Bab 70 Perjalanan Jauh"Siapa yang ganteng?!" ketus Mas Hilman yang tiba-tiba muncul. Lalu duduk di bangku sebelahku. Raut wajahnya terlihat dingin. Ditambah lirikan tajam dari matanya yang ditujukan ke arahku. Aku dan Rahma dibuat membisu seketika manakala Mas Hilman mengambil nasi dan lauk pauk dengan sedikit kasar. Sikapnya betul-betul jauh berbeda dari biasanya yang ku lihat. Ah, entah kini apalagi alasan yang membuatnya bersikap dingin seperti itu padaku? "Kenapa, sih, Mas? Dateng-dateng ngegas!" omel Rahma pada kakaknya itu. Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkah kakak adik di hadapanku ini. Lagipula aku lebih memilih untuk tidak mengomentari ucapan Mas Hilman barusan. "Abis sarapan kamu siap-siap, ikut aku pergi," kata Mas Hilman tanpa menoleh ke arahku. "Ya," jawabku singkat. Karena statusku masih istrinya, bagaimana pun juga aku harus menuruti perintahnya. Selama bukan dalam hal maksiat. ***Sebelum pergi Mas Hilman memintaku untuk memakai jaket. Katanya karena per
Bab 71 Pesan dari Sarah"Selamat, ya, Sarah. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawwadah wa rahmah," ucapku sambil tersenyum pada Sarah. Sarah pun tersenyum setelah mendapatkan ucapan selamat dariku. Lalu melakukan hal yang tak ku sangka-sangka sebelumnya. Bahkan sampai membuatku tertegun dengan hal yang ia lakukan tersebut. Tak hanya itu, sikap yang ditujukan Sarah padaku itu membuat hampir semua pasang mata tertuju pada kami. Antrian jabat tangan pun sampai terhenti gegara apa yang dilakukan Sarah terhadapku. ***"Sarah tadi bilang apa, Mbak?" tanya Mas Hilman disaat aku bersiap untuk tidur. Ya, sebuah kejadian yang tak ku sangka-sangka saat di acara pernikahan Sarah tadi siang adalah dimana ketika giliranku menjabat tangan Sarah tiba-tiba ia memelukku sembari mengatakan jila ia menitipkan Mas Hilman padaku. Sontak aku yang mendapatkan perlakuan demikian juga ucapannya itu membuatku tertegun. Sebab, itu kali pertama kami berpelukkan dan dalam situasi yang bagiku cukup menegang
Bab 72 BaikanDi suatu malam aku kembali dihadapkan pada situasi yang amat canggung bersama Mas Hilman. Ya, kesekian harinya aku dan suami mudaku itu masih terlibat dalam kondisi saling terdiam. Penyebabnya apalagi kalau bukan masalah tentang hati. Biarpun aku sudah menerima permintaan maaf dari Mas Hilman, akan tetapi rasa kecewa terhadapnya masih belum bisa ku hilangkan. Walaupun aku tahu Sarah sudah menikah. Namun, bukan berarti Mas Hilman akan langsung melupakannya begitu saja. Aku masih takut jika suami mudaku itu melakukan kebohongan yang sama perihal hatinya itu padaku. "Mbak ...." Suara Mas Hilman terdengar lembut di telingaku. Aku yang masih merasa kecewa pun menoleh dengan malas. "Ada apa?" "Sarah udah nikah, Mas Aryo juga udah pergi.""Terus?" potongku. "Tolong urungkan niatmu untuk berpisah denganku.""Kenapa harus ku urungkan?" aku kembali menatap layar hp ku. "Demi calon anak kita."Seketika aku dibuat mematung mendengar ucapan Mas Hilman barusan. Darimana ia tah
Bab 73 Kabar Baik dari SariBeberapa tahun pun berlalu. Kehidupan rumah tanggaku kini semakin baik. Ditambah adanya kehadiran sang buah hati yang Mas Hilman beri nama Abrisam. Dimana arti dari anak kami itu adalah orang yang lembut lagi tampan. Sebagai istri waktu itu aku hanya bisa mengiyakannya saja. Lagipula aku sendiri juga tak punya referensi untuk nama bayi laki-lakiku yang sekarang sudah menginjak usia dua tahun. Pagi itu tidak sengaja aku melihat Mas Hilman yang tampak sumringah usai menerima panggilan telepon dari seseorang. Karena penasaran aku pun menghampiri suami mudaku itu. Sebab, jarang sekali aku melihat Mas Hilman menunjukkan ekspresi wajah berseri seperti itu. "Abis terima telepon dari siapa, sih? Kok seneng banget keliatannya," godaku pada Mas Hilman. "Dari Mas Aryo. Katanya—""Mas Aryo? Kenapa?" potongku. "Makanya dengerin dulu. Mas Aryo mau pulang, terus–""Terus kenapa?" lagi-lagi saking semangatnya aku sampai ku potong lagi ucapan Mas Hillman. Mas Hilman t
Bab 74 Masa Lalu dengan Namu"Udah gak penasaran, kan?" godaku pada Mas Hilman saat tahu siapa yang akan menjadi calon suami dari Sari. "Dari awal Mas gak begitu penasaran, ya," kata Mas Hilman berusaha menjaga gengsi-nya. Mas Hilman sendiri sudah cukup kenal siapa Namu. Sebab, dulu disaat aku dan Mas Hilman masih dalam masa-masa prahara rumah tangga, ada suatu hal yang amat membuat Mas Hilman marah terhadap Namu. ***"Kamu yakin Sari bakal bahagia sama Namu? Pikirkan lagi lah keputusanmu itu, Mbak," ujar Mas Hilman. Seteleh kepulangan Namu dan Sari tadi pagi, Mas Hilman tanpa banyak berbasa-basi langsung memperlihatkan keraguannya akan pilihan dari sahabatku itu. "Mana bisa begitu, Mas?" ku tatap heran sekaligus menahan kesal pada Mas Hilman. Aku tahu, suami muda ku itu masih menyimpan rasa amarahnya terhadap Namu. Tapi, masa lalu hanya lah masa lalu. Toh, sekarang Namu sudah berubah. Ia bahkan sudah berani menyatakan dirinya akan menikah dengan orang lain. Bukan kah itu artin
#SdmsBab 75 Kepulangan Mas Aryo Dengan ..."Haduh ... Kamu, tuh, ya, Mas!" ku cubit gemas lengan Mas Hilman yang membuatnya kesakitan.Biar tahu rasa dia! Kesal aku dibuatnya."Ada apa, sih?" tanya Bulik Erni pada kami.Ku tatap kesal sebentar pada Mas Hilman. Lalu menjelaskan kepada Ibu mertuaku perihal kebiasaan yang dilakukan anak lelakinya itu ketika Abrisam sedang buang air besar. Yaitu lebih memilih memanggil diriku ketimbang membersihkannya sendiri.Berbeda cerita jika aku lah yang sedang mengasuh Abrisam. Dengan senang hati tanpa banyak mengeluh pasti langsung ku bersihkan. Hanya saja saat ini suami mudaku itu lah yang mengasuhnya. Dan hal semacam ini sudah sering ia lakukan bahkan sejak anak pertamanya itu lahir.Entahlah. Tapi yang jelas apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut terkadang membuatku jengkel. Apalagi disaat waktu aku sedang ingin beristirahat.Betul-betul heran aku dengan sikap suami mudaku yang satu ini. Padahal jelas-jelas Abrisam masih memakai diapers. Tingga
#SdmsBab 76 Kedatangan Mbak Susi Yang Tiba-tiba "Astagfirullah, kamu tuh ya!" Bu Watik mencubit gemas lengan Mas Aryo. Sontak apa yang dilakukan Bu Watik itu pun membuat kami semua termasuk aku menatap keheranan ke arahnya. Alhasil aku yang tadinya begitu serius menyimak apa yang akan disampaikan Mas Aryo pun berubah memasang wajah kecut. Pasti bukan hal yang penting. "Kenapa, Mbak?" tanya Ibu mertuaku pada kakak iparnya itu. Sambil terkekeh Bu Watik pun menjawab, "ini Aryo laper katanya."Mas Aryo pun menunjukkan raut wajah malu-malu mendengar Ibunya mengatakan keinginannya itu. Bulik Erni pun menggeleng pelan sambil mengulas senyum pada keponakannya itu. Lantas tanpa banyak berkata lagi beliau pun mengajak Mas Aryo dan keluarga Sarah untuk makan yang sebelumnya sudah disiapkan. ***Setelah makan kami pun kembali berkumpul. Kali ini bukan di ruang tamu, tetapi di ruang keluarga. Dimana ruangan ini termasuk ruang yang lumayan luas di rumah Bu Watik. Sambil memakan beberapa cem
Bab 77 Tuduhan Mbak Susi PadakuSiska! Siska lah yang mengancam Mbak Susi karena kepulangan Mas Aryo yang mendadak. Entah apa alasannya. Namun yang jelas hal itu cukup membuatku penasaran. Sebab, dua tahun terakhir semenjak perceraian antara Mas Aryo dan Siska, wanita itu sudah tak lagi terlihat. "Kamu tenang dulu, Sus!" ujar Bu Watik pada anak perempuannya itu. "Duduk!" pinta Bu Watik. Dengan wajah yang masih menahan kesal Mbak Susi duduk bergabung dengan kami. Lalu tanpa banyak berbasa-basi Bu Watik meminta anak sulungnya itu menjelaskan mengapa ia datang dengan sikap yang seperti itu. Sebelum menjelaskan semuanya Mbak Susi tiba-tiba mengarahkan pandangannya ke arahku. Tatapannya begitu tajam hingga membuatku sedikit ketakutan sekaligus keheranan. Takut jika nantinya ia menyerangku atau berbuat hal yang diluar dugaan. Heran karena aku merasa tak berbuat salah atau terlibat dalam permasalahan yang ia bawa sendiri. "Gara-gara kamu!" serang Mbak Susi dengan menunjuk ke arahku. S