Sejak Hana sekamar dengan Green, Jihan segera menyampaikan permintaan pada keluarga Winata agar berkumpul pada akhir pekan di rumah Nyonya Besar Erina. Tetapi ia tidak memberi tahu apa yang hendak Hana rencanakan, ia hanya memberi tahu bahwa ada hal penting yang hendak mereka sampaikan pada keluarga Winata. Nyonya Erina menyetujui permintaan itu. Lagian bagi Erina berkumpul sesekali adalah hal yang baik untuk mempererat kekeluargaan.
Sementara itu Jihan belum memberi tahu apa pun pada Anton. Tadinya ia berencana memberi tahu Anton apa yang terjadi di rumah setelah Anton kembali agar Anton dapat lebih berfokus pada pekerjaannya. Tetapi ternyata urusan pekerjaan di luar negeri tidak berjalan dengan cukup mulus. Kepulangan Anton sedikit tertunda. Jihan menjadi resah karena Anton tidak cepat kembali.
'Hana adalah anak yang selalu bisa diandalkan. Dia tidak akan membuat kami berdua kecewa, kan!' Jihan berupaya meyakinkan hatinya. 'Lagian aku suda
Hari sudah pagi, Green bangun dengan tubuh lemas. Saat ia membuka mata, Hana sudah tidak berada di sisinya."Pagi, Green!" sapa Hana ceria, seolah kejadian tadi malam tidak ada apa-apa."Kamu harus bersiap-siap sekarang supaya kita tidak terlambat ke sekolah." Hana berucap seraya mengoleskan krim di wajahnya di depan cermin rias. Hana belum memakai seragam, dia masih mengenakan jubah mandinya."Iya, aku akan mandi," sahut Green pelan dan melangkah menuju toilet.Selesai bercermin, Hana lalu masuk ke dalam ruang pakaian untuk memakai seragamnya. Saat keluar dari ruang pakaian, Hana mendengar bunyi air gemerisik. Itu berarti Green sedang mandi. Hana kemudian memeriksa buku PR-nya dan memasukkannya ke dalam tas. Saat masih memeriksa peralatan tulisnya, suara jatuh terdengar dari toilet.GEDUBRAK..! Hana terkejut mendengarnya."Green!" panggilnya dengan cemas. Di
"Oh, jadi maksudmu, kamu ingin mengecup semuanya ya?" "Jika itu maksudmu pun tidak apa-apa, Green. Aku juga nggak keberatan kok!" "Ughhh," lenguh Green pelan dengan kening sedikit mengerut saat mengingat ucapan Hana tadi pagi. Itu hanya candaan tapi mampu merangsang kelelakiannya ketika ucapan itu terlintas di otaknya. "Kenapa Hana selalu kelewatan seperti itu saat menggodaku! Bagaimana kalau aku benar-benar melakukannya, apa benar tidak apa-apa? Aku tahu jawabannya tidak benar!" Green menggerutu di dalam hati. Green memutuskan untuk belajar. Sebentar lagi mereka akan ujian, Green tidak ingin mengecewakan Hana dengan nilai yang jelek. "Green," sapa Hana begitu memasuki kamar, tetapi ia tidak mendapati Green di sana. "Aku di balkon," sahut Green. Hana tersenyum lalu pergi ke balkon. "Green, lihat! Aku membawa puding jagung. K
Malam itu lagi-lagi Green memunggungi Hana di ranjang. Hana hanya bisa mendesah melihat tingkah Green yang rasanya semakin sulit dipahami."Green selalu muram dan gampang marah belakangan ini," ucap Hana di dalam hati dengan wajah cemberut. Dia lalu membaringkan tubuhnya menghadap Green dan tanpa sengaja ia tidur begitu saja.Di tempat lain, Marcell baru saja selesai mandi sepulang latihan. Karena pertandingan balap mobil akan segera tiba, maka dia harus lebih rajin latihan walaupun sampai malam.Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang. Hari sudah malam, tetapi rasa kesal karena melihat Hana dan Green bersamaan tidak masuk sekolah masih terasa hingga saat ini."Perempuan itu," keluhnya. Di dalam dunia Marcell selama ini yang paling penting adalah balap mobil dan pelajaran di sekolah, tetapi belakangan ini seorang perempuan mampu mengusik pikirannya.Marcell semakin terganggu lantar
Keesokan harinya di sekolah, Marcell terus memasang wajah dingin ketika menatap Hana. Hana merasa tidak nyaman tetapi selaku ia adalah sekretaris kelompok mereka, dia tentu harus lebih aktif dari anggota lain. Dia pun menghampiri meja Marcell."Marcell, aku ingin bertanya tentang perkembangan tugas kelompok kita. Apa ada tugas baru saat kemarin aku tidak hadir?" tanya Hana dengan nada tenang."Aku sedang sibuk," ketus Marcell.Hana melirik ponsel Marcell, dia tahu Marcell hanya sedang bermain game. Marcell langsung melotot."Baiklah," ucap Hana tak bersemangat."Tanyakan pada Sartika," ucap Marcell kemudian. Hana mengangguk lalu kembali ke bangkunya."Sartika, apa ada tugas baru di kelompok saat kemarin aku tidak hadir?" tanya Hana.Kening Sartika mengerut. "Kami dilarang Marcell untuk memberitahumu. Kamu harus bertanya langsung padanya."
"Hana, apa yang ada di pikiranmu hingga rela mengabaikan rencana keluarga kita yang sangat penting hanya demi dia!" tunjuk Anton pada Green dengan emosi yang masih tertahan. "Sudahlah penyakitan, gelandangan, ditambah lagi bodoh!"Kening Hana mengerut mendengar hinaan itu, sementara Green hanya diam membisu dengan kepala menunduk ketika Anton marah. Rasa takut bergelayut di jiwanya hingga ia tidak berani menegakkan kepala.Saat ini mereka berempat berada di ruang keluarga."Apa maksud Papa mengatakan hanya demi dia? Green itu manusia hidup. Sama seperti kita, sama-sama berharga. Aku tidak ingin pengobatannya terganggu, karena penyakit itu mengancam nyawanya setiap saat. Lagian aku bukannya ingin mengabaikan rencana kita yang sangat penting itu. Keluarga Winatalah yang membuatku tidak punya jalan keluar," jelas Hana panjang lebar tanpa ada rasa takut.Anton mengalihkan pandangannya. "Pikiranmu terlalu
Jihan juga terkejut mendengar kebenaran itu. Tetapi ia hanya mengatupkan mulutnya dengan kening mengerut. "Kenapa Papa melakukan itu? Papa tahu sendiri kan apa akibatnya pada Green?" Hana sungguh tidak habis pikir. Green menelan ludahnya dengan susah payah. Dia juga ingin tahu jawaban dari pertanyaan itu. Walaupun Anton tidak menyukainya tetapi dia tidak menyangka jika Anton sanggup berbuat seperti itu padahal dia sudah lihat sendiri bagaimana putrinya begitu berang pada Ryan yang hampir melakukan hal serupa. "Hmmm. Di saat Green masih penyakitan seperti ini saja kamu begitu perhatian padanya. Bagaimana jika dia sudah sehat? Mungkin kamu akan jatuh cinta padanya. Papa tidak ingin itu terjadi. Papa ingin kamu mendapat lelaki yang terbaik, dan itu adalah Marcell. Itu sebabnya Papa melakukan itu." Anton menjelaskan dengan jujur alasan dia berbuat tega seperti itu. Hana berdiri dari sofa. "Pemiki
"Pa, pertemuan keluarga di akhir pekan apa dibatalkan saja?" tanya Jihan setelah menyeruput teh miliknya. "Tidak usah. Mana tahu saja akhir pekan nanti Hana sudah jadian dengan Marcell. Iya kan, Hana?" Anton tersenyum sumringah. Mendengar itu, Green berhenti menyuapkan makanan ke mulutnya. Hana tampak berpikir, kemudian dia berkata, "Pa, sebenarnya karena kejadian Green kambuh di sekolah, aku melampiaskan amarahku pada Marcell. Aku bilang dia sombong dan arogan. Kebetulan saat itu dia memang bertingkah menyebalkan. Jadi....kami sempat bertengkar karena itu." Hana bercerita dengan enggan. "Apa katamu?" Anton dan Jihan sama-sama terperangah mendengarnya. Bertengkar? Itu lebih buruk daripada Marcell yang selalu bersikap dingin pada Hana selama enam bulan waktu itu! Green juga terkejut mendengarnya. Jadi karena dia, Hana sempat bertengkar dengan Marcell. "Jadi gara-gara ana
Di kelas sembari mengerjakan soal, pikiran Hana menjadi pelik saat dia tidak bisa menemukan solusi baik untuk menyelesaikan masalahnya dengan Green. "Apa yang harus kulakukan?" gumamnya pelan. Selama ini, Green selalu menurut padanya. Apa pun yang ia katakan, Green berupaya untuk melakukannya walaupun ada masanya Green merasa berat melakukannya. Contohnya saja perintah Hana agar ia melanjutkan sekolah, atau mengikuti les privat. Tetapi kali ini Green berubah menjadi keras. Dia tidak mau mengikuti kemauan Hana agar tetap tinggal bersamanya setelah bercerai. 'Padahal apa yang kukatakan adalah demi kebaikannya sendiri. Kalau dia tinggal di keluarga Assa, apa kebutuhan gizinya bisa terpenuhi? Apa dia bisa teratur meminum obatnya? Aku yakin dia akan kembali kurus dan kesehatannya jadi memburuk. Belum lagi dia gampang demam.' Hana menghela napas berat. Persoalannya dengan Marcell belum beres, sekar