Pria itu sudah tua tetapi masih tampak gagah. Tubuhnya tinggi dan masih tegak saat berjalan. Penampilannya benar-benar elegan. Green tertegun sejenak melihatnya, apalagi menatap tatapan matanya yang hangat namun berwibawa.
"Selamat pagi juga, T - tuan." Green membalas sapaan itu dengan sedikit gugup sambil menatap Reyhans dengan mata hazel-nya.
Reyhans sungguh terpesona menatap mata itu. Akhirnya dia bisa melihat bola mata indah itu kembali. Bola mata Seville-nya.
"Seville..., Green kita ternyata masih hidup! Wajahnya mirip denganku, tetapi matanya mirip denganmu. Sungguh perpaduan yang sempurna, bukan?" seru Reyhans di dalam hati.
"Green, biarkan dokter memeriksamu terlebih dahulu sebelum kamu sarapan." Reyhans berucap ringan, berupaya menetralkan perasaannya yang berkecamuk bahagia!
Di belakang pria tua berwibawa itu ada seorang dokter yang tersenyum ramah pada Green.
&n
"Kalau bukan karena tidak sengaja melihat kalung yang dipakai oleh istrimu tiga hari yang lalu, kakek mungkin tidak akan pernah tahu bahwa kamu masih hidup, Green. Enam belas tahun! Enam belas tahun kakek ditipu dengan keji oleh papamu! Dan selama enam belas tahun pula kakek selalu berduka setiap mengingat kamu yang masih kecil sudah tiada!" isak Reyhans dengan air mata yang sudah mengalir. Isak tangis itu begitu memilukan hingga membuat mata Green memerah. Melihat betapa terlukanya hati kakeknya, Green tersentuh dan hatinya melunak. "Kakek.. Jangan bersedih lagi," ucapnya dengan suara yang masih serak. Green yang sudah lama mengecap penderitaan, memang lebih mudah bersimpati saat seseorang bersedih, apalagi seseorang itu adalah kakeknya sendiri dan bersedih karena dirinya pula. Reyhans mengangkat wajahnya kembali dan menatap Green dengan haru. Sedari tadi Green memanggilnya dengan sebutan tu
"Biar aku yang membukanya," ucap Jihan.Saat pintu terbuka, sosok Marcell-lah yang muncul. Dia masih mengenakan baju pasien."Nak Marcell? Ayo masuk!" ucap Jihan mengundang."Terima kasih, Tante," sahut Marcell dengan rasa tidak nyaman.Dia yakin Anton dan Jihan pasti sudah tahu urutan peristiwa yang terjadi saat kecelakaan bus itu, bahwa dia sempat menyelamatkan Veronika tetapi malah tidak sempat menyelamatkan Hana. Namun walaupun merasa demikian, dia tetap memberanikan diri untuk melihat keadaan Hana. Hana adalah pacarnya sekarang."Pagi, Om," sapanya ketika matanya menatap Anton. Hana menatap Marcell sekilas lalu kembali menundukkan wajahnya."Lho, Marcell?" sahut Anton tetap ramah."Saya mau melihat Hana, Om.""Duduklah di sini." Anton mempersilakannya duduk di dekat Hana."Terima kasih, Om,"
Sudut mulut Sally berkedut. "Apa bagusnya seorang janda?" gerutunya di dalam hati. Ya, walaupun Sally sudah tahu bahwa Hana hanya melakukan pernikahan palsu, tetap saja dia tidak suka dengan status Hana yang nantinya adalah seorang janda. "Masa Keluarga Williams yang sangat hebat punya menantu seorang janda? Sungguh tidak lucu!" rutuknya lagi di dalam hati. Alasan Sally tidak menunjukkan ketidaksetujuannya saat ini di hadapan Marcell adalah karena dia masih ingin memantau sejauh mana kelebihan Hana nantinya sebagai seorang perempuan. Selain itu, Marcell bukannya mau menikah sekarang. Bisa saja di masa depan Marcell dan Hana bertengkar lalu putus. Jadi, untuk apa dia berkeras sekarang dan akhirnya membuat putranya marah padanya? Tidak lama kemudian, pintu kamar mereka diketuk. Sally segera melangkah menuju pintu dan membukanya. Ada tiga orang di sana, di balik pintunya. "Selamat pagi, Nyonya W
"Oh! Jadi kalung itu tanda cinta kakek buat Nenek Seville?" Mata Green melebar. "Iya benar. Kalung itu hanya ada satu di dunia karena desainnya berasal dari kakek sendiri. itu sebabnya saat istrimu mengenakannya, kakek langsung menandainya," jelas Reyhans. Entah kenapa mendengar kisah cinta kakeknya Green merasa sedih. 'Bukankah kisah cinta Kakek semacam kasih tak sampai?' Mau tidak mau Green jadi mengingat Hana. 'Apakah selamanya aku tidak akan bisa melupakan Hana seumur hidupku seperti kakek yang tidak bisa melupakan nenek?' "Ada apa, Green? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Reyhans ketika mengamati wajah Green yang tampak sedih. "Tidak apa-apa, Kek. Aku pikir Nyonya Sally adalah ibu kandungku, ternyata ibu kandungku sudah meninggal." "Iya, ini fotonya. Namanya Alicia. Dia memiliki mata hazel sepertimu." Reyhans membuka ponse
"Untuk sementara Kakek harus merahasiakan keberadaanmu, Green, sampai kakek tahu betul bagaimana kondisimu yang sebenarnya. Setelah kakimu sedikit membaik, kakek akan mengajakmu untuk menemui Tuan Liu. Dia adalah profesor riset sekaligus dokter ahli syaraf. Dan salah satu hasil risetnya adalah pengobatan terbaik untuk penyakit epilepsi. Saat ini dia berada di Singapore." Reyhans berucap dengan bersemangat. "Kakek, apa tidak masalah berganti dokter?" "Tidak masalah. Kan ada rekam medis. Tetapi Kakek juga bukan bermaksud mengganti doktermu. Kakek hanya memastikan jenis epilepsimu karena setahu Kakek jenis epilepsi yang kamu idap bukanlah jenis epilepsi simptomatik trauma kepala seperti yang tertulis di data rekam medis. Kakek juga ingin tahu apakah kamu bisa lebih cepat sembuh dari yang diperkirakan oleh Dokter Danny." Reyhans tersenyum. "Baiklah, apa pun pengaturan Kakek, aku akan ikuti. Tapi kata Dokter Danny ini s
Mengamati keadaan tempat kecelakaan bus itu terjadi melalui televisi, juga laporan dari tim swasta yang ia tugaskan, Anton bisa menyimpulkan bahwa Green dan juga enam korban lainnya yang masih dalam pencarian pagi ini oleh tim SAR, pastilah tidak mungkin selamat.Jadi, walaupun dia menuruti permintaan Hana untuk membatalkan proses perceraian, Anton sebenarnya tidak perlu khawatir akan masalah bahwa Hana akhirnya hidup bersama dengan Green, pria yang diketahui orang sebagai pria penyakitan dan bodoh. Itu 98% tidak akan terjadi.Masalahnya adalah bagaimana dengan Marcell? Jika Hana membatalkan perceraian, itu berarti Hana akan meminta putus dengan Marcell. Bagaimana jika Marcell dan keluarga Williams sakit hati akibat pemutusan sepihak itu, tentu keadaan akan menjadi gawat. PT. Andalan Winata sama sekali tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Williams Global Corporation. Dalam waktu singkat Keluarga Williams bisa membuat keluarga Winata
"Pa, walaupun Green sudah tiada, aku tidak akan bisa bahagia bersama Marcell. Kebersamaan dengan Marcell hanya mengingatkanku bahwa aku sudah menyakiti hati lelaki yang kucintai dan membuatnya kecewa!" raung Hana dengan air mata berlinang. Hana menjadi sangat sensitif dan begitu cengeng sejak tadi malam. "Pa!" hardik Jihan dengan kening semakin mengerut dalam. Anton kembali mendesah. Dia sungguh putus asa sekarang. "Baiklah. Terserah kamu. Lakukan apa yang kamu inginkan. Tapi Papa minta kamu menyiapkan hatimu jika Green ternyata...." "Tidak! Green akan selamat! Aku yakin Green akan selamat!" teriak Hana parau walau hatinya sangat ragu. Setelah papanya menyetujui pembatalan proses perceraian itu, hati Hana sedikit lega. "Green, lihat! Aku sudah membatalkan perceraian kita. Aku minta kamu tetap terus hidup. Bertahanlah di mana pun kamu berada sampai
Saat Hana menuruni tangga dan mendapati ayah ibunya dan juga Marcell berada di ruang keluarga, tubuhnya seketika mematung. Hatinya menjadi kesal. Kenapa orang tuanya mengajak Marcell bergabung di ruang keluarga? Bukankah mereka tahu bahwa putri mereka tidak ingin lagi melanjutkan hubungan khusus dengan Marcell?"Hana, kemari sayang!" panggil Jihan."Nak Marcell membawakan makanan kesukaanmu, nih!" ucap Anton tersenyum menatap putrinya. Marcell juga menatap Hana dengan tersenyum kecil tetapi matanya diisi oleh rasa cemas.Hana berjalan dan duduk di sofa tunggal. "Terima kasih, Marcell. Kamu tidak usah repot-repot harusnya.""Aku ingin melihat keadaanmu langsung. Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Marcell. Dia sungguh tidak tenang karena Hana sama sekali tidak mengangkat teleponnya ataupun membalas pesan chat-nya beberapa hari ini."Aku....tidak begitu baik. Aku masih menunggu ka