Home / Rumah Tangga / Suami Tampan Tapi Pelit / Bab 8 : Cahaya di Tengah Gelap

Share

Bab 8 : Cahaya di Tengah Gelap

last update Last Updated: 2025-01-25 08:02:28

*****

Hari-hari Luna kini penuh dengan rutinitas baru. Bangun pagi, menyelesaikan artikel untuk klien, mengirimkan email, dan sesekali berdiskusi dengan editor lewat panggilan video. Ia merasa hidupnya mulai menemukan ritme baru. Namun, di sela-sela kesibukannya, rasa sepi kerap menghampiri.

Sore itu, Luna duduk di teras rumah Rina, menatap langit yang mulai memerah. Di tangannya, ada secangkir teh hangat. Rina keluar membawakan sepiring kue.

"Kamu kelihatan capek, Lu," kata Rina sambil duduk di sampingnya.

Luna tersenyum tipis. "Iya, sedikit. Tapi aku senang. Akhirnya aku bisa menghasilkan uang sendiri lagi."

Rina mengangguk. "Aku bangga sama kamu. Tapi ingat, jangan terlalu keras sama dirimu sendiri. Kamu juga butuh waktu untuk istirahat."

Luna menghela napas. "Kadang aku merasa takut, Rin. Takut kalau semua ini nggak cukup. Takut kalau aku nggak bisa benar-benar lepas dari bayang-bayang Ardi."

Rina menggenggam tangan Luna. "Kamu sudah melangkah sejauh ini, Lu. Jangan biarkan rasa takut itu menghentikanmu. Kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan."

---

Kesempatan Baru

Beberapa hari kemudian, Luna menerima tawaran pekerjaan tambahan dari salah satu kliennya. Klien itu adalah seorang pengusaha muda yang ingin membangun blog pribadi tentang perjalanan dan gaya hidup.

"Bu Luna, saya suka tulisan Anda. Saya ingin Anda menjadi penulis tetap untuk blog saya. Anda akan mendapat bayaran bulanan, dan saya harap kita bisa bekerja sama dalam jangka panjang," kata klien itu melalui panggilan video.

Luna merasa terkejut sekaligus senang. Tawaran ini adalah peluang besar untuk menambah penghasilannya. "Terima kasih atas kepercayaannya, Pak. Saya akan melakukan yang terbaik."

Setelah panggilan itu berakhir, Luna merasa harapannya semakin besar. Ia mulai membayangkan masa depan di mana ia bisa benar-benar mandiri, tanpa perlu bergantung pada siapa pun.

---

Konfrontasi yang Tak Terduga

Namun, kebahagiaan Luna tidak berlangsung lama. Malam itu, Ardi tiba-tiba muncul di rumah Rina. Wajahnya terlihat lelah, tapi matanya penuh dengan tekad.

"Luna, aku ingin bicara," katanya tanpa basa-basi.

Rina yang membuka pintu langsung berdiri di depan Luna, mencoba melindunginya. "Ardi, kamu nggak bisa datang seenaknya ke sini. Luna butuh waktu."

"Aku nggak mau berdebat, Rina. Aku cuma mau bicara sama istriku," jawab Ardi dengan nada tegas.

Luna berdiri di belakang Rina, mencoba mengendalikan emosinya. "Mas, kalau mau bicara, kita bicara di sini. Aku nggak mau ada percakapan rahasia lagi."

Ardi mengangguk. "Baik, aku akan jujur. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku sudah menyakitimu. Tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Aku sudah memutuskan hubungan dengan Maya. Aku ingin kita mulai lagi dari awal."

Luna menatap Ardi dengan mata penuh luka. "Mas, kamu tahu betapa sulitnya aku untuk mempercayai orang lagi setelah apa yang kamu lakukan? Kamu tahu seberapa besar kerusakan yang sudah terjadi?"

Ardi terdiam. Ia tidak bisa membantah.

"Mas, aku nggak bilang aku nggak bisa memaafkanmu. Tapi aku butuh waktu. Dan memaafkan bukan berarti aku harus kembali. Aku sedang mencoba membangun hidupku sendiri. Tolong, jangan ganggu aku dulu," kata Luna dengan suara tegas.

Ardi mencoba mendekati Luna, tapi Rina langsung berdiri di antara mereka. "Ardi, aku rasa Luna sudah cukup jelas. Kalau kamu benar-benar peduli, beri dia ruang."

Ardi akhirnya menyerah. Ia pergi dengan wajah muram, meninggalkan Luna yang berdiri dengan perasaan campur aduk.

---

Kemandirian yang Ditemukan

Setelah kejadian itu, Luna semakin fokus pada pekerjaannya. Ia tahu bahwa jalan yang ia pilih tidak mudah, tapi ia yakin bahwa ini adalah langkah yang benar.

Beberapa minggu kemudian, Luna berhasil menyewa sebuah apartemen kecil di pusat kota. Tempat itu tidak besar, tapi cukup untuk membuatnya merasa bebas dan nyaman.

Di malam pertama di apartemen barunya, Luna duduk di balkon sambil menatap bintang-bintang. Ia merasa lega, meskipun masih ada luka yang belum sepenuhnya sembuh.

Dalam hati, Luna berjanji bahwa ia akan terus maju, tidak peduli seberapa sulit jalannya. Karena ia tahu, kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan ketika ia berani memperjuangkan dirinya sendiri.

*

Ardi duduk sendirian di ruang tamu rumahnya, menatap kosong ke arah dinding. Rumah yang dulu terasa hangat kini terasa hampa. Luna sudah pergi selama beberapa minggu, dan meskipun ia berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa, ada sesuatu yang hilang.

Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya selalu kembali pada Luna. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada istrinya—aroma masakan Luna, suara lembutnya saat menyambutnya pulang, dan bahkan kebiasaannya merapikan meja makan sebelum mereka makan bersama.

Namun, rasa bersalah yang menghantui Ardi jauh lebih besar daripada rasa rindu. Ia tahu bahwa semua ini adalah akibat dari kesalahannya sendiri.

---

"Ardi, kamu ini kenapa?" tanya Bu Ratna suatu sore. Ia duduk di sofa sambil menonton televisi, tapi matanya tertuju pada putranya yang terlihat tidak bersemangat.

Ardi menghela napas panjang. "Aku nggak tahu, Bu. Aku merasa kehilangan Luna. Aku nggak tahu harus gimana untuk memperbaiki semuanya."

Bu Ratna mendengus. "Kehilangan? Kamu sendiri yang salah, Ardi. Kamu terlalu memanjakan dia. Lihat sekarang, dia pergi begitu saja. Wanita seperti itu nggak tahu berterima kasih."

Ardi menatap ibunya dengan tajam. "Bu, jangan bicara seperti itu. Luna pergi karena aku yang menyakitinya. Aku yang salah."

Bu Ratna terkejut mendengar nada suara Ardi yang serius. "Kamu membelanya? Setelah dia meninggalkanmu begitu saja?"

"Bukan Luna yang meninggalkan, Bu. Aku yang membuat dia merasa tidak dihargai. Aku selingkuh, aku pelit, dan aku nggak pernah mendengarkan dia. Luna pergi karena aku gagal jadi suami yang baik," jawab Ardi dengan nada rendah.

Bu Ratna terdiam sejenak, tapi ia tetap tidak bisa menerima. "Kalau dia memang istri yang baik, dia harusnya bertahan, Ardi. Perempuan harus sabar, harus kuat."

Ardi menggeleng. "Bu, aku nggak bisa terus menyalahkan Luna. Aku harus introspeksi. Kalau aku mau dia kembali, aku harus berubah."

---

Kebingungan yang Mendalam

Setelah percakapan itu, Ardi mulai merenungkan hidupnya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada dirinya sendiri. Ia selalu berpikir bahwa menyediakan rumah dan uang sudah cukup untuk membuat Luna bahagia. Tapi ia salah.

Ardi mencoba menghubungi Luna beberapa kali, tapi pesannya tidak pernah dibalas. Ia bahkan mencoba mendatangi rumah Rina lagi, tapi Rina dengan tegas menolak untuk membiarkannya bertemu Luna.

"Kamu nggak akan bisa bicara sama Luna kalau kamu belum benar-benar berubah, Ardi," kata Rina suatu hari.

Ardi pulang dengan hati yang berat. Ia merasa bingung harus mulai dari mana untuk memperbaiki semuanya.

---

Malam itu, Ardi duduk di meja kerjanya dan mulai menulis. Ia menuliskan semua kesalahannya, semua hal yang ia lakukan yang membuat Luna pergi. Ia berharap dengan menuliskannya, ia bisa lebih memahami apa yang perlu ia perbaiki.

Ia juga mulai mencari bantuan. Ardi membaca buku tentang hubungan dan komunikasi, serta mengikuti seminar daring tentang cara menjadi pasangan yang lebih baik. Ia tahu bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam, tapi ia bertekad untuk mencoba.

Di sisi lain, Ardi juga mulai memperbaiki hubungannya dengan ibunya. Ia berbicara dengan Bu Ratna tentang pentingnya mendukung Luna, bukan hanya menuntutnya.

"Bu, kalau aku berhasil mendapatkan Luna kembali, aku ingin Ibu juga berubah. Kita harus lebih menghargai dia. Kalau tidak, dia nggak akan pernah merasa nyaman di rumah ini," kata Ardi suatu malam.

Bu Ratna hanya mengangguk pelan, meskipun ia masih merasa sulit menerima perubahan ini.

---

Ardi tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Luna adalah wanita yang kuat dan cerdas, dan ia tahu bahwa Luna tidak akan kembali hanya karena kata-kata manis. Ia harus membuktikan bahwa ia benar-benar berubah.

Namun, di tengah usahanya untuk berubah, Ardi juga merasa takut. Bagaimana jika Luna tidak pernah kembali? Bagaimana jika semua ini sudah terlambat?

Meski begitu, Ardi tidak ingin menyerah. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatannya untuk menjadi orang yang lebih baik—bukan hanya untuk Luna, tapi juga untuk dirinya sendiri.

Dengan harapan yang rapuh, Ardi memutuskan untuk terus berusaha. Karena bagi Ardi, Luna adalah satu-satunya alasan ia ingin menjadi pria yang lebih baik.

Related chapters

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 9 : Jalan Berbeda

    ***** Hari-hari berlalu dengan lambat bagi Ardi. Usahanya untuk berubah terasa seperti mendaki gunung yang terjal. Ia mulai menghadiri sesi konseling daring tentang hubungan dan introspeksi diri. Setiap kali ia mendengar cerita orang lain, ia merasa semakin sadar betapa banyak kesalahan yang telah ia lakukan terhadap Luna. Namun, di tengah usaha itu, rasa ragu terus menghantuinya. Ia bertanya-tanya apakah Luna akan pernah memaafkannya atau bahkan mau memberinya kesempatan kedua. --- Suatu sore, Ardi memutuskan untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahnya. Ia butuh udara segar untuk meredakan pikirannya yang penuh dengan rasa bersalah dan kebingungan. Saat ia sedang duduk di bangku taman, ia melihat sosok yang familiar. Luna. Luna sedang duduk di bawah pohon besar, membaca buku sambil menikmati angin sore. Ardi merasa jantungnya berdebar. Ia tidak menyangka akan bertemu Luna di tempat ini. Tanpa berpikir panjang, ia mendekatinya. Namun, langkahnya terhenti beberapa meter sebelum

    Last Updated : 2025-01-26
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 10 : Langkah yang Berat

    ***** Pagi itu, Luna berdiri di depan apartemennya, koper besar di sisi kanan dan tas ransel di punggungnya. Tak ada keraguan lagi, hari ini ia akan meninggalkan kota yang menyimpan begitu banyak kenangan—baik dan buruk. Rina datang untuk mengantarnya ke stasiun. "Aku bangga sama kamu, Lu. Kamu berani mengambil keputusan besar ini." Luna tersenyum, meski hatinya terasa berat. "Aku cuma berharap aku nggak salah langkah, Rin. Kadang aku masih merasa takut." Rina menggenggam tangan Luna. "Ketakutan itu wajar, tapi kamu sudah memilih jalan yang benar. Kamu nggak lagi terjebak di masa lalu. Ini hidupmu, Luna. Jalani dengan bangga." --- Di perjalanan menuju stasiun, ponsel Luna bergetar. Sebuah pesan masuk dari Ardi. "Luna, aku dengar kamu mau pindah. Aku nggak tahu apakah aku punya hak untuk bicara, tapi aku cuma mau bilang... aku bangga sama kamu. Aku harap kamu bahagia di sana. Terima kasih sudah jadi bagian penting dalam hidupku." Mata Luna berkaca-kaca membaca pesan itu. Ia tah

    Last Updated : 2025-01-27
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 11 : Langkah yang semakin jauh

    ******Di sisi lain, Ardi akhirnya memutuskan untuk menghadiri sesi konseling pribadi. Ia merasa bahwa meskipun ia telah banyak berubah, ada banyak hal yang masih belum tuntas dalam dirinya. Ia perlu memahami lebih dalam tentang mengapa ia melakukan kesalahan di masa lalu dan bagaimana cara memperbaiki dirinya.Selama beberapa bulan, Ardi menjalani sesi konseling dan mulai lebih terbuka dengan perasaannya. Ia belajar untuk melepaskan rasa bersalah yang selama ini membebani dirinya dan menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mengubah masa lalu.Pada suatu sesi, terapisnya berkata, "Ardi, kamu sudah melakukan banyak hal untuk memperbaiki dirimu. Tapi yang paling penting adalah bagaimana kamu menerima dirimu sendiri, dengan segala kesalahan dan kekurangan yang ada. Itu adalah langkah pertama menuju kedamaian."Ardi mulai menyadari bahwa untuk melangkah maju, ia harus berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Ia harus menerima bahwa hidupnya adalah hasil dari pilihan-pilihan yang telah ia buat

    Last Updated : 2025-02-01
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 1 : Awal yang Manis

    Luna memandangi cermin di kamarnya, memastikan riasannya sempurna sebelum Ardi pulang dari kantor. Ia selalu ingin terlihat cantik di depan suaminya, pria tampan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan wajah yang seperti aktor film dan sikapnya yang tenang, Ardi adalah impian banyak wanita. Namun, Luna-lah yang berhasil memenangkan hatinya. Mereka menikah dua tahun lalu, dan sejak itu, kehidupan Luna berubah drastis. Ardi adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki segalanya: rumah mewah, mobil mahal, dan karisma yang sulit dilawan. Namun, ada satu hal yang tidak dimiliki Ardi: kelapangan hati untuk berbagi. Luna mulai menyadari sifat pelit suaminya beberapa bulan setelah mereka menikah. Awalnya, ia menganggap itu sebagai kebiasaan Ardi yang hemat dan bijak. Namun, semakin lama, kebiasaan itu berubah menjadi sesuatu yang membuat Luna merasa terkungkung. Hari ini, Luna memutuskan untuk mencoba berbicara dengan Ardi tentang perasaannya. Ia ingin membahas sesuatu

    Last Updated : 2025-01-07
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 2 : Kumpul bersama teman

    Pagi itu, Luna bangun dengan perasaan campur aduk. Ia memutuskan untuk tetap pergi ke acara bersama teman-temannya, meski tahu Ardi mungkin akan keberatan. Sambil menyiapkan sarapan, ia mencoba mencari cara untuk membicarakannya lagi tanpa memicu pertengkaran. Ardi muncul di dapur dengan kemeja kerja yang rapi. Ia tampak tenang, seperti biasa, dan Luna merasa sedikit lega karena suasana tidak seburuk yang ia bayangkan setelah percakapan mereka semalam. “Mas, sarapannya sudah siap,” kata Luna sambil meletakkan sepiring nasi goreng di meja. Ardi duduk dan mulai makan tanpa banyak bicara. Luna menunggu beberapa saat sebelum mencoba membuka topik lagi. “Mas, soal acara teman-temanku malam ini... aku tetap mau pergi. Aku butuh waktu untuk bersosialisasi juga,” kata Luna dengan suara lembut, namun tegas. Ardi meletakkan sendoknya, menatap Luna dengan serius. “Luna, aku sudah bilang, kan? Buat apa pergi ke kafe kalau itu hanya menghabiskan uang? Kalau mereka benar-benar temanmu, mereka

    Last Updated : 2025-01-07
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 3 : Luka di Balik Cinta

    Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang sama. Luna tetap mencoba menjadi istri yang baik, memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, sambil sesekali menyisipkan waktu untuk dirinya sendiri. Namun, ia merasa seperti berjalan di atas tali tipis, takut salah langkah yang bisa memicu pertengkaran dengan Ardi. Pagi itu, Luna sedang membereskan ruang tamu ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Rina masuk. “Luna, aku ada kabar baik! Minggu depan kita mau adain reuni kecil-kecilan di villa salah satu teman kita. Kamu harus ikut, ya. Ini bakal seru banget!” Luna membaca pesan itu dengan campuran perasaan. Ia ingin sekali ikut, tapi ia tahu bahwa meminta izin pada Ardi untuk pergi selama akhir pekan akan menjadi tantangan besar. Ketika Ardi pulang malam itu, Luna memutuskan untuk membicarakannya. Ia menyajikan makan malam seperti biasa, berusaha menciptakan suasana yang nyaman sebelum mengutarakan keinginannya. “Mas, aku dapat kabar dari teman-teman. Mereka mau adain reuni kecil

    Last Updated : 2025-01-07
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 4 : Kejolak Hati

    Keesokan paginya, Luna bangun dengan perasaan yang campur aduk. Suasana villa yang damai membuatnya merasa nyaman, namun pikirannya terus memikirkan apa yang menunggunya di rumah. Teman-temannya masih tertidur, jadi Luna memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar villa, menikmati udara pagi yang segar. Saat ia duduk di bawah pohon besar di dekat taman, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Ardi masuk. “Luna, kamu sudah bangun? Jangan lupa, jangan terlalu lama di sana. Pulanglah sebelum malam.” Pesan itu membuat Luna merasa seperti sedang diingatkan bahwa kebebasannya hanyalah sementara. Ia membalas pesan itu dengan singkat. “Iya, Mas. Aku nggak akan lama.” Setelah sarapan bersama teman-temannya, Luna membantu membereskan villa. Ia merasa bersyukur memiliki momen ini, meskipun singkat. Sebelum berpisah, Rina mendekatinya. “Luna, aku senang kamu bisa datang. Tapi aku harap ini bukan terakhir kalinya kita kumpul. Kamu harus lebih sering keluar dari rutinitasmu,” kata Rina s

    Last Updated : 2025-01-07
  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 5 : Awal dari Perubahan

    Pagi itu, Luna bangun dengan perasaan yang berbeda. Percakapannya dengan Ardi semalam terus terngiang di pikirannya. Kata-kata suaminya, "Kalau kamu merasa nggak bahagia, aku nggak bisa memaksa kamu untuk tetap di sini," terdengar seperti ancaman sekaligus tantangan. Luna menghela napas panjang. Ia tahu ia harus mulai mengambil langkah untuk dirinya sendiri. Ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketidakpedulian suaminya. Hari itu, Luna memutuskan untuk mengunjungi temannya, Rina. Rina adalah salah satu dari sedikit orang yang selalu mendukungnya tanpa syarat. "Rin, aku butuh bantuanmu," kata Luna begitu ia tiba di rumah Rina. Rina yang sedang membuat teh di dapur menoleh dengan wajah khawatir. "Luna, kamu kelihatan capek. Ada apa? Cerita aja." Luna duduk di kursi dapur dan mulai menceritakan semuanya—dari sikap Ardi yang pelit hingga perasaannya yang semakin tertekan. Rina mendengarkan dengan serius, tanpa menyela sedikit pun. "Luna," kata Rina akhirnya, "kamu nggak bis

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 11 : Langkah yang semakin jauh

    ******Di sisi lain, Ardi akhirnya memutuskan untuk menghadiri sesi konseling pribadi. Ia merasa bahwa meskipun ia telah banyak berubah, ada banyak hal yang masih belum tuntas dalam dirinya. Ia perlu memahami lebih dalam tentang mengapa ia melakukan kesalahan di masa lalu dan bagaimana cara memperbaiki dirinya.Selama beberapa bulan, Ardi menjalani sesi konseling dan mulai lebih terbuka dengan perasaannya. Ia belajar untuk melepaskan rasa bersalah yang selama ini membebani dirinya dan menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mengubah masa lalu.Pada suatu sesi, terapisnya berkata, "Ardi, kamu sudah melakukan banyak hal untuk memperbaiki dirimu. Tapi yang paling penting adalah bagaimana kamu menerima dirimu sendiri, dengan segala kesalahan dan kekurangan yang ada. Itu adalah langkah pertama menuju kedamaian."Ardi mulai menyadari bahwa untuk melangkah maju, ia harus berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Ia harus menerima bahwa hidupnya adalah hasil dari pilihan-pilihan yang telah ia buat

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 10 : Langkah yang Berat

    ***** Pagi itu, Luna berdiri di depan apartemennya, koper besar di sisi kanan dan tas ransel di punggungnya. Tak ada keraguan lagi, hari ini ia akan meninggalkan kota yang menyimpan begitu banyak kenangan—baik dan buruk. Rina datang untuk mengantarnya ke stasiun. "Aku bangga sama kamu, Lu. Kamu berani mengambil keputusan besar ini." Luna tersenyum, meski hatinya terasa berat. "Aku cuma berharap aku nggak salah langkah, Rin. Kadang aku masih merasa takut." Rina menggenggam tangan Luna. "Ketakutan itu wajar, tapi kamu sudah memilih jalan yang benar. Kamu nggak lagi terjebak di masa lalu. Ini hidupmu, Luna. Jalani dengan bangga." --- Di perjalanan menuju stasiun, ponsel Luna bergetar. Sebuah pesan masuk dari Ardi. "Luna, aku dengar kamu mau pindah. Aku nggak tahu apakah aku punya hak untuk bicara, tapi aku cuma mau bilang... aku bangga sama kamu. Aku harap kamu bahagia di sana. Terima kasih sudah jadi bagian penting dalam hidupku." Mata Luna berkaca-kaca membaca pesan itu. Ia tah

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 9 : Jalan Berbeda

    ***** Hari-hari berlalu dengan lambat bagi Ardi. Usahanya untuk berubah terasa seperti mendaki gunung yang terjal. Ia mulai menghadiri sesi konseling daring tentang hubungan dan introspeksi diri. Setiap kali ia mendengar cerita orang lain, ia merasa semakin sadar betapa banyak kesalahan yang telah ia lakukan terhadap Luna. Namun, di tengah usaha itu, rasa ragu terus menghantuinya. Ia bertanya-tanya apakah Luna akan pernah memaafkannya atau bahkan mau memberinya kesempatan kedua. --- Suatu sore, Ardi memutuskan untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahnya. Ia butuh udara segar untuk meredakan pikirannya yang penuh dengan rasa bersalah dan kebingungan. Saat ia sedang duduk di bangku taman, ia melihat sosok yang familiar. Luna. Luna sedang duduk di bawah pohon besar, membaca buku sambil menikmati angin sore. Ardi merasa jantungnya berdebar. Ia tidak menyangka akan bertemu Luna di tempat ini. Tanpa berpikir panjang, ia mendekatinya. Namun, langkahnya terhenti beberapa meter sebelum

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 8 : Cahaya di Tengah Gelap

    *****Hari-hari Luna kini penuh dengan rutinitas baru. Bangun pagi, menyelesaikan artikel untuk klien, mengirimkan email, dan sesekali berdiskusi dengan editor lewat panggilan video. Ia merasa hidupnya mulai menemukan ritme baru. Namun, di sela-sela kesibukannya, rasa sepi kerap menghampiri.Sore itu, Luna duduk di teras rumah Rina, menatap langit yang mulai memerah. Di tangannya, ada secangkir teh hangat. Rina keluar membawakan sepiring kue."Kamu kelihatan capek, Lu," kata Rina sambil duduk di sampingnya.Luna tersenyum tipis. "Iya, sedikit. Tapi aku senang. Akhirnya aku bisa menghasilkan uang sendiri lagi."Rina mengangguk. "Aku bangga sama kamu. Tapi ingat, jangan terlalu keras sama dirimu sendiri. Kamu juga butuh waktu untuk istirahat."Luna menghela napas. "Kadang aku merasa takut, Rin. Takut kalau semua ini nggak cukup. Takut kalau aku nggak bisa benar-benar lepas dari bayang-bayang Ardi."Rina menggenggam tangan Luna. "Kamu sudah melangkah sejauh ini, Lu. Jangan biarkan rasa t

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 7 : Menjemput Harapan Baru

    **** Luna menghabiskan malam itu dengan pikiran yang tidak tenang. Ia duduk di meja kerjanya, menatap kosong ke layar laptop. Air mata mengalir tanpa henti, membasahi pipinya. Ia mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang terus menghantuinya: Haruskah aku bertahan atau pergi? Keesokan paginya, Luna bangun dengan mata sembab. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindari konfrontasi ini lebih lama lagi. Ketika ia keluar dari kamar, Ardi sudah duduk di meja makan bersama Bu Ratna. "Luna, kenapa wajahmu seperti itu? Jangan-jangan kamu habis menangis semalaman? Istri kok lemah begitu," komentar Bu Ratna dengan nada menyindir. Luna tidak menjawab. Ia hanya duduk diam sambil menuangkan teh ke cangkirnya. "Luna," panggil Ardi pelan, mencoba mengajaknya bicara. Namun sebelum Ardi bisa melanjutkan, Luna memotong. "Mas, aku ingin bicara empat mata. Sekarang." Bu Ratna langsung menatap mereka dengan curiga. "Ada apa ini? Kalau ada masalah, aku juga berhak tahu. Aku ibunya Ardi." Luna

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 6 : Rahasia yang terungkap

    Kata-kata Ardi membuat Luna terdiam. Ia menatap suaminya dengan rasa kecewa yang sulit disembunyikan. "Mas, ini bukan soal menghormati. Aku tetap istri Mas, aku tetap melakukan tugasku di rumah. Tapi aku juga punya hak untuk berkembang," jawab Luna dengan suara bergetar. Ardi menggeleng pelan. "Aku nggak mau ribut, Luna. Tapi coba pikirkan lagi, apa yang lebih penting: pekerjaanmu atau keharmonisan keluarga kita?" Luna merasa seolah ia ditikam dari belakang. Ia tahu bahwa keharmonisan yang dimaksud Ardi hanyalah tentang memenuhi ekspektasi Bu Ratna, bukan tentang kebahagiaan mereka sebagai pasangan. Hari itu, Luna menjalani aktivitasnya dengan hati yang berat. Kehadiran Bu Ratna di rumah membuatnya merasa seperti berada di bawah pengawasan ketat. Setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan kecil yang ia buat, selalu dikomentari oleh ibu mertuanya. "Luna, kenapa lampu di ruang tamu masih nyala siang-siang begini? Listrik itu mahal, tahu!" tegur Bu Ratna saat Luna sedang

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 5 : Awal dari Perubahan

    Pagi itu, Luna bangun dengan perasaan yang berbeda. Percakapannya dengan Ardi semalam terus terngiang di pikirannya. Kata-kata suaminya, "Kalau kamu merasa nggak bahagia, aku nggak bisa memaksa kamu untuk tetap di sini," terdengar seperti ancaman sekaligus tantangan. Luna menghela napas panjang. Ia tahu ia harus mulai mengambil langkah untuk dirinya sendiri. Ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketidakpedulian suaminya. Hari itu, Luna memutuskan untuk mengunjungi temannya, Rina. Rina adalah salah satu dari sedikit orang yang selalu mendukungnya tanpa syarat. "Rin, aku butuh bantuanmu," kata Luna begitu ia tiba di rumah Rina. Rina yang sedang membuat teh di dapur menoleh dengan wajah khawatir. "Luna, kamu kelihatan capek. Ada apa? Cerita aja." Luna duduk di kursi dapur dan mulai menceritakan semuanya—dari sikap Ardi yang pelit hingga perasaannya yang semakin tertekan. Rina mendengarkan dengan serius, tanpa menyela sedikit pun. "Luna," kata Rina akhirnya, "kamu nggak bis

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 4 : Kejolak Hati

    Keesokan paginya, Luna bangun dengan perasaan yang campur aduk. Suasana villa yang damai membuatnya merasa nyaman, namun pikirannya terus memikirkan apa yang menunggunya di rumah. Teman-temannya masih tertidur, jadi Luna memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar villa, menikmati udara pagi yang segar. Saat ia duduk di bawah pohon besar di dekat taman, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Ardi masuk. “Luna, kamu sudah bangun? Jangan lupa, jangan terlalu lama di sana. Pulanglah sebelum malam.” Pesan itu membuat Luna merasa seperti sedang diingatkan bahwa kebebasannya hanyalah sementara. Ia membalas pesan itu dengan singkat. “Iya, Mas. Aku nggak akan lama.” Setelah sarapan bersama teman-temannya, Luna membantu membereskan villa. Ia merasa bersyukur memiliki momen ini, meskipun singkat. Sebelum berpisah, Rina mendekatinya. “Luna, aku senang kamu bisa datang. Tapi aku harap ini bukan terakhir kalinya kita kumpul. Kamu harus lebih sering keluar dari rutinitasmu,” kata Rina s

  • Suami Tampan Tapi Pelit   Bab 3 : Luka di Balik Cinta

    Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang sama. Luna tetap mencoba menjadi istri yang baik, memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, sambil sesekali menyisipkan waktu untuk dirinya sendiri. Namun, ia merasa seperti berjalan di atas tali tipis, takut salah langkah yang bisa memicu pertengkaran dengan Ardi. Pagi itu, Luna sedang membereskan ruang tamu ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Rina masuk. “Luna, aku ada kabar baik! Minggu depan kita mau adain reuni kecil-kecilan di villa salah satu teman kita. Kamu harus ikut, ya. Ini bakal seru banget!” Luna membaca pesan itu dengan campuran perasaan. Ia ingin sekali ikut, tapi ia tahu bahwa meminta izin pada Ardi untuk pergi selama akhir pekan akan menjadi tantangan besar. Ketika Ardi pulang malam itu, Luna memutuskan untuk membicarakannya. Ia menyajikan makan malam seperti biasa, berusaha menciptakan suasana yang nyaman sebelum mengutarakan keinginannya. “Mas, aku dapat kabar dari teman-teman. Mereka mau adain reuni kecil

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status