#SdmsBab 75 Kepulangan Mas Aryo Dengan ..."Haduh ... Kamu, tuh, ya, Mas!" ku cubit gemas lengan Mas Hilman yang membuatnya kesakitan.Biar tahu rasa dia! Kesal aku dibuatnya."Ada apa, sih?" tanya Bulik Erni pada kami.Ku tatap kesal sebentar pada Mas Hilman. Lalu menjelaskan kepada Ibu mertuaku perihal kebiasaan yang dilakukan anak lelakinya itu ketika Abrisam sedang buang air besar. Yaitu lebih memilih memanggil diriku ketimbang membersihkannya sendiri.Berbeda cerita jika aku lah yang sedang mengasuh Abrisam. Dengan senang hati tanpa banyak mengeluh pasti langsung ku bersihkan. Hanya saja saat ini suami mudaku itu lah yang mengasuhnya. Dan hal semacam ini sudah sering ia lakukan bahkan sejak anak pertamanya itu lahir.Entahlah. Tapi yang jelas apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut terkadang membuatku jengkel. Apalagi disaat waktu aku sedang ingin beristirahat.Betul-betul heran aku dengan sikap suami mudaku yang satu ini. Padahal jelas-jelas Abrisam masih memakai diapers. Tingga
#SdmsBab 76 Kedatangan Mbak Susi Yang Tiba-tiba "Astagfirullah, kamu tuh ya!" Bu Watik mencubit gemas lengan Mas Aryo. Sontak apa yang dilakukan Bu Watik itu pun membuat kami semua termasuk aku menatap keheranan ke arahnya. Alhasil aku yang tadinya begitu serius menyimak apa yang akan disampaikan Mas Aryo pun berubah memasang wajah kecut. Pasti bukan hal yang penting. "Kenapa, Mbak?" tanya Ibu mertuaku pada kakak iparnya itu. Sambil terkekeh Bu Watik pun menjawab, "ini Aryo laper katanya."Mas Aryo pun menunjukkan raut wajah malu-malu mendengar Ibunya mengatakan keinginannya itu. Bulik Erni pun menggeleng pelan sambil mengulas senyum pada keponakannya itu. Lantas tanpa banyak berkata lagi beliau pun mengajak Mas Aryo dan keluarga Sarah untuk makan yang sebelumnya sudah disiapkan. ***Setelah makan kami pun kembali berkumpul. Kali ini bukan di ruang tamu, tetapi di ruang keluarga. Dimana ruangan ini termasuk ruang yang lumayan luas di rumah Bu Watik. Sambil memakan beberapa cem
Bab 77 Tuduhan Mbak Susi PadakuSiska! Siska lah yang mengancam Mbak Susi karena kepulangan Mas Aryo yang mendadak. Entah apa alasannya. Namun yang jelas hal itu cukup membuatku penasaran. Sebab, dua tahun terakhir semenjak perceraian antara Mas Aryo dan Siska, wanita itu sudah tak lagi terlihat. "Kamu tenang dulu, Sus!" ujar Bu Watik pada anak perempuannya itu. "Duduk!" pinta Bu Watik. Dengan wajah yang masih menahan kesal Mbak Susi duduk bergabung dengan kami. Lalu tanpa banyak berbasa-basi Bu Watik meminta anak sulungnya itu menjelaskan mengapa ia datang dengan sikap yang seperti itu. Sebelum menjelaskan semuanya Mbak Susi tiba-tiba mengarahkan pandangannya ke arahku. Tatapannya begitu tajam hingga membuatku sedikit ketakutan sekaligus keheranan. Takut jika nantinya ia menyerangku atau berbuat hal yang diluar dugaan. Heran karena aku merasa tak berbuat salah atau terlibat dalam permasalahan yang ia bawa sendiri. "Gara-gara kamu!" serang Mbak Susi dengan menunjuk ke arahku. S
Bab 78 Suasana yang Canggung"Aaarrghhhh!" teriak Mbak Susi lagi ketika aku menarik rambutnya semakin kuat. Mbak Susi benar-benar terlihat kesakitan karena ulahku. Ia bahkan terus berteriak meminta aku melepaskan tanganku dari kepalanya. Tapi sayang, aku tidak akan melepaskannya sebelum ia meminta maaf karena telah menuduhku atas keributan yang jelas-jelas karena kepulangan Mas Aryo. Bukan diriku!"Halimaaaah!" Tiba-tiba saja Bu Watik berteriak sangat kencang. Seketika aku dan lainnya pun terdiam dan mengalihkan pandangan kami ke arahnya. "Lepaskan anakku dan pergi!" usir Bu Watik. Aku yang diperlakukan seperti itu lantas menatap tajam mantan mertuaku itu. Reflek pula aku teringat dengan kejadian beberapa tahun silam dimana aku yang diusir dari rumah ini sekaligus ditalak oleh Mas Aryo. "Aduuh!!" pekik Mbak Susi ketika aku menarik kembali rambutnya dengan kuat lalu melepaskannya. Tanpa memedulikan semua orang yang ada dengan langkah kesal aku pun berjalan ke arah ruang tengah u
Bab 79 Dibalik Adanya Sebuah Kejutan Usai menerima panggilan telepon tersebut aku pun bergegas menuju alamat yang sudah diberikan oleh si penelepon. Sementara aku pergi, Abrisam pun ku titipkan pada neneknya. Hal biasanya yang sering aku lakukan ketika aku keluar luar dan tidak bisa membawa anak laki-lakiku itu. "Istrinya Hilman, ya?" tanya seseorang ketika aku sampai di suatu taman. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan lelaki yang ku perkiraan seuisaku itu. Entah, apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai si penelepon yang memakai hp mas Hilman tadi memintaku untuk datang ke taman ini. "Hilman ada di sana." Laki-laki itu menujuk ke suatu arah.Aku lantas mengikuti langkah kaki laki-laki di depanku itu. Hingga akhirnya langkah kakiku terhenti ketika aku melihat Mas Hilman yang duduk sembari membawa buket bunga yang cukup besar. Suami mudaku itu tersenyum lebar ke arahku. Senyuman yang selalu mengingatkanku pada maknae dari group boy band BTS.Bukan hanya Mas Hilman yang berada di
Bab 80 Minta Maaf Dengan sangat terpaksa aku pun mengiyakan permintaan dari Mas Hilman.Meskipun aku mengalah untuk meminta maaf duluan, namun bukan berarti Mbak Susi tidak harus meminta maaf padaku. Sebuah cara pun tiba-tiba tercetus dalam pikiranku supaya aku bisa membuat Mbak Susi juga ikutan meminta maaf atas tuduhannya itu. Dan aku yakin dengan cara ini akan berhasil membuat Mbak Susi berpikir seribu kali jika kedepannya ia bersikap bod*h lagi terhadapku.***Hari yang ditunggu pun tiba. Tepatnya hari ini adalah hari dimana Mas Aryo akan mengadakan sebuah pengajian sekaligus syukuran atas pernikahan ketiganya. Dan di hari ini juga lah aku berniat untuk meminta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu pada Mbak Susi.Namun sebelum acara inti dimulai, aku akan membuat kejutan untuk orang-orang yang hadir di acara kali ini. Terutama untuk keluaga Mas Aryo dan keluarga Bulik Erni. Terkhusus Mas Hilman yang sudah mengorbankan sebagian uang gajinya untuk memberikanku kejutan dengan
Bab 81 Sejak Kapan?Tapi ... ternyata Mas Hilman malah sudah tertidur pulas. Jelas hal itu membuatku semakin kesal padanya. Kebiasaan setiap kali kami sedang berdiskusi seperti ini sering aku ditinggal tidur tanpa pamit. "Hiiiiih!!!" Hampir saja tanganku melayang ke wajah imut Mas Hilman. "Sabar, sabar, sabaaar ...," batinku sembari menarik kembali tanganku.***Singkat cerita hari pernikahan Sari pun tiba. Kini resmi lah sahabatku itu menjadi istri dari teman lamaku, Namu.Antara senang dan sedih di hari spesial ini. Senang karena melihat kedua sahabatku akhirnya menjadi pasangan halal. Di sisi lain jelas aku merasa sedih karena aku masih bertanya-tanya dengan uang yang diberikan Mas Hilman untuk sumbangan ke pengantin baru di hadapanku itu.Dapat darimana suami mudaku itu? "Kamu dapat duit darimana, Mas?" tanyaku di suatu pagi. "Duit apa?" jawab Mas Hilman sambil mengambil nasi di hadapannya. "Duit sumbangan buat Sari kemarin," kataku. "Jangan bilang pinjam sama Mas Aryo, ya,
Bab 82 Hubungan Mas Aryo dan Siska Setelah Perceraian Atau jangan-jangan ada hal lain yang sedang disembunyikan suami mudaku itu? Dan sikapnya ini ia gunakan untuk mengulur waktu supaya bisa mendapatkan jawaban yang tepat.Haduh, benar-benar Mas Hilman suka sekali membuatku berpikiran negatif terhadap dirinya. Astaghfirullah ...."Istri itu gak perlu tau berapa gaji suami. Terpenting aku sudah melaksanakan kewajibanku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan memberikanmu nafkah," balas Mas Hilman lembut sambil mengulas senyum bak Jungkook si biasku."Aku nabung ini udah lama. Sebelum kita menikah. Tepatnya ...." Mas Hilman sengaja memperlambat bicaranya. Sontak hal itu malah semakin membuatku penasaran juga tak sabaran."Apa?!" kesalku."Sabar sayang ...," kata Mas Hilman dengan senyum menggoda.Bukannya tergoda aku malah semakin kesal dengan sikapnya.Umur Mas Hilman sudah tambah tiga tahun dari sejak kami menikah, tetapi sikap tengil dan menyebalkannya itu sama sekali tak berubah.
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman