34. Bermuka Dua
***
"Bu. Jangan cepet-cepet! Rudi takut," ucap Rudi anak Munik yang saat ini berada di boncengan Munik. Akibat sang ibu yang melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata ia memeluk erat tubuh tambun sang ibu dengan memejamkan mata karena takut.
"Kalau nggak cepet nggak bakalan kekejar, Nak," ucap Munik. Ia menarik gas motor dengan kencang, matanya awas menatap seseorang yang berada pada motor di depannya. Angin kencang menerbangkan daster besar yang dikenakan.
"Ibu nggak boleh ketinggalan dia." Menyalip beberapa motor yang ada di depannya, Munik kini bagaikan pembalap internasional yang sedang menjajakan kemampuannya di jalanan bebas. Tidak patut ditiru para pembaca. Camkan itu.
"Memangnya kita nggak boleh ketinggalan siapa, Bu?" tanya Rudi. Matanya masih terpejam, takut dengan kecepatan sang ibu yang menginjak angka 60 kilometer perjamnya.
"Ada pokoknya," jawab Munik. Ia lebih baik berkonsentrasi pada motornya dan juga
35. Bersilat Lida***Munik segera menekan rem motornya secara mendadak dan menimbulkan bunyi yang cukup memekakkan telinga akibat gesekan dari roda dan aspal jalanan. Beruntunglah bagian belakang motornya tidak sampai terangkat. Di depannya, seorang penjual cilok memandang ke arah Munik dengan tatapan ngeri."Huh. Selamat," ucap Munik dengan mengelus dada ketika sudah mampu menyeimbangkan motornya. Ia menatap ke belakang, perempuan itu kembali bersyukur saat tidak ada kendaraan lain di sana."Untung saja. Kalau ada, pasti udah ketabrak tadi." Ia mengatur napas, menekan dada yang terasa berdetak lebih kencang. Matanya sesekali terpejam menikmati rasa syukurnya.Akibat dari kejadian itu, banyak warga sekitar yang mendekati mereka. Bergerumul untuk memastikan kondisi para korban. "Ibunya nggak papa?" Pertanyaan itu datang saling bersahutan.Munik mengingat kalau dirinya bersama Matun. Ia memusatkan kembali pandangan ke belakang pun
36. Mata Duitan***"Astagfirulloh, Abang!"Hadi dan Reta yang saling bertindihan terkejut seketika. Keduanya dengan segera bangkit dari pembaringan. Tanpa menunggu apa yang dipunya terlihat, Reta bersembunyi di belakang tubuh Hadi, tidak peduli laki-laki itu berdiri dengan tanpa mengenakan apa pun. Tangan kanan sigap meraih selimut yang ada di atas ranjang."Apa yang kamu lakukan, Bang?' tanya Matun dengan suara keras. Di belakang tubuh perempuan itu berdiri beberapa orang yang sebelumnya membantu mendobrak kos-kosan Reta.Hadi mengedarkan pandangan, ia melihat boxer di ujung ranjang dan segera meraihnya lalu mengenakan dengan terburu-buru. Ia menatap nyalang keberadaan sang istri. "Seharusnya aku yang bertanya. Ngapain kamu di sini?" tanya Hadi dengan suara keras. Ia memberi tatapan membunuh pada perempuan yang telah menemaninya bertahun-tahun.Tidak peduli bagaimana terkejutnya reaksi Matun, Hadi meraih pakaian Reta yang berada bera
37. Kepergok Lagi***Fiddun dan Sugi saling menatap. Keduanya sama-sama menampakkan raut bingung. "Matun kenapa, Mas?" tanya Sugi.Fiddun menggeleng. "Mana Mas tahu. Kita tanya sama Munik saja lah." Sepasang suami istri itu semakin berjalan mendekati Munik.Munik yang sebelumnya sudah menghidupkan mesin dan akan menjalankan motornya pun urung kala Sugi memanggilnya. "Ada apa, Mbak Sugi?" Munik menatap sepasang suami istri yang ada di hadapannya."Heh. Harusnya aku yang tanya. Ada apa itu si Matun? Kenapa pulang-pulang malah nangis gitu?" Sugi menepuk pelan punggung tangan Munik yang ada pada tarikan gas motor.Mimik menghela napas dalam. Ia memasang wajah sendu dan menatap ke bawah. "Tadi, tuh. Rame banget, Mbak di sana. Sayang Mbak Sugi nggak ikut. Mbak Matun tuh mergokin suaminya yang lagi ...." Munik menyatukan kedua jari telunjuknya, bermaksud menjelaskan apa yang ia lihat tadi antara Jadi dan perempuan selingkuhannya.Saya
38. Kalah Cerdik***Reta menatap kotak persegi yang sangat jauh dari kata luas. Bahkan kamarnya di kosan uang dulu jauh lebih lebar dari tempat ini. Perempuan itu sampai menganga melihat keadaan kasur lipat yang begitu tipis di bagian kanan."Berapa biayanya perbulan, Bu?" Terdengar suara Hadi yang melontarkan pertanyaan pada pemilik kosan. Reta tidak peduli, ia masih fokus mengamati tempat yang akan ditinggali."Tiga ratus ribu.""Apa?" tanya Reta dengan terkejut, bahkan perempuan itu langsung menoleh ke arah Ibu pemilik kos dan Hadi yang berdiri berhadapan."Tiga ratus ribu?" tanya Reta mengulang ucapan yang didengar beberapa waktu lalu. Sebuah anggukan dari perempuan di hadapannya adalah sebuah jawaban."Mahal sekali," ucapnya spontan. "Mana isinya kosong nggak ada apa-apa. Harganya tiga ratus ribu." Ia berucap tanpa menatap si pemilik kosan, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan.Mimik wajah ramah yang sebelumnya tampak k
39. Kangen Reta***Niswa dan Sugi melihat Matun yang hanya duduk dengan bengong menatap ke luar jendela. Padahal, hari sudah gelap. Mereka mendekat dan mendapati tatapan Matun yang kosong."Tun," panggil Sugi dengan menepuk pundak adik iparnya. Hal itu membuat Matun berjingkat karena terkejut."Udah malem, Tun. Jangan ngelamun. Apalagi jendela kamarmu nggak ditutup. Bahaya kalau ada setan lewat," timpal Niswa yang menutup jendela kamar Matun.Sugi yang mendengar ucapan Niswa melirik adik iparnya itu dengan sinis. Sedangkan Niswa malah mengulum senyum. "Serius," ucap Sugi tanpa suara. Hanya ada gerakan bibir. Cukup mampu membuat Niswa patuh akan hal itu.Tatapan Sugi kini beralih oada Matun yang hanya menunduk. Entah kaki atau jari tangan yang sedang diperhatikan. "Tun. Jangan berlarut-larut sedihnya."Tak lama, suara isak tangis pun terdengar dari bibir Matun. Sugi segera membawa Matun pada pundaknya, sedangkan Niswa duduk di sis
40. Gali Lubang Tutup Lubang***Reta mengirimkan pesan pada seseorang dan mengatakan di mana kosannya yang baru saat ini. Sesekali melirik ke arah pintu takut-takut Hadi selesai mandi dan memasuki kamar. Ya. Kali ini kosan Reta memiliki kamar mandi di luar di mana ia harus bergantian dengan penghuni kosan lainnya.Ia memasukkan ponselnya kembali pada tas setelah pesan berhasil terkirim. Mencoba berpura-pura sedang menyiapkan baju untuk Hadi kenakan nanti.Tepat setelah ia memegang kaus Hadi, pria itu memasuki kamar. "Aduh. Ramai banget antrenya. Capek di antre buat mandi aja. " Hadi mengeluh, ia menyampirkan handuk pada gantungan baju yang ada di belakang pintu.Reta yang mendengar segera menoleh. "Tuh. Abang aja yang baru antre sekali pas mandi ngeluh. Apalagi Reta, Bang? Abang tahu sendiri kalau Reta juga lama mandinya."Hadi mengenakan celananya, ia melirik Reta yang saat ini tengah merajuk dengan melipat tangan di depan dada, jang
41. Bukti***Hadi memarkirkan sepeda motornya di depan sebuah rumah yang terbuat dari anyaman bambu. Meski dari depan ada bata yang menghiasi, tetapi bangunan keseluruhan sampai ke belakang adalah bambu.Hadi mendekati rumah itu dengan tatapan penuh kemarahan. Mengingat siapa sosok si pemilik membuat pria itu ingin menghancurkan bangunan di depannya. Berjalan tergesa-gesa ia mendekati pintu. Tangan Hadi terangkat, menggedor pintu kayu yang sudah tampak miring."Munik. Munik keluar kau." Suara menggelegar Hadi tentu saja mengundang perhatian beberapa orang yang tinggal di samping rumah Munik."Munik. Keluar." Tidak lama kemudian pintu terbuka. Namun, bukan Munik yang terlihat, melainkan seorang laki-laki dengan kaus singlet dan mata yang memerah."Mana Munik?" tanya Hadi tanpa basa-basi. Tidak peduli seseorang di depannya ini terkejut atau tidak.Mata pria itu melotot seketika. Tangan yang sebelumnya mengucek mata kini menunjuk
42. Kumpulkan Bukti Lagi***Sugi keluar dari rumah setelah ia melakukan sholat subuh, bertepatan dengan Fiddun yang baru saja pulang dari masjid. "Mas," sapanya. Ia ikut duduk di samping sang suami saat melihat wajah Fiddun yang tampak jengkel."Kenapa, Mas?" tanya Sugi.Pria itu menarik napas dalam. "Ke mana si Hadi itu? Tidak berani kah dia datang ke sini? Sampai saat ini kok nggak ada batang hidungnya yang muncul.""Mungkin belum berani, Mas. Memangnya kenapa. Kemarin-kemarin, kan Mas juga sudah bodo amat sama urusan Hadi. Yang kita fokuskan saat ini ya Matun saja dulu sama anak-anaknya." Sugi menoleh sedikit di balik bahu, menata rumah Matun yang masih tertutup rapat."Tadi, di masjid Mas sedikit mencuri dengar—""Mas nguping?" tanya Sugi yang terkejut."Sedikit. Itu pun karena nggak sengaja," jawab Fiddun dengan melirik sang istri. "Ternyata dugaan Eko benar. Sepertinya Munik memang tidak benar-benar menghapus vidio