“Kamu menantangku?” tanya Berry sambil mengeluarkan ponsel miliknya, bermaksud untuk menakut-nakuti Niko.“Aku tidak bilang begitu. Tapi jika kamu ingin melaporkan, silahkan. Sekalian gandeng wartawan,” jawab Niko–santai.“Sudah dengar, ‘kan?” Echa menyambung. “selagi suamiku tidak salah, suamiku tidak takut.”Berry menciut. Pasalnya jika menggandeng wartawan, nama baik STAR Group bisa terseret jika laporannya tidak terbukti.Hesti mengernyit melihat ekspresi Echa. Sepertinya anaknya itu tahu segalanya.“Echa, jelaskan sama Mama. Sampah ini dapat uang miliaran rupiah dari mana? Bukannya keuntungan investasinya sudah ludes?”Echa sejenak menoleh pada suaminya dengan tatapan penuh cinta, sudah saatnya Mamanya menerima Niko sebagai menantu satu-satunya di keluarga ini.“Mama heran ‘kan melihat orang yang sering Mama remehkan ternyata bisa membantu kita?” tanya Echa dan Hesti hanya terdiam. “Ma, sebenarnya mulai hari ini Niko diterima kerja sebagai asisten direktur WARA Corp,” ungkapnya d
“Mama jahat! Mama nggak punya hati!” pekik Echa dengan wajah berlinang air mata. “lebih baik Echa pergi dari sini! Echa nggak mau ketemu Mama lagi!”“Apaan sih?” Hesti juga berdiri–kesal. “Mama ngelakuin ini semua demi kebahagiaan kamu! Yang bisa ngebahagiain kamu itu–”“Bukan demi kebahagiaan Echa, tapi demi keuntungan Mama sendiri,” potong Echa.“Echa kamu mulai berani melawan Mama?!” suara Hesti meninggi. Kali ini dia benar-benar marah.“Ini bukan kedurhakaan, Ma. Taat dan berbakti kepada orang tua ada batasannya,” balas Echa. “jika orang tuanya bersikap sewenang-wenang terhadap anaknya, apalagi mengajarkan hal keburukan, haruskah anaknya berbakti? Mama harus instrospeksi diri.”“Echa, kamu!” Hesti yang emosi bergerak maju dan mengarahkan tangan kanannya ke wajah Echa. “anak durhaka!”Niko selalu melindungi Echa. Dia menangkap tangan Hesti di udara, “Jangan, Ma.”“Jangan ikut campur, Sampah! Echa, anakku!” mata tajam Hesti menghunjam Niko. “Echa, istriku,” balas Niko sambil melepa
“Minta maaf? Bahkan aku ingin melemparkannya ke sarang buaya,” balas Echa sambil menatap Berry dengan tatapan berani.Lagi-lagi Hesti tercengang. Wajahnya berkeringat dingin, “Echa, sadar! Jangan teruskan kegilaanmu!”Berry mengepalkan tangannya kuat-kuat, “Sepertinya kamu perlu dikasih pelajaran Echa.” Berry melangkah maju menghampiri Echa dengan wajah merah padam, tapi langkahnya mendadak terhenti kala melihat seorang laki-laki yang berdiri di samping Echa tampak menatapnya dengan aura dingin yang begitu mengerikan.“Satu helai saja kamu menyentuh istriku, aku tidak jamin kamu bisa pulang malam ini,” ucap Niko–dingin.Tak mau kalah, Berry mengintimidasi lelaki itu, “Kamu tahu siapa aku, ‘kan? Jika kamu ingin selamat, jangan ikut campur. Kalau perlu serahkan istrimu kepadaku!”Niko menjawabnya dengan tatapan mematikan, dan itu sudah cukup membuat Berry gentar.Di titik ini, Echa memasang senyuman sopan, lalu mengangkat ponsel di tangannya, “Semua omonganmu terekam di sini.”seketika
“Mama?” Mata Echa terfokus pada layar ponsel. Dia seketika kesal.Dia kemudian mengangkat telepon itu, “Apa lagi, Ma?” “Mama ada di perumahan Grand Asri. Cepat keluar. Yang mana rumah temannya?”Echa menghembus napas-kesal, “Ngapain sih, Ma? Apa yang perlu dibicarakan lagi? Sudah kubilang aku nggak akan menerima tawaran Berry.”“Mama nggak perlu sama kamu. Mama ingin bicara 4 mata dengan suami sampahmu itu. ”“Apa yang mau–”“Jangan banyak ngomong. Di mana rumahnya?”“Aku tinggal di rumah no 23, sebelah timur,” jawab Echa dengan nada malas.Tak lama kemudian, Niko berjalan ke arah pintu rumahnya yang diketuk berulang kali. Saat pintu terbuka, dia melihat Hesti berdiri dengan tatapan kebencian. Dia menjulurkan tangannya kepada sang mertua tapi tidak dihiraukan sama sekali.Bahkan Hesti tiba-tiba menepis tangan Niko sambil berkata, “Nggak usah sok ramah.”“Ma, ada apa Mama malam-malam ke sini?” tanya Echa sambil berjalan mendekat. Nada bicaranya kentara jelas tidak suka dengan kedatang
Echa mencoba melupakan kejadian buruk kemarin malam. Hari ini dia dan suaminya berangkat kerja bersama dengan penuh semangat.Sesampai di WARA Corp, mereka bertemu dengan Yono dan Dito yang sedang memegang sebuah maps cokelat.“Rapi banget pakai jas dan dasi segala. Mau melamar kerja? Haha percuma nggak bakalan diterima,” ejek Dito.“Aku saranin ngelamar di posisi ob aja biar peluang diterimanya lebih besar,” sambung Yono dengan tatapan meremehkan. Kemudian kedua orang itu tertawa keras.Niko menghiraukan, tapi tidak dengan Echa. Dia sangat gatal untuk membungkam mulut mereka.“Oh, ya? Teman yang kalian remehkan ini nggak perlu melamar kerja lagi. Teman kalian yang hina-hina ini sudah menjadi asisten direktur WARA Corp.”Dito dan Yono terdiam sejenak, tapi seperkian detik berlalu tawa mereka kembali terdengar keras.“Aduhhh Kak Echa ini bisa aja. Jangan segitunya dong ngebela suaminya,” ejek Dito.“Staff akuntan masih logis. La ini asisten direktur, ya nggak logis sama sekali. Terlalu
“Apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Niko tiba-tiba.“A-pa maksudmu?” Danang sedikit gelagapan, merasa Niko berpikiran macam-macam tentang dirinya. “tentu, kamu bisa mempercayaiku. Aku tidak mungkin mengkhianati kepercayaan Pak Abraham dan keturunannya.”“Oke. Kakek tidak mungkin salah memilih seseorang,” ucap Niko sambil melemparkan senyuman kecil. “Oh, ya. Bagaimana dengan perkembangan Permata Bank?”“Untuk saat ini masih dalam proses pembukaan lowongan kerja,” jawab Danang.Niko menjawabnya dengan mengacungkan jempolnya, lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan direktur.***Niko mengantongi beberapa nama yang telah dicurigainya. Saat ini dia memilih menemui Abraham, Kakeknya yang masih ada di Nusantara.“Kenapa kamu tidak meminta bantuan kepada Danang? Apa kamu tidak mempercayainya?” tanya Abraham, lalu meminum teh herbal.“Aku tidak tahu.” Niko tampak ragu-ragu. “tapi sejujurnya aku menilai Danang tidak terlalu cukup baik dalam menangani masalah-masalah perusahaan.”Abraham mengan
Niko pergi ke ruangan direktur. Dia duduk di kursi kebesarannya di ruangan ini. Kini dia memainkan pena favoritnya hingga menghasilkan bunyi yang memenuhi ruangan.Namanya Nita Anggreini. Sedari tadi Niko memikirkan wanita itu. Menurutnya wanita itu sangat asyik dan energik. Dan …. Cantik. Niko tersenyum-senyum sendiri memikirkan adik angkatnya itu.TING!Niko menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.“Oh, kamu sudah kembali?” tanya Danang sambil berjalan mendekat. “kebetulan sekali. Ini informasi yang kamu inginkan.” dia mengirimkan sebuah file ke email sang atasan.Niko merogoh ponselnya dan membuka email. Di dalamnya ada file yang berisikan informasi mengenai biodata karyawan WARA Corp dan STAR Group.“Hemmm cerdik. STAR Group banyak mengambil eks karyawan sini,” gumam Niko.“Ya begitulah.” Danang tetap berdiri, menunggu instruksi dari Niko. “apa yang kamu rencanakan?”“Belum tahu.” Niko mendongak. “aku pelajari dulu.” saat ini dia masih enggan membocorkan rencananya kepada Dan
“Kamu?” Dia bukan wanita yang menggodanya barusan. “Nita?”“Iya, aku Nita,” sahut Nita sambil mengelus-elus dadanya. “kaget loh aku. Emangnya kenapa wanita tadi kok diseret-seret dari sini?”“Kamu tidak perlu tahu,” ucap Niko sambil membuang emosinya. “Untuk apa kamu ke sini? Aku tidak ingin Danang melihatmu.”“Tenang. Kakek sudah mengaturnya. Pak Danang sekarang pergi menemui Kakek,” jawab Nita sambil melangkah maju dan mendudukkan tubuhnya di kursi depan meja kerja Niko.Niko mendengus kecil. Dia lupa Nita memiliki hak istimewa dari Abraham.“Nggak usah mikir aneh-aneh.” seolah-olah Nita bisa membaca pikiran Niko.“Untuk apa kamu datang menemuiku?” tanya Niko sekali lagi. “jika kamu memerlukan data-data lainnya, cukup menelponku saja.”Nita tak menjawab. Dia meletakkan tas ransel di atas meja dan mengeluarkan sebuah laptop.“Aku sudah mengerjakan tugasku. Informasi yang kamu inginkan sudah aku dapatkan,” kata Nita sambil mengoperasikan laptop miliknya.“Hah? Secepat itu?” Niko terte