“Apa?!”“Dasar wanita tidak waras!” seru Matius kesal. Bukankah dengan meminta sebuah rumah mewah membuktikan bahwa dirinya adalah penggali emas? Memanfaatkan kehamilannya untuk mengambil harta milik Reka, pikir Matius.“Diam, Mat! Aku yang menawarkan rumah itu. Jadi tidak usah menyebut menantuku sebagai wanita matre,” ucap Margaret dengan tatapan sinisnya. Kemudian ia beralih menatap menantu kesayangannya. "Sekarang cepat pakai gaunmu. Kamu sudah ditunggu di altar. Ayo hapus air matamu. Kita betulkan sedikit riasan diwajahmu, hem?” ucap Margaret lembut. Yang mendapat respon sebuah anggukan dari Iren.Sedangkan Matius hanya berdecak melihat keakraban mertua dan menantu itu. Jika ada orang lain yang melihatnya, pasti mereka pikir jika wanita itu adalah anak kandung Margaret.“Bukan uangmu yang ku pakai untuk membeli rumah. Jadi tidak usah merasa kesal,” pangkas Margaret. Karena merasa sangat kesal dengan sikap saudara perempuannya, Matius memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu. ‘
Langit dan Iren menoleh secara bersamaan ke arah suara. Netra keduanya membola melihat Reka tengah berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Seketika wajah Iren berubah panik. Ia bergegas mendekat kearah Reka. Mencoba menjelaskan yang sedang terjadi antara dirinya dan Langit. “Sayang, i- ini tidak seperti apa yang kamu duga,” ucap Iren terbata.Reka menatap Iren sesaat seraya menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan yang diucapkan oleh wanita itu. ‘Apa-apan wanita ini?’ batinnya. Dialihkannya pandangan Reka pada Langit yang masih berdiri dengan tenang menatap ke arahnya.“Tidak ada,” ucap Langit seraya berjalan pelan ke arah Reka. Sekilas ia menoleh ke arah Iren yang berdiri dengan wajah gelisah. “Aku hanya kesal karena istrimu yang ceroboh itu, membuat kemejaku kotor,” imbuhnya dengan menunjukkan noda makanan di kemeja Yang Langit pakai.Reka melirik sinis ke arah Iren. Lalu berkata pada Langit, “Kamu mau pakai kemejaku? Ada di ruang ganti. Aku bisa meminjamkannya untukmu,” taw
"Cari tempat lain saja," bisik Rintik di telinga Langit. Membuat pria itu kembali merasa heran.Rintik menunjuk dengan dagunya ke salah satu sudut. Langit mengikuti arah pandang yang ditunjuk oleh wanitanya itu."Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Lebih baik kita hindari saja dan cari tempat lain," usul Rintik.Langit meminta maaf pada salah satu pegawai dan mengatakan mereka akan datang lain kali. Sebelum meninggalkan tempat itu, Langit menoleh lagi ke arah yang ditunjuk Rintik. Terlihat Margaret dan juga Iren tengah sibuk memilih pakaian. 'Benar. Jika tetap memaksakan, tidak akan baik untuk Rintik,' batin Langit. ***"Jadi, mau kemana kita?" tanya Langit pada Rintik ketika mereka sudah berada di mobil. "Kamu punya toko langganan yang ingin kamu kunjungi mungkin," lanjutnya."Apa kamu tidak masalah?" tanya Rintik. Ia hanya menatap Langit sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan. Ia terlihat menghindari kontak mata dengan tunangannya itu."Tidak, aku tidak ak
“Tunggu, apa maksudnya?" taya Reka menuntut jawaban. Ia memandang pada Langit dan juga Rintik secara bergantian.“Seperti apa yang kamu pikirkan saat ini,” jawab Rintik malas. Ia langsung mengalihkan pandangannya dari Reka. Langit melingkarkan tangannya di pinggang Rintik. Meski wanita itu merasa sedikit kaget karena Langit yang tiba-tiba menarik tubuhnya ke dalam dekapan pria itu. “Kami akan segera menikah,” ucap Langit pada Reka.Netra Reka membola. Refleks ia juga menutup mulutnya karena tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. ‘Mereka akan menikah?’ ulangnya dalam hati.“I- ini tidak mungkin. Kalian membohongiku kan? Pria yang kamu katakan melamarmu waktu itu adalah Langit? Kalian sengaja melakukan ini padaku. Benar kan?”“Ya. Semua terjadi begitu saja. Dan tidak ada unsur kesengajaan, ” ucap Rintik dengan nada sinis. Lengan Langit masih melingkar di pinggangnya.“Tapi, Rin. Ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa–?“Apanya yang tidak masuk akal? Di bagian mananya
Pandangan Angel belum lepas dari para karyawan yang sedang menikmati santap siang. Tapi Rintik memaksa Angel untuk segera menyelesaikan pesanannya kemudian duduk di kursi yang kosong.“Apa kamu melakukan kesalahan?” tanya Angel pada sahabatnya itu serambi menikmati makan siangnya.Rintik menggelengkan kepalanya pelan. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa ia mendapatkan tatapan aneh dari para karyawan lain.“Apa ini ulah wanita itu?” tanya Angel.Sesaat Rintik mengerutkan keningnya mendengar kata wanita itu. Kemudian ia kembali menggeleng kan kepalanya. Kemudian berucap, “Entahlah. Bukankah ia belum masuk kantor?”“Memang. Tapi siapa tahu. Kamu sendiri paham betul seperti apa wanita itu,” ucap Angel. Kemudian menyuapkan satu sendok soto yang dipesannya. Begitu juga Rintik, ia mulai menikmati makanan yang sudah dipesan.Tak lama, Langit datang menghampiri mereka berdua. Ia pun duduk di samping Rintik. Senyum ramah terukir di bibir pria itu.Rintik kembali merasa menjadi pusat perhatian
Dengan wajah yang berbinar, Iren berjalan memasuki lobby perusahaan. Langkahnya yang angkuh membuat beberapa orang yang dijumpainya di lobby menatap sinis ke arahnya.Sebutan pelakor masih tetap menempel pada dirinya. Meskipun ia kini sudah menjadi istri dari Arsareka. Karena caranya mendapatkan pria itu adalah dengan cara merebut Reka dari istrinya, Rintik.Gayanya yang semakin angkuh dan sombong, membuat hampir sebagian karyawan tidak menyukainya. Terlebih lagi ia adalah orang yang suka meremehkan orang lain."Hai, pria tampan tapi miskin," sapa Iren pada Langit yang tengah berdiri di depan lift. Langit menoleh pada Iren dan memindai penampilannya. Dress ketat dengan panjang selutut berwarna ungu muda menjadi outfit Iren hari ini.Setelah selesai memindai penampilan Iren, Langit mengalihkan pandangannya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia masih sabar menunggu pintu lift terbuka meski dalam hatinya ingin menghindar dari wanita arogan yang ada di sebelahnya.Iren melipat kedua tanga
"Kapan kamu mulai libur?" tanya Janar pada saudara perempuannya yang sedang sibuk membereskan dapur.Rintik menoleh ke arah pria yang seumuran dengannya. Lalu menjawab pertanyaannya dengan santai, "Hari ini.""Kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusanmu, kan?" tanya Janar lagi.Pertanyaan Janar membuat Rintik menghentikan aktivitasnya. Lalu duduk di kursi yang ada di sebelah pria itu."Sepertinya ini bukan kali pertama kamu menanyakan pertanyaan ini. Dan aku juga sudah menjawabnya dengan jawaban yang sama. Apa kamu juga belum puas dengan jawaban yang sudah aku berikan?"Janar melengos memandang ke arah lain. "Siapa tahu kamu berubah pikiran.""Tidak, Nar. Aku sudah mengatakannya berulang kali padamu. Aku sudah mantap dengan keputusanku. Aku juga sudah berulang kali memintamu untuk mendukung setiap keputusanku."Janar melirik Rintik sekilas. Kemudian menatap kosong ke arah depan. "Baiklah. Tapi jika pria ini kembali menyakitimu, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan hancurkan hidup
“Apa tidak masalah jika kau tidur di bawah?” tanya Rintik meyakinkan Langit yang ingin tidur di lantai.Langit tersenyum, lalu berucap, “tentu saja tidak masalah. Daripada kamu merasa tidak nyaman.”“Maaf,” ucap wanita berambut panjang nan hitam pekat itu.“Tidak masalah. Ayo tidur!”Langit tidur dilantai dengan beralaskan bed cover dan juga selimut yang ditumpuk Agar tidak terlalu dingin. ****Rintik jatuh diatas tubuh Langit. Dan secara tidak sengaja ia mencium bibir Langit. Setelah sadar apa yang telah ia lakukan, Ia pun berteriak histeris. Namun mulutnya langsung dibekap oleh Langit. Tidak enak jika teriakan Rintik membangunkan paman dan bibinya.Mereka berdua terduduk kemudian menyalakan lampu. Langit melihat wajah Rintik yang bersemu merah, meski samar. Dalam diamnya, Langit pun ikut tersenyum karena kejadian tadi.“Kenapa kamu teriak?” bisik Langit pada RIntik. Ia pura-pura tidak tahu jika Rintik telah menciumnya. Takut jika Rintik merasa malu. Dan akan membuat pipinya bertam