ucapannya seraya mencari alasan yang tepat untuk diberikan pada Ratih. "Pekerjaan. Sedang banyak pekerjaan," lanjutnya.Yang dib
Apa?" tanya Rintik ketika melihat raut wajah Langit yang gelisah."Ibu! Ibu datang ke rumah!" seru Langit pada Rintik dengan nada khawatir."Hah?!" Kekhawatiran itu segera menular pada Rintik. Ia ikut merasa panik dengan berita kedatangan ibu Langit yang notabene adalah ibu mertuanya."Tenang. Berpikir," ucap Langit mencoba menenangkan istrinya."Begini saja, aku pergi jemput ibu. Kamu bereskan barang-barangku di kamar sebelah. Dan pindahkan ke kamar utama," pinta Langit pada Rintik."Kenapa dipindah?" tanya Rintik dengan polosnya.Langit terdiam sesaat mendengar jawaban Rintik. Kemudian ia mengatakan, "Kamu mau ibu tahu kalau kita tidak tidur dalam satu kamar? Lalu jawaban apa yang akan kita berikan pada ibu jika beliau bertanya kenapa kita tidur terpisah? Karena kita berpura-pura, seperti itu?"Mendengar penuturan Langit, membuat Rintik memasang wajah tidak suka. "Tapi tidak mungkin kita tidur satu ranjang–""Lalu kita harus bagaimana?" Rintik terdiam mendengar pertanyaan Langit. "
"Kamu menyuruhku tidur di lantai?" tanya Langit pada istrinya. Posisinya saat ini, Langit terduduk di atas peraduan. Sedangkan Rintik masih berbaring seraya menatap wajah suaminya. Tak lama, Rintik membuang pandangan ke arah lain dan kembali membelakangi Langit."Tentu saja. Itu sudah menjadi kesepakatan kita."Langit tidak habis pikir dengan ucapan Rintik. Ia kira dengan adanya ibu di rumahnya akan menjadi awal yang baik bagi hubungan mereka. Tetapi Langit salah. Rintik tetap pada pendiriannya bahwa mereka tidak bisa tidur dalam satu ranjang. Akhirnya Langit mengalah. Ia mengambil sebuah selimut tebal dari dalam lemari dan menggunakannya sebagai alas tidur.***"Kenapa kamu, Nak? Wajahmu kusut sekali?" tanya Sasmi pada putranya ketika melihatnya baru sd aja keluar dari kamar. Rintik yang sudah berada di meja makan ikut menoleh ke arah suaminya."Tidak apa-apa, Bu. Hanya kurang tidur saja," jawab Langit asal."Loh? Kok bisa kurang tidur?"Rintik dan Langit sempat beradu pandang sesaa
“Coba deh, kalian pikir. Jika yang terjadi seperti apa yang diceritakan oleh Rintik, artinya pengemudi mobil itu memang sengaja menabrak Rintik. Atau opsi lain pengemudi itu sedang mabuk," tutur Angel seraya memandang kedua sahabatnya secara bergantian.Langit dan Rintik mencerna ucapan Angel yang penuh kemungkinan. “Jika memang benar hal itu disengaja, siapa dan kenapa dia melakukannya? Apa orang itu memiliki sebuah dendam terhadapku?” tanya Rintik.Angel mengedikkan bahunya menanggapi pertanyaan Rintik. Kemudian berkata, “Jika demikian, hanya ada satu orang yang patut di curigai." Pandangan Langit beralih pada istrinya, begitu juga sebaliknya“Apa itu mungkin?” Langit merasa tidak yakin dengan ucapan sahabatnya itu.“Apa yang tidak bisa dilakukan oleh wanita ular sepertinya?” Angel menatap sepasang suami istri itu secara bergantian. “Merebut suamimu saja dia bisa,” gumam Angel yang dapat didengar oleh Rintik. Ia tidak mengatakannya dengan lantang karena menjaga perasaan Langit.Rin