"Soal ini nanti kita bahas kalau sudah di rumah, ya. Aku masih di jalan soalnya," kata Dipta mencoba mengalihkan pembicaraan dengan Kaira.Mendengar suara bising jalanan membuat Kaira mengiyakan ucapan suaminya.Wanita itu akhirnya berpamitan kepada Dipta di telepon. Setelah terputus, Dipta menghela napas begitu kasar.Tiba di rumah sakit, Dipta buru-buru masuk ke dalam ruang rawat inap papanya. Ternyata mereka sedang beres-beres mau pulang."Lho, udah boleh pulang emangnya?" tanya Dipta menatap wajah kedua orangtuanya secara bergantian."Iya, tadi pagi dokter visit ke sini dan bilang kalau Papa sudah boleh pulang," jawab Vania sibuk membereskan beberapa pakaian milik Wisnu.Dipta melihat kondisi Papanya membaik, merasa lega. Tapi memperhatikan ekspresinya sejak tadi yang diam saja membuat Dipta bertanya-tanya sendiri dalam hati."Memikirkan ucapan Kaira?" singgung Dipta yang berhasil membuat Wisnu bereaksi dengan menatapnya. "Dia bahkan ingin membuka kasus belasan tahun itu kembali,"
"Pak Dipta yakin kita berdua aja yang pergi?" Kedua manik cokelat itu tampak terlihat gelisah. Merasa tidak enak dengan Kaira, yang notabene adalah Ibu Bosnya."Ya, tidak mungkin saya bawa istri ke acara seperti itu. Dia lagi hamil muda dan butuh istirahat yang cukup," jawab Dipta masuk akal."Tapi saya nggak enak sama Ibu Kaira, Pak.""Kenapa harus tidak enak? Memangnya saya mau ajak kamu ngapain? Tugas kita di sana itu mencari investor sebanyak-banyaknya mumpung ada acara pesta begini," jelas Dipta santai, bahkan terlihat tidak memikirkan perasaan Selly yang tidak enakan itu.Dijawab sarkas begitu membuat Selly menelan ludahnya berkali-kali. Lagipula bukan itu maksud Selly. Dia hanya tidak enak dengan Ibu Bosnya. Takut berpikiran macam-macam nanti.Ya, meski kalau dipikir-pikir dia juga tidak akan berani melakukan hal aneh. Apalagi sampai melakukan hal zina sama pria beristri.Tiba di Bali, Dipta maupun Selly dijemput mobil yang sudah disiapkan oleh Bagas. Mereka langsung melaju ke
“Siapa, sih, yang ganggu orang tidur,” dengkus Dipta ketika mendengar suara bel, ketukan, bahkan panggilan lirih namanya.Tidak mungkin hantu, ‘kan? Suaranya seperti tidak asing di telinga Dipta. Alhasil, ia bangun dari posisi tengkurepnya.Dipta berjalan menuju ke arah pintu dengan muka ngantuknya. Sebelum membuka pintu, Dipta menyempatkan diri mengintip lubang kecil yang memang tersedia di daun pintu.“Selly,” gumam Dipta lirih, ia buru-buru membukakan pintu. Dipta terkejut saat gadis itu langsung memeluknya erat sambil menangis. “Kamu kenapa nangis?” tanya Dipta kebingungan sendiri.Gadis itu tidak menjawab melainkan terus memeluk Dipta erat. Tangisnya semakin pecah yang membuat Dipta kebingungan sendiri.Tidak ingin mengundang kecurigaan kepada petugas dan penghuni hotel lainnya, Dipta mengajak Selly masuk ke dalam kamarnya. Mempersilakan Selly untuk duduk di pinggiran ranjang.Setelah gadis itu duduk, Dipta menatap ke arah Selly sambil melipat kedua tangan di depan dada. Ada yang
“Kayaknya, sih, enggak, Dip,” jawabnya sok berpikir, bahkan ekspresinya dibuat polos yang justru membuat Dipta semakin meradang.“Bego! Lo tolol banget, Gas! Lo rusak anak orang, dan lo lupa pakai pengaman? Pikiran lo di mana, ha!?” semprot Dipta meluapkan emosinya yang terbendung sejak semalam.Tidak hanya menyemprot dengan makian dan omelan kepada Bagas. Dipta bahkan sudah memiting leher milik Bagas, karena saking gregetannya.Bagas yang merasa kehabisan napas, langsung membalas Dipta dengan umpatan yang tak kalah kasarnya.“Bego gue bisa mati kalau gini!” keluhnya sambil berusaha melawan Dipta.“Biarin aja lo mati sekalian! Lagian lo tolol banget ngerusak anak orang sampai segitunya! Kalau dia hamil gimana, ha!? Lo udah rusak masa depan dia tahu nggak!” omel Dipta yang masih saja diliputi rasa emosi yang sangat tinggi.“Kalau dia sampai hamil, gue bakalan tanggung jawab nanti. Gue bakalan nikahin dia, Dip.”Dipta yang lelah berkelahi dengan Bagas, memilih duduk kembali. Menyeruput
"Kenapa sekarang kamu ingin tahu orang itu, Kaira? Bukannya kasus itu udah lama, hm?" Dipta mencoba bersikap lembut, meski dalam hatinya tak bisa dipungkiri kalau jantungnya berdegup kencang. Bingung sekaligus dilema berada di posisi seperti ini.“Ya, emang sudah lama, tapi aku merasa harus mengusut kasus ini lagi, Mas.”“Tapi untuk apa? Mereka udah tenang di surga, Kaira.”“Kata siapa? Buktinya, mendiang kedua orang tuaku terus hadir dalam mimpi. Mereka tuh seolah-olah kasih petunjuk buat aku gitu,” debat Kaira yang masih bersikukuh dengan pendapatnya.“Lagian mimpi tuh hanya bunga tidur aja.”Mendengar tanggapan suaminya seperti ini membuat Kaira merasa tak dibela sama sekali. Wajahnya langsung muram. Bibirnya cemberut, manyun ke depan.Hal ini sontak mencuri perhatian dari Dipta. Pria itu seakan sadar jika ucapannya menyakiti hati Kaira. Saat ingin memegang wajahnya, Kaira langsung menepis kasar telapak tangan milik Dipta.“Kamu tuh sebenernya mau bantu aku apa enggak, sih!?” deng
"Sabar, sayang. Tenangkan pikiranmu dulu. Redakan emosimu baru kita bahas soal ini," lerai Dipta mengalah."Gimana aku bisa tenang kalau suamiku saja membela bajingan itu! Padahal kamu nggak kenal dan tau dia! Bisa-bisanya kamu bela dia!" cerocos Kaira meledak-ledak.Deru napas Kaira bahkan sedikit tersengal-sengal akibat teriak terus menerus.Emosinya pun kurang stabil yang membuat kepalanya sakit. Ditambah perutnya menjadi keram.Merasa keras di bagian perut, Kaira meringis kesakitan."Awwwh!" rintihnya sambil memegangi lengan kekar milik suaminya."Nah Kan, apa yang sakit, hm? Aku bilang sabar tuh biar kamu nggak gini," nasihat Dipta, yang menolong istrinya dengan mengubah posisi jok mobil menjadi rebahan."Aku mau pulang," pinta Kaira dengan suara lirih, bibirnya masih mencoba menahan sakit di bagian perut.Dipta yang melihat kondisi istrinya seperti itu, tentu saja langsung melaju pulang.Selama di jalan, sebelah tangan kiri milik Dipta dibuat mengusap-usap bagian perut milik Kai
"Kami juga tidak ingin seperti ini," sahut Vania dengan sendu. "Tapi lagi-lagi kita semua tak bisa menghindari takdir, 'kan?" tambahnya dengan pandangan mata kosong."Ya, dan mungkin kehadiran Kaira ke dalam keluarga kita agar ….""Ssssstt … kita pasti bisa melewati ini semua, Pa. Semoga saja Kaira bisa mengerti," potong Vania cepat.Melihat perdebatan kedua orangtuanya yang masih saja ingin benar sendiri membuat Dipta memilih pamit pergi.Pria itu kembali menuju ke dalam kamar. Melihat istrinya yang tengah terlelap dalam damainya.Dielusnya kening milik Kaira dengan lembut penuh kasih sayang oleh Dipta. "Jangan pernah tinggalkan aku, Kaira," bisik Dipta setelah mengecup kening istrinya itu.Merasa jika tubuhnya juga butuh istirahat, Dipta memilih pergi ke dalam kamar mandi sebentar untuk bersih-bersih sebelum ikut tidur di samping tubuh istrinya.***"Morning Kaira, Dipta," sapa Vania dengan wajah ceria yang membuat Kaira menoleh ke arah samping, melihat Dipta, karena merasa aneh de
"Kenapa tiba-tiba datang ke sini? Ada apa, ha!?" sentak Dipta menatap tajam ke arah Bagas."Gue kayaknya harus ketemu sama Selly.""Ck! Emang ada apalagi? Mau bahas soal burung lo yang murahan itu!?" dengkus Dipta mendecak sebal."Ya, gue mau bilang kalau dia telat datang bulan ngabarin gue gitu," balas Bagas santai tanpa beban sedikit pun."Lo tolol apa gimana, sih! Dia pasti malu ketemu sama lo! Mending lo beri waktu dia sendiri dulu. Kalau lo ngebet gini, yang ada dia ilfil sama lo!" cerocos Dipta panjang lebar mengomeli Bagas."Gitu, Dip?" tanya Bagas dengan wajah tanpa dosanya."Ck! Pakai nanya lagi! Ya iya lah gitu!" Dipta yang merasa kesal dengan sahabatnya memilih duduk di kursi kebesarannya.Menghadapi Bagas dan ketololannya membuat emosinya meningkat.Sedangkan Bagas hanya diam sambil mengusap-usap dagunya sendiri, seakan-akan sedang menyerap nasihat dari Dipta."Gue juga lagi bimbang," celetuk Dipta tiba-tiba yang membuat Bagas menoleh ke arahnya sambil menaikkan sebelah a
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y