"Ini tentang peraturan yang berlaku bagi semua pegawai yang bekerja di sekolah. Kamu bingung kan kenapa semua guru memperlakukanmu dengan sangat baik bahkan terkesan istimewa?" tanya Hana sambil menatap Green. Mereka berbaring miring saling berhadapan saat ini.
"Iya benar." Green mengangguk setuju. "Apa kamu tahu sesuatu?" Green mendadak lebih berminat.
"Iya. Kemarin aku bertanya pada wali kelas kita. Aku mendapat informasi bahwa sewaktu mendirikan sekolah ini, pemilik sekolah mengeluarkan himbauan penting bahwa semua pegawai yang bekerja di sekolah harus memperlakukan penderita epilepsi dengan sangat baik."
Green diam. "Benarkah?" tanyanya tak percaya.
'Papaku mana mungkin melakukan hal semacam itu.' Green menolak di dalam hati.
"Iya benar. Aku yakin Tuan besar Reyhans Williams memiliki kisah penting yang berkaitan dengan penderita epilepsi," ucap Hana yakin. "Dan aku
Nanti up lagi, ^^ Selamat pagi dan selamat beraktivitas buat readers tercinta! ❤️
Sejak Hana sekamar dengan Green, Jihan segera menyampaikan permintaan pada keluarga Winata agar berkumpul pada akhir pekan di rumah Nyonya Besar Erina. Tetapi ia tidak memberi tahu apa yang hendak Hana rencanakan, ia hanya memberi tahu bahwa ada hal penting yang hendak mereka sampaikan pada keluarga Winata. Nyonya Erina menyetujui permintaan itu. Lagian bagi Erina berkumpul sesekali adalah hal yang baik untuk mempererat kekeluargaan.Sementara itu Jihan belum memberi tahu apa pun pada Anton. Tadinya ia berencana memberi tahu Anton apa yang terjadi di rumah setelah Anton kembali agar Anton dapat lebih berfokus pada pekerjaannya. Tetapi ternyata urusan pekerjaan di luar negeri tidak berjalan dengan cukup mulus. Kepulangan Anton sedikit tertunda. Jihan menjadi resah karena Anton tidak cepat kembali.'Hana adalah anak yang selalu bisa diandalkan. Dia tidak akan membuat kami berdua kecewa, kan!' Jihan berupaya meyakinkan hatinya. 'Lagian aku suda
Hari sudah pagi, Green bangun dengan tubuh lemas. Saat ia membuka mata, Hana sudah tidak berada di sisinya."Pagi, Green!" sapa Hana ceria, seolah kejadian tadi malam tidak ada apa-apa."Kamu harus bersiap-siap sekarang supaya kita tidak terlambat ke sekolah." Hana berucap seraya mengoleskan krim di wajahnya di depan cermin rias. Hana belum memakai seragam, dia masih mengenakan jubah mandinya."Iya, aku akan mandi," sahut Green pelan dan melangkah menuju toilet.Selesai bercermin, Hana lalu masuk ke dalam ruang pakaian untuk memakai seragamnya. Saat keluar dari ruang pakaian, Hana mendengar bunyi air gemerisik. Itu berarti Green sedang mandi. Hana kemudian memeriksa buku PR-nya dan memasukkannya ke dalam tas. Saat masih memeriksa peralatan tulisnya, suara jatuh terdengar dari toilet.GEDUBRAK..! Hana terkejut mendengarnya."Green!" panggilnya dengan cemas. Di
"Oh, jadi maksudmu, kamu ingin mengecup semuanya ya?" "Jika itu maksudmu pun tidak apa-apa, Green. Aku juga nggak keberatan kok!" "Ughhh," lenguh Green pelan dengan kening sedikit mengerut saat mengingat ucapan Hana tadi pagi. Itu hanya candaan tapi mampu merangsang kelelakiannya ketika ucapan itu terlintas di otaknya. "Kenapa Hana selalu kelewatan seperti itu saat menggodaku! Bagaimana kalau aku benar-benar melakukannya, apa benar tidak apa-apa? Aku tahu jawabannya tidak benar!" Green menggerutu di dalam hati. Green memutuskan untuk belajar. Sebentar lagi mereka akan ujian, Green tidak ingin mengecewakan Hana dengan nilai yang jelek. "Green," sapa Hana begitu memasuki kamar, tetapi ia tidak mendapati Green di sana. "Aku di balkon," sahut Green. Hana tersenyum lalu pergi ke balkon. "Green, lihat! Aku membawa puding jagung. K
Malam itu lagi-lagi Green memunggungi Hana di ranjang. Hana hanya bisa mendesah melihat tingkah Green yang rasanya semakin sulit dipahami."Green selalu muram dan gampang marah belakangan ini," ucap Hana di dalam hati dengan wajah cemberut. Dia lalu membaringkan tubuhnya menghadap Green dan tanpa sengaja ia tidur begitu saja.Di tempat lain, Marcell baru saja selesai mandi sepulang latihan. Karena pertandingan balap mobil akan segera tiba, maka dia harus lebih rajin latihan walaupun sampai malam.Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang. Hari sudah malam, tetapi rasa kesal karena melihat Hana dan Green bersamaan tidak masuk sekolah masih terasa hingga saat ini."Perempuan itu," keluhnya. Di dalam dunia Marcell selama ini yang paling penting adalah balap mobil dan pelajaran di sekolah, tetapi belakangan ini seorang perempuan mampu mengusik pikirannya.Marcell semakin terganggu lantar
Keesokan harinya di sekolah, Marcell terus memasang wajah dingin ketika menatap Hana. Hana merasa tidak nyaman tetapi selaku ia adalah sekretaris kelompok mereka, dia tentu harus lebih aktif dari anggota lain. Dia pun menghampiri meja Marcell."Marcell, aku ingin bertanya tentang perkembangan tugas kelompok kita. Apa ada tugas baru saat kemarin aku tidak hadir?" tanya Hana dengan nada tenang."Aku sedang sibuk," ketus Marcell.Hana melirik ponsel Marcell, dia tahu Marcell hanya sedang bermain game. Marcell langsung melotot."Baiklah," ucap Hana tak bersemangat."Tanyakan pada Sartika," ucap Marcell kemudian. Hana mengangguk lalu kembali ke bangkunya."Sartika, apa ada tugas baru di kelompok saat kemarin aku tidak hadir?" tanya Hana.Kening Sartika mengerut. "Kami dilarang Marcell untuk memberitahumu. Kamu harus bertanya langsung padanya."
"Hana, apa yang ada di pikiranmu hingga rela mengabaikan rencana keluarga kita yang sangat penting hanya demi dia!" tunjuk Anton pada Green dengan emosi yang masih tertahan. "Sudahlah penyakitan, gelandangan, ditambah lagi bodoh!"Kening Hana mengerut mendengar hinaan itu, sementara Green hanya diam membisu dengan kepala menunduk ketika Anton marah. Rasa takut bergelayut di jiwanya hingga ia tidak berani menegakkan kepala.Saat ini mereka berempat berada di ruang keluarga."Apa maksud Papa mengatakan hanya demi dia? Green itu manusia hidup. Sama seperti kita, sama-sama berharga. Aku tidak ingin pengobatannya terganggu, karena penyakit itu mengancam nyawanya setiap saat. Lagian aku bukannya ingin mengabaikan rencana kita yang sangat penting itu. Keluarga Winatalah yang membuatku tidak punya jalan keluar," jelas Hana panjang lebar tanpa ada rasa takut.Anton mengalihkan pandangannya. "Pikiranmu terlalu
Jihan juga terkejut mendengar kebenaran itu. Tetapi ia hanya mengatupkan mulutnya dengan kening mengerut. "Kenapa Papa melakukan itu? Papa tahu sendiri kan apa akibatnya pada Green?" Hana sungguh tidak habis pikir. Green menelan ludahnya dengan susah payah. Dia juga ingin tahu jawaban dari pertanyaan itu. Walaupun Anton tidak menyukainya tetapi dia tidak menyangka jika Anton sanggup berbuat seperti itu padahal dia sudah lihat sendiri bagaimana putrinya begitu berang pada Ryan yang hampir melakukan hal serupa. "Hmmm. Di saat Green masih penyakitan seperti ini saja kamu begitu perhatian padanya. Bagaimana jika dia sudah sehat? Mungkin kamu akan jatuh cinta padanya. Papa tidak ingin itu terjadi. Papa ingin kamu mendapat lelaki yang terbaik, dan itu adalah Marcell. Itu sebabnya Papa melakukan itu." Anton menjelaskan dengan jujur alasan dia berbuat tega seperti itu. Hana berdiri dari sofa. "Pemiki
"Pa, pertemuan keluarga di akhir pekan apa dibatalkan saja?" tanya Jihan setelah menyeruput teh miliknya. "Tidak usah. Mana tahu saja akhir pekan nanti Hana sudah jadian dengan Marcell. Iya kan, Hana?" Anton tersenyum sumringah. Mendengar itu, Green berhenti menyuapkan makanan ke mulutnya. Hana tampak berpikir, kemudian dia berkata, "Pa, sebenarnya karena kejadian Green kambuh di sekolah, aku melampiaskan amarahku pada Marcell. Aku bilang dia sombong dan arogan. Kebetulan saat itu dia memang bertingkah menyebalkan. Jadi....kami sempat bertengkar karena itu." Hana bercerita dengan enggan. "Apa katamu?" Anton dan Jihan sama-sama terperangah mendengarnya. Bertengkar? Itu lebih buruk daripada Marcell yang selalu bersikap dingin pada Hana selama enam bulan waktu itu! Green juga terkejut mendengarnya. Jadi karena dia, Hana sempat bertengkar dengan Marcell. "Jadi gara-gara ana
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be