Share

192). Permintaan Maaf Ginanjar

***

"Ada apa?"

Seperti seorang maling yang terpojok, Adara merapatkan punggungnya pada pintu ketika pertanyaan tersebut diucapkan Danendra yang tahu-tahu sudah berdiri di depannya.

"Apanya yang ada apa?"

"Barusan ada apa? Aku dengar kamu teriak-teriak," tanya Danendra.

"Bukan apa-apa," kata Adara.

Danendra menaikkan sebelah alis. "Bukan apa-apa, tapi sampai teriak?" tanyanya. "Kamu lupa sama janji kamu, Adara? Ini bahkan belum dua puluh empat jam lho."

Adara menghembuskan napas kasar. "Pengemis," celetuknya. "Tadi udah aku kasih, tapi dia maksa pengen minta lagi."

Alih-alih percaya, Danendra justru terkekeh. "Pengemis?" tanyanya. "Kamu tuh ya, kalau enggak ada bakat bohong, udah jangan bohong."

"Apa sih? Orang aku serius."

"Adara, buka Adara."

"Ish." Adara mendesis ketika suara Ginanjar terdengar lagi. Dia pikir sang Papa sudah pergi setelah dia mengusirnya, tapi ternyata salah.

Pria lima puluh lima tahun itu ternyata masih ada.

"Kenalan dulu barusan?" tanya Danendra.

"Apanya?"

"Itu k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status