Suka cerita ini? Yuk, jangan lupa masukkan ke daftar baca kamu ya dan nantikan update hariannya. Kunjungi laman instagram @poetry_talks untuk tahu info terbaru dari author serta cerita ini.
Anggun tak beranjak dari belakang pintu sama sekali. Walaupun tubuh nyaris telanjangnya terasa menggigil di lantai keramik itu, walaupun dia menangis dengan cukup lama di awal-awal. Namun dia merasa harus tetap waspada kalau saja pintu ini ada yang akan membuka atau bahkan mendobraknya.Hingga setelah sekitar dua jam, hiruk pikuk mulai mereda. Anggun menempelkan telinganya pada daun pintu untuk menguping ke luar sana, kalau saja suara tawa dan canda pria-pria tadi masih terdengar. Namun kini sudah terkesan sepi. Dia sudah tak bisa mendengar mereka lagi, sehingga mungkin bisa dipastikan kalau orang-orang itu mungkin telah pergi.Anggun mendesah berat lagi di saat itu. Sekilas dia jadi teringat akan pembicaraannya dengan si pria asing yang terakhir kali. Anggun tak yakin apa maksud pria itu menantangnya seperti itu, seakan memang ingin mengolok-olok keinginan Anggun yang minta dibebaskan dari tempat ini. Namun yang jelas Anggun merasa sangat kalah dan dicurangi.‘Tadi pagi dia juga begi
Anggun tak melupakan perintah dari Sean tadi. Dia sangat mengingatnya, walaupun dia mencoba untuk tidak peduli. Apalagi ketika mendengar suara dentingan dari jam berbentuk menara yang berada di ruang tengah.Namun dia tak mau menurutinya.Setelah semua yang terjadi seharian ini, setelah merasa begitu dipermainkan dan dikontrol oleh orang asing ini, Anggun merasa harus kembali berpegangan pada komitmen dan keberanian di dalam dirinya. Di mana walaupun semua itu sulit dengan keadaannya sekarang, dia harus memastikan untuk tidak semudah itu tunduk terhadap perintahnya.Itu sebabnya dia tak melakukan apa-apa.Sedangkan untuk berjalan menemui pria itu di meja makan, dia bahkan enggan untuk mengikuti perintahnya untuk mandi. Walaupun sebenarnya tubuhnya merasa gerah dan bahkan masih gatal karena sentuhan pria itu tadi, namun dia memilih untuk menahannya. Anggun percaya ini adalah cara untuk membangkang. Untuk menunjukkan pada orang itu kalau dia tak menakuti Anggun, sehingga dia tak bisa me
Sean memandang datar sosok Anggun yang kini tengah terbaring di depannya. Di mana tubuh perempuan itu masih sedikit basah, dengan adanya sisa-sisa air mandi yang tadi mengguyurnya.Perempuan itu pingsan di tengah kegiatan mereka tadi. Hal itu tidak mengejutkan sebenarnya, mengingat dia adalah seorang perawan yang tak pernah mengalaminya sebelumnya. Belum lagi karena dia juga berbeda dengan perempuan seumur dirinya yang seharusnya sudah cukup ‘melek’ dengan hal-hal seperti ini, namun nyatanya dia mengalami 23 tahun hidupnya sebagai perempuan buta. Sehingga tidak mengherankan kalau dia sama sekali tidak tahu.Apalagi Sean mengakui kalau tadi ia lakukan dengan begitu kasar dan bahkan tak manusiawi sama sekali Tanpa peringatan dan persiapan, pria itu memaksakan dirinya kepada wanita itu. ‘Miliknya’ menembus sebuah liang yang sebelumnya tak pernah tersentuh, di kala Anggun tengah panik dan ketakutan karena perlakuannya. Sehingga itu sebabnya serangan itu terkesan terlalu besar dan dahsyat
Walaupun bertentangan dengan hatinya, Anggun terpaksa harus mengikuti kata-kata Sean. Dia segera memilih beberapa pakaian yang disediakan di sana dan dengan cepat mengenakannya. Bahkan sebelum jam dinding menyentuh pukul setengah delapan, dia dengan cepat berjalan ke luar. Tak mau sampai terlambat dan kembali memancing kemarahan Sean.Sesampainya di ruang makan, lagi-lagi aneka makanan yang menggugah selera menyambutnya. Namun nyatanya Anggun tak merasa bersemangat sama sekali. Karena dia tak lapar, karena makan bukan hal yang dia inginkan sama sekali saat ini.Tubuh Anggun sedikit menegang saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Suara langkah yang mendekat pun terdengar, yang entah kenapa terkesan seperti sura horor baginya. Membuat Anggun secara tanpa sadar mengeratkan cardigan di tubuhnya seperti dia sempat terus menarik-narik selimut tadi.“Bagus kamu akhirnya mendengarnya. Seharusnya sejak tadi kamu begini, sehingga hal tadi tak perlu terjadi.” Sean berkomentar datar sambi
Sambil mengepalkan tangannya erat-erat dan suara yang bergetar, Anggun memandang tajam pria asing di depannya itu. Karena lagi-lagi dia mendapat keterkejutan dari pernyataan yang keluar dari mulut pria itu.Karena bagaimana mungkin dia tak kaget? Pria yang bahkan masih belum dia ketahui namanya itu sendirilah yang bilang kalau tadi mereka telah berhubungan badan. Hal yang menurut orang tuanya tak boleh sembarangan dilakukan kalau bukan dengan orang yang Anggun cintai. Hal yang kata orang-orang seharusnya hanya dapat dilakukan saat telah menikah nanti. Namun pria ini bilang kalau tadi dia telah melakukan ‘hal itu’ terhadap Anggun? Parahnya… tanpa kemauan ataupun persetujuan darinya sama sekali.“Itu… nggak benar, bukan?” tanyanya tak lama. Masih berusaha untuk menyangkal hal itu walau firasatnya kian terasa memburuk.Namun lagi-lagi pria itu menunjukkan reaksi yang tak menyenangkan. Ia mendesah berat bercampur muak, tanpa ada penyesalan sama sekali. Bahkan setelah ia terbukti melakukan
Anggun sebenarnya masih curiga pada pil itu. Dia takut kalau benda itu diberikan padanya dengan maksud lain yang kurang baik dari Sean, serta dia khawatir kalau itu akan menimbulkan bahaya terhadap tubuhnya.Namun beberapa jam sejak berada di rumah ini dan mengenal tabiat pria asing itu membuatnya sadar kalau mengikuti ucapannya adalah hal yang paling tepat untuk Anggun lakukan. Selain itu karena dia telah dijanjikan bahwa semua pertanyaannya akan diberikan jawaban olehnya, sehingga Anggun berpikir untuk tidak merusak suasana hati pria itu agar janji tersebut dapat terpenuhi.‘Walaupun aku tak bisa sepenuhnya percaya dengan ucapannya. Tapi yang jelas, aku harus sesegera mungkin mendapatkan jawaban kenapa dia melakukan semua ini padaku. Aku juga ingin tahu dari mana dia tahu nama serta sejarah tentang diriku.’Setelah menghabiskan sebatang rokok tadi tadi, Sean tampak bangkit dari tempat duduknya. Hal itu membuat Anggun ikut bergegas berdiri, lalu dengan cepat mengikuti langkah kakinya
Setahun yang lalu….“Kami telah berusaha semaksimal mungkin. Tapi mohon maaf … kami tak bisa menyelamatkan nyawa kedua orang tua Anda.”Jantung Anggun seperti copot dan terbelah menjadi dua saat mendengar ucapan dari pria yang mengaku sebagai dokter yang memberi tindakan terhadap kedua orang tuanya. Orang yang tadi juga langsung menerima kedatangan mereka sejak turun dari ambulans.Padahal seharusnya ini menjadi hari yang wajar.Tidak ada yang aneh atau janggal sejak pagi, ketika dia kembali menemani Bapak dan Ibunya menjaga toko bunga mereka. Namun di sore hari, tatkala kedua orang itu pamit padanya untuk mengantarkan karangan bunga untuk pelanggan, tak sampai lima menit setelahnya terdengar suara benturan yang keras dan teriakan panik di mana-mana. Semua orang bilang padanya kalau mobil pick-up yang ditumpangi oleh Bapak dan Ibunya ditabrak oleh sebuah mini bus yang mengebut saat menyerobot lampu merah.Tapi ini apa? Bagaimana mungkin dia malah mendengar kabar ini?Bagaimana bisa o
Kembali ke zaman sekarang.“I-Itu adalah istri kamu?”Anggun bertanya tak yakin pada Sean setelah pria itu menceritakan sedikit tentang istrinya. Bagaimana menurut buku harian Tiara, kedua perempuan itu pertama kali bertemu di atap rumah sakit. Yang kemudian menjadi awal dan perantara dalam takdir kehidupan mereka masing-masing – Tiara meninggal karena penyakit tumor otak, sementara Anggun dapat melihat karena donor mata dari mendiang.“Kamu benar-benar tak ingat atau malah berpura-pura lupa? Bagaimana mungkin di momen sepenting itu – di mana seseorang memutuskan untuk mendonorkan bola mata padamu – kamu sama sekali tidak mengingatnya?” tanya Sean kembali dengan nada yang tajam dan penuh kritikan.“K-Karena tidak pernah ada pembicaraan sampai ke sana.” Anggun menyahut dengan lesu. Lagi-lagi dia masih kaget dengan semua ini, sehinggaa informasi itu diproses begitu lambat di otaknya. Sementara di hadapannya Sean terus menyudutkannya. “Baru sekarang kamu membahasnya, aku pun jadi baru in