Karena hari ini adalah hari libur, Sellandra memutuskan untuk jogging di sekitar komplek rumahnya. Waktu yang menunjukkan pukul setengah enam pagi membuat Sellandra bisa merasakan sejuknya udara di pagi hari saat embun masih menyelimuti udara. Dengan mengenakan stelan olahraga yang dipadupadankan dengan jaket berwarna putih, Sellandra berlari-lari sambil sesekali merentangkan kedua tangan menikmati udara yang begitu sejuk. Semenjak mendiang sang kakek sakit-sakitan, Sellandra jarang mempunyai waktu untuk mencari kesenangan seperti ini. Seluruh waktunya hanya di habiskan untuk mengurusi pekerjaan dan merawat kakeknya. Namun setelah Ero hadir, secara perlahan beban yang bertengger di pundak Sellandra mulai berkurang. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang seperti itu kenyataannya, yang jelas sekarang Sellandra merasakan kalau segala sesuatunya menjadi jauh lebih mudah setelah dia menikah dengan Ero. Kehadiran suaminya itu seakan mengangkat beban yang hampir membuat Sellandra fru
“Nyonya Kasturi, ada tamu yang ingin bertemu dengan anda. Mereka dari keluarga Smith,”Bola mata Kasturi, Ziko dan Felita langsung membulat lebar begitu pelayan memberitahu nama belakang dari tamu yang datang berkunjung ke rumah. Setelah itu mereka bertiga saling melempar tatapan bingung sekaligus bahagia. Mimpi apa mereka semalam sampai kediaman mereka di datangi oleh keluarga yang paling berpengaruh di Shanghai.“K-kau … segera siapkan jamuan untuk mereka. Harus yang mewah. Mengerti?” perintah Kasturi pada pelayan. Suaranya sampai tergagap saking senangnya akan kedatangan tamu tersebut.“Mengerti, Nyonya.”“Kalau begitu tunggu apalagi. Cepat pergi. Cepat!”Felita mengelus punggung ibu mertuanya yang sedang kesenangan begitu tahu kalau keluarga Smith datang berkunjung. Entah angin apa yang membawa mereka kemari, yang jelas ini adalah sebuah keberuntungan yang sangat luar biasa. Meski tak ikut campur dengan urusan kantor, tapi Felita tahu dengan pasti kalau ada hubungan tak biasa anta
“Aku tidak mau!”Sellandra dengan tegas menolak perintah sang nenek yang memintanya agar menceraikan Ero. Dia yang baru saja kembali dari berolahraga sangat syok ketika diminta untuk bercerai setelah keluarga Smith datang berkunjung. Sudah pasti permintaan tidak masuk akal ini langsung di tolak tegas oleh Sellandra. Sudah gila apa. Sellandra tidak seserakah itu sampai harus mengorbankan hubungannya dengan Ero yang mulai … menghangat.“Nenek, tanpa mengurangi rasa hormatku kepada Nenek dengan tegas aku menolak untuk bertemu dengan Tuan dan Nyonya Smith. Aku ini sudah menikah dengan Ero, Nek. Jadi bagaimana mungkin aku menemui keluarga dari pria asing yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya. Dan juga … sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Ero. Dia suamiku. Akan selalu seperti itu sampai kapanpun juga!” ucap Sellandra dengan lantang menegaskan kalau dia tidak akan menceraikan Ero. Tidak akan.PlaaakkkkZik
Nadia duduk diam sambil memperhatikan Ero yang tengah mengompres luka lebam di pipi Sellandra. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka kalau Ero akan muncul dan membela mereka di hadapan keluarganya. Moment ini benar-benar sangat mengharukan. Terlebih lagi setelah Nadia menyaksikan sendiri betapa Ero begitu peduli akan Sellandra, hatinya semakin yakin kalau menantu yang dipilihkan oleh mendiang ayah mertuanya adalah yang terbaik.“Awwhhh,” ringis Sellandra ketika luka di pipinya sedikit tertekan tangan Ero.Fuuhh fuuhhhhMelihat Sellandra meringis kesakitan, Ero dengan hati-hati meniup luka memar di pipinya. Entahlah. Perasaannya saat ini sangat sulit untuk digambarkan. Selalu dan selalu saja dia terlambat menyelamatkan Sellandra dari kejahatan nenek tua itu. Andai saja tadi Ero datang lebih cepat, pipi Sellandra pasti tidak akan terluka seperti ini. Benar-benar keluarga yang sangat kejam. Tega sekali Nyonya Kasturi memperlakukan cucunya sendiri sam
Sellandra tersenyum ke arah sang ibu yang tengah berdiri di sebelahnya. Dia kemudian mengelus tangannya dengan lembut, paham kalau sang ibu tengah mengkahwatirkan perasaannya.“It’s oke, Bu. Aku baik-baik saja.”“Bagaimana bisa kau berkata baik-baik saja di saat Ibu tahu kalau kau sebenarnya sangat tidak ingin bertemu dengan mereka, Sell,” sahut Nadia seraya menghela nafas panjang. Di tatapnya wajah Sellandra penuh rasa iba. Putrinya begitu baik, tapi kenapa selalu mendapat perlakuan tak adil dari keluarganya sendiri. Nadia sungguh tak habis pikir setiap kali mengingat perbuaant kejam yang dilakukan oleh ibu mertua dan juga adik iparnya. Bagi Nadia, tidak ada apa-apa kalau dia yang disakiti, Nadia sabar menghadapinya. Akan tetapi Sellandra, Nadia sungguh tak tega. Apa mereka sama sekali tidak merasa kasihan menyakiti seorang anak yang sudah tidak memiliki ayah lagi? Entahlah, hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu.Mas Riandi, putri kita disakiti sampai sebegini dalamnya oleh nenek dan
“Kintan, ayo kita menikah!”PraanngggKintan tak sengaja menjatuhkan gelas yang sedang dipegangnya saat mendengar ucapan Davis yang mengajaknya untuk menikah. Meski hal ini sudah termasuk ke dalam rencana Kintan dan kakaknya, tetap saja Kintan merasa keget mendengarnya. Bukannya apa. Dia hanya tak menyangka kalau Davis akan secepat ini mengajaknya menikah. Apalagi selama dua minggu ini Davis terkesan menghindar dan menolak untuk bertemu. Jadi wajar sajakan kalau Kintan bereaksi seperti sekarang saat pion yang sedang dia incar mendadak mengajaknya masuk ke dalam permainan yang baru? Luar biasa.Pucuk di cinta ulampun tiba. Akhirnya kau masuk juga ke dalam perangkapku, Davis. Haha, ujar Kintan membatin.“Bagaimana? Kau bersedia tidak kalau kita menikah?” tanya Davis mendesak Kintan agar segera menjawab tawarannya.“Ekhmmm, Davis. Jujur aku sangat kaget mendengar hal ini. Bukannya aku tidak bersedia, hanya saja kita ini k
Bima dengan penuh sukacita memeluk Kintan yang baru saja menyampaikan kabar bahagia. Akhirnya setelah beberapa hari Bima dibuat stress gara-gara Davis yang terus menghindari adiknya, malam ini dia mendengar kabar baik juga. Si pion bodoh itu akhirnya berdiri di pihak mereka juga. Bahkan dengan kesadaran diri menyatakan ingin membalas dendam pada Sellandra. Ini kabar yang sangat luar biasa baik bukan? Ibarat kata pepatah, sekali tepuk dua tiga pulau terlampaui. Haha.“Kebodohan Davis adalah jackpot yang sangat luar biasa untuk kita berdua, Kak. Aku sungguh tidak menyangka kalau dia akan langsung mengajakku menikah begitu kami berjumpa. Beruntung sekali bukan?” ucap Kintan saat sang kakak mengurai pelukan mereka. Dan Kintan patuh-patuh saja saat sang kakak mengajaknya untuk duduk di sofa.“Kau benar, Kintan. Haihh, tidak kusangka seorang manager dari perusahaan sebesar Aeron Group bisa sebodoh ini. Sulit dimengerti,” sahut Bima seraya mendudukkan
Ero melepas seatbelt dari tubuhnya kemudian menoleh ke samping. Dia tersenyum, merasa bahagia karena sekarang setiap pagi dia selalu melihat pemandangan yang begitu indah. Yaitu kecantikan istrinya."Ada apa?" tanya Sellandra. Dia agak kikuk ditatap Ero sambil tersenyum seperti itu."Kau cantik," jawab Ero setulus hati memuji Sellandra. Satu tangannya terulur mengelus puncak kepala wanita yang begitu di cintainya ini. "Maaf ya aku masih belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Aku harap kau tidak merasa bosan.""Kau ini bicara apa, Ero," sahut Sellandra. "Kau tahu bukan kalau aku tidak pernah mempermasalahkan tentang hal semacam ini? Aku tidak suka.""Iya aku tahu. Aku hanya merasa beruntung saja memiliki istri yang tidak pernah memandang dari statusku yang hanya seorang pria miskin. Kau bahkan tidak pernah menanyakan tentang kewajibanku dalam menafkahimu. Jadi wajar sajakan aku sebaga
Sellandra langsung menghela nafas panjang melihat Bima yang dengan tidak sopannya masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia yang kala itu tengah menandatangi berkas yang di bawa oleh bawahannya hanya bisa diam saja ketika Bima dengan lancang duduk di pinggiran meja kerjanya. Benar-benar keterlaluan. Sellandra sungguh tidak paham mengapa Bima bisa dengan mudah menjatuhkan nama baiknya sendiri di hadapan orang lain. Tidakkah dia berpikir akan nama besar keluarga mereka? Heran.“Semua berkasnya sudah selesai aku tandatangani. Kau sudah bisa membawanya ke ruanganmu,” ucap Sellandra sembari merapihkan berkas yang barusaja selesai dia tandatangani kemudian dia serahkan kepada bawahannya.“Terima kasih, Nona Sellandra. Kalau begitu saya permisi. Tuan Bima, saya permisi.”“Iya,” sahut Sellandra.Bima hanya tersenyum saja saat Sellandra menatapnya tajam. Alih-alih merasa bersalah karena sudah berlaku tidak sopan, Bima malah dengan sengaja menyilangkan kedua kakinya sa