Suami Pura-pura Dari Desa

Suami Pura-pura Dari Desa

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-21
Oleh:  Aong_ZeeOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
23Bab
722Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Jihanna Lana—seorang gadis berusia dua puluh delapan tahun harus pergi dari rumah untuk melarikan diri ketika kedua orang tuanya memaksa dia harus menikah dengan lelaki pilihan. Kedua orang tuanya sangat panik melihat kepribadian Jihan yang tidak pernah mau tahu urusan cowok bahkan Jihan tidak pernah sekalipun mengenalkan lelaki pilihannya kepada kedua orang tuanya. Berbeda dengan sang adik yang kini sudah memiliki satu bayi laki-laki berusia tiga bulan. Perjalanan hidup Jihan sangat unik dan menarik, bahkan setelah dia kabur dari orang tua, dia bertemu dengan pemuda yang sama sekali belum dia kenal dan memiliki kisah yang sama persis. Dari situlah Jihan memulai hidupnya yang baru, Jihan mencoba menata hati pelan-pelan supaya hatinya yang hancur bisa kembali normal. Bagaimana kisah hidup Jihan setelah pergi dari kedua orang tuanya? Apakah Jihan mendapatkan kebahagiaan atau malah kehancuran setelah bertemu dengan Alfian?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 01

“Tuhaaaaaan ... Tolong keluarkan aku dari masalah ini! Tolong keluarkan aku dari jeratan mereka semuaaa ...” Teriak Jihan ketika berada di atas motor.

Hujan mulai turun, namun, Jihan tetap mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Tak di hiraukan orang-orang yang mulai menepi menghindar dari guyuran hujan, dia tetap menarik gas motor.

Guyuran hujan di kota Bogor mulai deras, Jihan tidak lagi bisa melihat dengan jelas jalan yang dia tempuh, entah seberapa jauh dan entah di mana sekarang berada pun tak tahu. Hanya saja dia mengikuti jalan yang ada di depan matanya.

“Tuhaaaann, tolong akuuuu,” teriaknya lagi dengan kepala mendongak ke atas dan mata yang terpejam.

Duuuaaarrrr!!! Tabrakan pun terjadi.

Sebuah mobil Alphard berwarna hitam yang menabrak tak peduli dengan keadaannya. Sisi mobil berada tepat di samping tubuh Jihan, namun perlahan pergi begitu saja.

Di keheningan malam hanya terdengar suara derasnya hujan, Jihan tergeletak di tepi jalan tanpa ada satu orang pun yang lewat di jalan saat itu.

Samar-samar Jihan melihat ada sorotan lampu sepeda motor yang mengarah padanya. Benar saja, motor itu berhenti namun Jihan tidak lagi sanggup untuk membuka mata.

“Astaghfirullah, Mbaaak ...” Seorang pemuda yang mengendarai sepeda motor mengangkat Jihan ke tepi jalan lalu menghubungi ambulan.

Tidak menunggu lama, sebuah mobil ambulan sampai di tempat kejadian perkara. Beberapa orang petugas mengangkat Jihan masuk ke dalam mobil lalu membawanya ke rumah sakit terdekat. Pemotor itu mengikutinya dari belakang.

Sayup-sayup Jihan mendengar pembicaraan sang pemotor dengan seorang dokter laki-laki di ruang di mana dia di rawat saat ini.

“Tidak ada luka serius, hanya saja korban merasakan panik sampai akhirnya dia pingsan,” ucap sang dokter.

“Iya. Terimakasih, Dok,” jawab pemuda itu.

Perlahan Jihan mencoba membuka mata, samar-samar dia melihat seorang pemuda berhidung bangir tengah menatap wajahnya.

Pemuda itu memberikan senyum termanis untuknya, “Alfian,” ucapnya.

Jihan hanya bisa menganggukkan kepala, semua tubuh terasa sakit akibat tubuhnya yang terpental.

“Mbak, cepat sehat, ya. Aku masih harus menempuh perjalanan jauh,” ujar pemuda berjaket kulit itu.

Jihan hanya bisa mengangguk lagi, wanita itu tak tahu lagi harus bagaimana. Seolah dia telah mengaku kalah dengan usaha yang dia lakukan untuk pergi dari kedua orang tuanya.

Jihan belum sanggup membuka hati untuk yang lain karena dia memiliki kisah cinta yang kurang beruntung, cintanya di khianati di saat sedang sayang-sayangnya. Sampai detik ini memang tidak ada laki-laki yang berhasil mendapatkan hati seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan ternama di kota Bogor.

“Mbak, apa yang mbak rasakan sekarang?” Tanya Alfian.

Jihan menelan ludah, “Aku enggak tahu apa yang aku rasakan. Yang pasti aku benci dengan hidupku.”

“Mbak, ada masalah?” Tanya Alfian. Jihan tidak menjawab, hanya saja air matanya sudah tampak mengambang di kelopak mata.

“Mbak, sebesar apapun masalah itu kita harus selesaikan. Kalau kita pergi dari masalah pasti masalah itu akan terus menghantui,” ucap Alfian dengan nada datar. “Aku juga punya masalah besar, Mbak, tapi aku malah pengen hadir di masalah itu,” lanjutnya.

Jihan tertarik dengan kata-kata Alfian, wanita itu memandang wajah Alfian. Ternyata mata pemuda itu sembab yang berarti pemuda itu belum lama ini menangis dengan waktu yang lama.

Alfian menopang dagu seolah tak peduli dengan tatapan mata Jihan, pemuda itu tahu kalau Jihan pasti penasaran dengan masalahnya.

“Apa masalah kamu, Al?” Tanya Jihan. “Panggil saja Jihan, jangan mbak. Nanti terlihat tua akunya,” lanjutnya.

Alfian tertawa lepas tapi tidak bisa di pungkiri bahwa dalam hatinya saat ini tengah terluka. Pemuda itu menarik nafas panjang lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

“Aku akan pulang ke desa, aku akan tinggal di sana. Percuma aku merantau sudah satu tahun lamanya tapi akhirnya kekasih yang aku perjuangkan menikah dengan orang lain,” ucapnya tanpa memandang Jihan.

Setelah mendengar cerita itu, Jihan memaksakan diri untuk bangkit dan duduk di ranjang itu. Spontan Alfian membantu Jihan untuk duduk.

“Jadi, kekasih kamu itu tinggal di desa atau di kota ini?” Tanya Jihan penasaran.

“Di desa. Besok adalah hari pernikahannya maka malam ini aku harus cepat pulang ke sana supaya bisa menyaksikan ijab qobul.”

“Apa kamu akan kuat melihat orang yang kamu sayang bersanding dengan yang lain?” Selidik Jihan.

“Aku akan coba,” jawabnya dengan kepala mendongak ke atas. “Jika aku enggak kuat aku akan pulang lagi ke kota ini,” lanjutnya.

“Terus jika kamu kuat kamu akan selamanya tinggal di sana?”

Alfian mengangguk, “Supaya dia tahu kalau cintaku ini memang untuknya, bukan untuk yang lain.”

Jihan memalingkan wajah, tak bisa di cerna oleh pikirannya rencana Alfian. Tapi Jihan malah memiliki ide cemerlang.

“Aku ikut!” Ucapnya sambil tersenyum.

“Apa?” Tanya Alfian dengan mulut terperangah.

Jihan menceritakan asal usulnya, semua jalan hidup yang telah dia lalui beserta masalah yang saat ini sedang menghantuinya.

Jihan memberanikan diri memegang kedua tangan Alfian dengan tatapan penuh harap karena inilah jalan satu-satunya supaya dia masih bisa merasakan keindahan hidup.

“Kamu lucu, Jihan. Hidup kamu sudah enak, orang tua kaya raya, rumah mewah mobil ada tapi kamu malah milih pergi ke desa. Di sana kamu mau cari apa coba?” Tanya Alfian sambil cekikikan.

“Yang pasti aku mencari kehidupan yang baru, yang enggak semuanya harus dengan keinginan orang tua.”

“Terus motor kamu?”

“Itu bukan milikku tapi milik penjaga pintu gerbang di mana aku bekerja, tapi tenang, kunci mobilku sudah berada di tangannya,” ucapnya menjelaskan.

Alfian masih saja cekikikan sambil menggelengkan kepala setelah mendengar cerita demi cerita dari Jihan. Banyak sedikitnya pemuda itu kini bisa memalingkan pikirannya yang tidak harus menuju ke sang kekasih yang akan menempuh hidup baru.

Alfian mengangguk-anggukkan kepala sambil berpikir, tidak lama pemuda itu beranjak lalu meninggalkan ruangan itu begitu saja. Jihan hanya bisa memandang, pikirannya kalut jika Alfian tega meninggalkan Jihan begitu saja di rumah sakit itu.

.

.

Setelah beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan seorang perawat perempuan masuk ke dalamnya.

“Mbak, kita buka infus, ya. Mbak sudah bisa pulang dan di tunggu di kasir oleh keluarga,” ucap perawat itu.

Sakit hati yang Jihan rasakan sama dengan di saat dia di tinggal menikah oleh sang kekasihnya dulu. Karena mau tidak mau Jihan harus pulang ke rumah, wanita itu tidak memiliki keberanian untuk mengendarai motor lagi setelah kecelakaan yang baru saja menimpanya.

Selangkah demi selangkah Jihan keluar dari kamar menuju kasir tapi dia tidak menemukan siapapun di sana. Wanita itu langsung saja keluar dari rumah sakit itu untuk pulang ke rumah. Pandangannya mengarah pada halaman rumah sakit, beberapa kendaraan roda empat berjejer di sana.

Tin!

Alangkah terkejutnya Jihan ketika melihat sebuah motor berhenti di hadapannya, bibirnya kini merekah lebar. Wanita itu berlari kecil seolah sudah lupa dengan rasa sakit yang dia derita.

Tanpa basa-basi Jihan langsung naik di jok bagian belakang dengan tangan melingkar di pinggang.

“Terimakasih, Al. Aku enggak nyangka kamu akan bawa aku ke sana,” ucapnya sambil menempelkan pipi ke punggung Alfian.

“Aku enggak akan sia-siakan kesempatan ini,” ucapnya sambil tersenyum.

“Maksudnya?” Tanya Jihan dengan nada panik.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
23 Bab
Bab 01
“Tuhaaaaaan ... Tolong keluarkan aku dari masalah ini! Tolong keluarkan aku dari jeratan mereka semuaaa ...” Teriak Jihan ketika berada di atas motor.Hujan mulai turun, namun, Jihan tetap mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Tak di hiraukan orang-orang yang mulai menepi menghindar dari guyuran hujan, dia tetap menarik gas motor.Guyuran hujan di kota Bogor mulai deras, Jihan tidak lagi bisa melihat dengan jelas jalan yang dia tempuh, entah seberapa jauh dan entah di mana sekarang berada pun tak tahu. Hanya saja dia mengikuti jalan yang ada di depan matanya.“Tuhaaaann, tolong akuuuu,” teriaknya lagi dengan kepala mendongak ke atas dan mata yang terpejam.Duuuaaarrrr!!! Tabrakan pun terjadi. Sebuah mobil Alphard berwarna hitam yang menabrak tak peduli dengan keadaannya. Sisi mobil berada tepat di samping tubuh Jihan, namun perlahan pergi begitu saja.Di keheningan malam hanya terdengar suara derasnya hujan, Jihan tergeletak di tepi jalan tanpa ada satu orang pun yang lewat d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 02
“Tenang, aku enggak akan berbuat jahat. Hanya saja aku ingin Hanum tahu kalau aku juga bisa hidup tanpa dia.”Motor Alfian melaju kencang, jalanan masih terlihat basah setelah beberapa jam yang lalu di guyur hujan. Tanpa segan Jihan memeluk Alfian dari belakang seolah mereka adalah sepasang kekasih.Setelah menempuh perjalanan selama enam jam, Alfian menepikan motornya di warung makan yang ada di tepi jalan. Jam baru menunjukkan pukul empat pagi namun sudah terlihat beberapa penjual makanan berjejer di sana.“Al, masih jauh?” Tanya Jihan sambil mengucek mata.“Enggak. Sebentar lagi kok, sini duduk,” ujarnya sambil menepuk bangku yang ada di sampingnya.Jihan duduk di samping Alfian dengan bermalas-malasan karena menahan kantuk. Kepalanya di letakkan di atas meja dengan beralaskan lengannya.Sesekali mata Jihan mengatup, tak pernah dia bayangkan akan selelah ini jika bepergian jauh dengan mengendarai sepeda motor.“Ji, di makan dulu itu nasinya, ini enak loh,” ujar Alfian dengan mata s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 03
"Bojone deweke lah, masa bojone uwong." Tiba-tiba panggilan berakhir ...Wanita tua berambut putih yang di sanggul itu memandang Jihan dengan penuh kasih sayang sambil tersenyum."Cucuku ki elek kok yo ulih bojo ayu tenan," ucapnya sambil berdiri dan melangkah menghampiri Jihan yang sedari tadi masih tetap berdiri. "Sini duduk, namanya siapa?" Sapa sang nenek."Jihanna, Nek, panggil saja Jihan," ujarnya."Jihan, ayu temen to cah cah," puji sang nenek sambil memperhatikan wajah Jihan yang berbentuk oval. Jihan yang tak tahu artinya hanya bisa meringis bingung serta penasaran dengan arti yang baru saja di ucapkan sang nenek.Seketika Alfian terdiam ketika mengingat hari ini adalah hari pernikahan sang kekasih, denyutan dalam dada terasa sangat dan amat perih untuknya.Bibir Jihan yang tadinya merekah lebar seketika mengerut melihat ekspresi wajah Alfian yang murung, wanita itu mengira bahwa ucapan sang nenek tidaklah baik untuknya."Assalamualaikum," ucap salam dari sang kakek."Waalaik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 04
Perlahan Alfian mengangkat pandangannya ke depan, pemuda itu mencoba menguatkan hati untuk memandang sang kekasih.Pandangan mereka sama-sama merasuk ke hati, tampak dari raut wajah Hanum, pernikahan itu bukan keinginannya tapi tetap saja hal itu membuat Alfian terpuruk.Jihan tersenyum ketika melihat ekspresi wajah Hanum tidak baik-baik saja, wanita itu malah melingkarkan tangannya ke pinggang Alfian dengan kepala yang menempel di pundak."Pak! Pak! Kok enggak malu, ya, mereka," ucap salah seorang tamu undangan yang duduk di bagian belakang mereka."Nampaknya mereka orang kota, Bu, jadi kalau di kota hal seperti itu memang sudah biasa dan wajar saja," jawab seorang laki-laki yang kemungkinan adalah sang suami."Apa bapak pernah ke kota?" Tanya wanita itu lagi."Ya, enggaklah, memangnya aku pernah merantau atau ninggalin kamu sendirian? Coba lihat di film-film itu, emang gitu 'kan?" Tanya sang suami."Iya juga, ya, Pak," jawabnya sambil mengangguk-anggukkan kepala.Jihan merasa senang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 05
Kepala Jihan celingukan ke arah ruang keluarga, tidak ada seorangpun yang ada di sekitar. Matanya mengarah pada jam yang menempel di dinding, matanya membelalak lebar ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.Jihan membuka tudung saji yang tertutup rapat di atas meja, sudah tersedia sarapan dengan sangat rapi di sana. Bening bayam, sambal, dan juga ikan teri yang di goreng. Wanita itu mencomot satu ekor teri lalu memasukkannya ke dalam mulut."Mandi, Neng, nanti baru sarapan," ujar sang nenek yang tiba-tiba ada di belakangnya."Eh." Jihan menoleh, "Iya, Nek," lanjutnya sambil meringis."Alfian belum bangun? Bangunkan saja, ini sudah siang," ujar sang nenek."Belum mau bangun, Nek, tadi sudah aku bangunkan," ucap Jihan sambil mengikuti langkah sang nenek yang menuju ke dapur.Nek Rum membuka pintu belakang, di sana sudah tersedia banyak kelapa yang di belah menjadi dua. Beberapa keping kelapa sudah terlepas dari tempurungnya.Nek Rum mengambil posisi duduk di sebuah kur
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 06
"Tunggu!" Tiba-tiba ada seorang laki-laki bertubuh tinggi besar menahan lengan Jihan hingga Jihan tak mampu melepasnya."Alfian! Tolong!" Teriak Jihan dengan nada panik.Seketika Alfian menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang setelah suara Jihan terlihat gugup. Secepatnya Alfian berjalan ke arah lelaki berwajah sangar yang saat ini tengah memegang lengan Jihan.Jihan meringis kesakitan karena lelaki itu sangat kuat. Penampilan lelaki itu seperti preman pasar hingga tak ada seorangpun yang berani menolongnya. Kumis tebal, kepala botak, dan matanya yang melotot, membuat semua orang hanya bisa diam dan menyaksikan."Apa-apaan ini?" Tanya Alfian ketika berada di hadapan lelaki itu."Kalian yang apa-apaan? Buat aku pusing. Tadi kau kejar dia, sekarang dia kejar kau. Apa kalian masih main kejar-kejaran di sini?" Tanya lelaki bertubuh tinggi besar yang memakai jaket kulit berwarna hitam. "Ini pegang! Jangan kau lepaskan lagi," ujarnya sambil memberikan lengan Jihan pada Alfian.Seke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-22
Baca selengkapnya
Bab 07
Alfian diam seolah berpikir sambil menatap wajah Jihan, memang selama mereka berteman, Danu lebih suka cewek bar-bar ketimbang cewek pendiam seperti Hanum. Bahkan Danu sendiri pernah mengatakan pada Alfian perempuan seperti Hanum bukanlah tipenya.Mata Jihan yang bulat menatap Alfian sambil tersenyum, wanita sangat ingin membantu Alfian untuk mendapatkan cintanya."Ji, benar juga katamu. Aku harus selidiki semua ini," ucap Alfian setelah beberapa saat terdiam."Nah, sekarang yang harus kamu tahu dulu, kenapa Hanum mau menikah dengan Danu? Sedangkan hubungan kalian sudah bertahun-tahun lamanya, bahkan sudah ada rencana mau menikah 'kan?" Tanya Jihan.Alfian mengangguk-anggukkan kepala, pikirannya saat ini sangat kacau. Di sisi lain sebenarnya dia sudah tidak mau tahu dengan urusan Hanum karena wanita itu sudah milik orang lain. Tapi di sisi lain dia juga harus tahu karena semua ini berjalan dengan tiba-tiba.Alfian menghidupkan mesin motor, dengan perlahan motornya meninggalkan area gu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-28
Baca selengkapnya
Bab 08
Alfian hanya bisa meratapi nasib yang sedang menimpanya. Hati yang sakit membuat tubuhnya lemah tak berdaya, jiwanya tak ingin hidup walau raganya masih ingin bergerak.Hari terus berganti, pemuda itu masih berusaha untuk terus berjalan walau hanya bisa diam. Beban yang harus dia pikul membuat raganya harus tetap bekerja.* * *"Al! Kantin, yuk." Lamunan Alfian buyar ketika mendengar suara wanita yang menyebut namanya."Enggak ah. Enggak lapar aku," jawabnya setelah dia memandang wanita itu adalah Safitri.Jam istirahat kantor telah tiba, namun, Alfian masih saja seperti biasanya yang hanya duduk di kursi miliknya tanpa melakukan aktivitas apapun kecuali melamun.Safitri memutarkan kursinya menghadap Alfian, wanita itu sejak lama memperhatikan teman sekantornya itu tapi baru kali ini dia memberanikan diri untuk mengajaknya berbicara."Al, coba cerita sama aku. Sebenarnya kamu ini ada apa? Apa akan selamanya kamu seperti ini?" Tanya Safitri dengan nada lirih."Sa, aku enggak tahu harus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-07
Baca selengkapnya
Bab 09
Alfian tersenyum sambil menggelengkan kepala, tangan kanannya sudah memegang tali ransel sebelah kanan yang menempel di dada. "Tidaklah. Aku sudah tidak punya harapan lagi," jawab Alfian sambil berbisik."Yakin? Terus rencana kita bagaimana?""Nanti kita bicarakan di sana.""Jihan. Masuk!" Cetus Brahma dengan nada sedikit sinis.Seketika Jihan memandang sang papa dengan mata membelalak, jantungnya berdegup kencang seolah takut sifat asli sang papa kembali lagi seperti sebelumnya.Tanpa pikir panjang Jihan melangkah ke sisi mobil sambil memegang lengan Alfian."Aku naik motor saja, Ji," ucap Alfian setelah Jihan duduk di dalam mobil."Kenapa?" Tanya Jihan memandang Alfian."Naik mobil saja. Di rumah kami tidak terbiasa memajang motor," timpal Brahma yang hendak naik di bagian depan.Alfian memandang Brahma sambil masuk dan duduk di samping Jihan. Pemuda itu masih saja berpikir positif pada Brahma, namun, sang nenek sudah memiliki firasat tak enak sehingga wanita tua itu memandang sang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-13
Baca selengkapnya
Bab 10
"Bisa. Pasti bisa," ucap Jihan meyakinkan."Sekarang istirahat lah di kamar, sayang," ucap Brahma sambil terisak.Jihan mengangguk, wanita itu melangkah ke kamar di ikuti Alfian di belakangnya. Semua orang yang ada di di sana masih fokus dengan pulih nya sang ratu dalam rumah.Bruk!Jihan menghempaskan tubuhnya di ranjang, tubuhnya menggeliat untuk melepaskan rasa lelah yang sangat luar biasa. Kelegaan dalam hati dan pikiran membuatnya terasa kantuk."Ji, besar banget kamar kamu," ucap Alfian sambil duduk di tepi ranjang."Biasa saja," jawab Jihan dengan mata terpejam."Kamu kan punya adik, kok tadi adik kamu tidak ada?" Tanya Alfian sambil melepaskan ransel yang masih di gendong sedari tadi."Mungkin dia lagi keluar. Al, sekarang apa yang akan kamu lakukan?""Maksudnya?""Almera. Kamu tidak cari tahu di mana dia?"Alfian tersenyum sambil menghela nafas, "Biarlah, biar semua berjalan dulu. Siapa tau suatu saat nanti ada jalan terbaik," ucap Alfian sambil tersenyum.Jihan beranjak dari
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-16
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status