“Tidak usah diungkit lagi, Ma. Itu kejadian udah lama, dan polisi juga sudah menutup kasusnya,” balas Dipta pelan. Pria itu langsung beranjak dari tempat duduknya menuju ke arah westafel, mencuci kedua tangannya sambil bercermin, menatap wajahnya sendiri di kaca.Mendengar jawaban putranya yang seperti itu, membuat feeling Vania semakin yakin kalau Dipta ada keterlibatan dalam kasus kematian Widya, yang terbilang mendadak sekaligus mengenaskan, bahkan terasa janggal bagi Vania.Tidak ingin merusak suasana pagi ini, Vania akhirnya memilih diam. Menutup obrolan yang membuat pertengkaran antara dirinya juga Dipta. Vania ikut beranjak dari sofa menuju ke arah westafel, mencuci kedua tangan dan melihat ke arah brankar ranjang, yang mana Dipta tengah mengecup kening Kaira cukup lama.“Apa kamu secinta itu sama Kaira?” tanya Vania, menatap putranya yang langsung mengangkat kepala dari kening Kaira, menatap Vania dengan tatapan sendu.“Ya, Dipta sangat mencintai Kaira, bahkan akan melakukan a
“Holy shit!” umpat Dipta saat melihat berita tentang Bayu, yang mengaku anak dalam kandungan istrinya, merupakan benih dari pria berengsek itu.Melihat Kaira yang terus terduduk lemas, Dipta buru-buru membantu tubuh istrinya berdiri, menyuruhnya duduk di pinggiran ranjang brankar.Darah yang berceceran membuat Dipta sigap segera menelepon pihak medis untuk segera masuk ke dalam kamar rawat inap istrinya.Tak membutuhkan waktu lama, tenaga medis itu datang dan langsung membetulkan saluran infus. Disusul oleh petugas kebersihan yang segera mengepel lantai penuh darah. Pasalnya, Kaira sangat lemas jika melihat banyak darah di depan matanya.Setelah semua beres, Dipta menatap istrinya yang mendadak diam tak bersuara. Bahkan Dipta sudah menawarkan jus alpukat yang sudah dibelinya barusan. Jawaban Kaira hanya menggelengkan kepala saja tanpa mengeluarkan suara.“Nggak usah dipikirin. Aku percaya sama kamu, kalau itu anakku,” ucap Dipta menyakinkan Kaira jika anak dalam kandungan istrinya itu
“Tutup mulut busukmu itu keparat!” maki Dipta yang sudah ingin menghajar wajah Bayu kembali, tapi kedua lengannya ditahan kuat oleh Vania dan Adit. “Sekali lagi bicara, kurobek mulutmu!”Bayu yang terus memicu keributan langsung diseret pergi menjauh dari ruang persidangan. Kini Dipta langsung berjalan menghampiri istrinya, yang masih duduk terdiam lemas.“Are you oke?” tanya Dipta yang merasa khawatir dengan istrinya. Kaira pun mengangguk pelan. Merasa lega kasus yang menjadi bebannya selama ini akhirnya selesai. Kaira pun menangis bahagia yang membuat Dipta langsung memeluknya di depan ruang persidangan.“Sebaiknya kita pulang,” ajak Vania yang sudah memasang kacamata besar berwarna cokelat dengan merek branded di bagian frame-nya.Dipta yang paham jika istrinya tampak lemas langsung menggandengnya erat. Vania dan Wisnu berjalan di depan, di belakangnya ada Dipta juga Kaira. Adit serta orang kepercayaan lainnya, berada paling belakang untuk melindungi bosnya.Benar saja, saat baru k
“Itu di sana masih kotor! Bisa bersih-bersih nggak, sih!? Sudahlah hentikan, nanti perabotan rumah ini pecah gara-gara kamu nggak bisa bersih-bersih lagi!” komentar Vania melihat hasil kerja Kaira, yang sejak tadi bersih-bersih hiasan bufet.Dikomentar pedas seperti itu membuat Kaira lesu. Apalagi, menurut matanya sangat bersih, tapi kenapa Mama mertuanya mengatakan masih kotor? Sungguh aneh.Kaira yang penasaran, ingin mengeceknya kembali dengan mengelapi lagi, tapi justru ocehan dari Vania yang terdengar begitu cetar di telinga.“Sudah dibilang jangan bersih-bersih nanti perabotan saya rusak! Kamu tahu, kan, itu harganya mahal semua.”“Iya, Ma, maaf.”“Kamu ini minta maaf terus kerjaannya. Lawan kalau ada yang nindas dong!” geram Vania yang kesal dengan sikap pasrah dari Kaira. “Ah, sudahlah! Tadi Dipta buat roti, udah dimakan belum!?” tanya Vania jutek.“Hehe, lupa, Ma. Tadi bangun cuci muka terus turun ke sini.”“Yaudah sana mandi terus sarapan. Kalau sakit sama pingsan, nanti say
“Sudahlah tidak usah didengarkan ucapan orang gila. Biasanya banyak ngawur dan ngarangnya,” jawab Vania, langsung membawa Kaira keluar dari ruangan Melodi.Entah kenapa hati Kaira masih ingin berlama-lama di sini, ingin mengobrol dengan Melodi meski sekarang sahabatnya sekarang menjadi gila seperti ini.Melihat Melodi yang tertawa sendiri sambil menggulung-gulung rambut ke atas membuat hati Kaira merasakan miris. Apalagi dulu Melodi sangat cantik dan semampai, tapi sekarang? Fisik wanita itu bahkan sangat kotor tak terurus.Kaira merasakan jika hukum tabur tuai itu memang ada di dunia ini. Tinggal menunggu waktu yang tepat kapan kita akan mendapatkan hal itu. Jika kita rajin menabur kebaikan, suatu saat akan mendapat balasan kebaikan berlipat ganda, begitu juga sebaliknya. Saat kita menabur sebuah kejahatan, kita hanya menunggu waktu kejahatan itu akan tiba kepada dirinya kita.Contoh nyata dalam diri Kaira, dulu Melodi dan Mas Bayu sangat jahat kepadanya. Bahkan selalu menghina, memf
“Jadi nanti—““Bisa diam nggak!?” potong Dipta kesal dengan sekretarisnya ini yang dari tadi menerocos terus sepanjang jalan menuju ke tempat meeting. Bahkan mood Dipta sudah ancur semenjak acara enak-enaknya diganggu oleh manusia di sampingnya ini.Bukan hanya sekali, tapi sudah keseringan sekretarisnya ini sering sekali memergokinya sedang asoy-asoy bersama Kaira. Ingin rasanya Dipta celupkan ke dalam kolam renang manusia di sampingnya ini yang tengah sibuk menonton anime.“Demen banget lihatin manusia gepeng begitu,” sindir Dipta berkomentar soal kebiasaan sekretarisnya yang suka berbau Jepang.Bisa dibilang, Dipta ini tipe bos yang tidak terlalu otoriter dan dictator. Dipta akan membebaskan bawahannya selama pekerjaan mereka beres dengan baik. Contoh nyata sekretarisnya ini yang setiap pergi bersamanya pasti selalu sibuk menonton anime di dalam mobil setelah selesai menerocos soal meeting, dan Dipta tidak keberatan. Prinsip dalam hidup Dipta, ingin membuat orang yang bekerja denga
“Memang apa yang Papa Wisnu perbuat dulu?” gumam Kaira yang tak sengaja mendengar pembicaraan suami istri itu. Setelah menunggu beberapa menit, menunggu kedua mertuanya sudah tak mengobrol lagi, Kaira baru berani mengetuk pintu pelan, dan mendorong pintu itu masuk. Kaira tersenyum tipis yang membuat Vania menghela napas panjang. “Dipta mana, Kai!?” tanya Vania yang tak melihat putranya ikut masuk ke dalam. “Mas Dipta lagi nyari angin sebentar, Ma,” jawab Kaira berbohong. Vania kembali mendengkus kasar saat tahu jika Dipta justru pergi keluar mencari angin. Padahal Papanya sudah sadar. Vania yang lagi kesal dengan Dipta, kini melampiaskan kepada Kaira yang ada di depan mata. Menggerutu soal Dipta, dan menyalahkan Kaira karena tidak bisa mencegah suaminya pergi. “Sudah biarkan saja, Ma. Jangan marahi Kaira terus, kasihan dia,” timbrung Wisnu dengan suara yang sangat pelan. Merasa sangat kasihan dengan menantunya ini. “Mama lagi kesel aja, Pa. Yasudahlah kalau begitu. Kamu sebaiknya
“Kaira,” cicit Dipta lirih, kaget melihat kedatangan istrinya ke apartemen. Sengaja Dipta tak memberitahukan jika dia sudah pulang ke Indonesia karena masih banyak yang harus diurus dan selesaikan.Kaira yang ingin marah, meluapkan semua kekesalan hatinya kepada Dipta, kini cuma bisa menangis saja tanpa berkata apapun. Terlebih melihat wajah serta tubuh suaminya yang tampak tak terurus membuat hati Kaira tak tega mengomeli suaminya.Cukup lama saling diam-diaman dengan hati yang sama-sama sakit, Dipta mempersilakan Kaira masuk ke dalam apartemennya. Kaira pun ikut masuk, bibirnya masih terkatup rapat.Dipta memilih duduk di sofa ruang tv, Kaira pun ikut duduk di samping suaminya dengan sama-sama saling diam satu sama lain. Kaira merasakan sudah tak mengenal Dipta saat ini, rasanya seperti orang asing.“Gimana kabar Papa Wisnu?” Kaira akhirnya memutus aksi saling diam-diamannya dengan Dipta. Kedua netra cokelatnya menatap sendu ke arah Dipta, yang nama rambut dari suaminya sudah panjan