Bab 73 Kabar Baik dari SariBeberapa tahun pun berlalu. Kehidupan rumah tanggaku kini semakin baik. Ditambah adanya kehadiran sang buah hati yang Mas Hilman beri nama Abrisam. Dimana arti dari anak kami itu adalah orang yang lembut lagi tampan. Sebagai istri waktu itu aku hanya bisa mengiyakannya saja. Lagipula aku sendiri juga tak punya referensi untuk nama bayi laki-lakiku yang sekarang sudah menginjak usia dua tahun. Pagi itu tidak sengaja aku melihat Mas Hilman yang tampak sumringah usai menerima panggilan telepon dari seseorang. Karena penasaran aku pun menghampiri suami mudaku itu. Sebab, jarang sekali aku melihat Mas Hilman menunjukkan ekspresi wajah berseri seperti itu. "Abis terima telepon dari siapa, sih? Kok seneng banget keliatannya," godaku pada Mas Hilman. "Dari Mas Aryo. Katanya—""Mas Aryo? Kenapa?" potongku. "Makanya dengerin dulu. Mas Aryo mau pulang, terus–""Terus kenapa?" lagi-lagi saking semangatnya aku sampai ku potong lagi ucapan Mas Hillman. Mas Hilman t
Bab 74 Masa Lalu dengan Namu"Udah gak penasaran, kan?" godaku pada Mas Hilman saat tahu siapa yang akan menjadi calon suami dari Sari. "Dari awal Mas gak begitu penasaran, ya," kata Mas Hilman berusaha menjaga gengsi-nya. Mas Hilman sendiri sudah cukup kenal siapa Namu. Sebab, dulu disaat aku dan Mas Hilman masih dalam masa-masa prahara rumah tangga, ada suatu hal yang amat membuat Mas Hilman marah terhadap Namu. ***"Kamu yakin Sari bakal bahagia sama Namu? Pikirkan lagi lah keputusanmu itu, Mbak," ujar Mas Hilman. Seteleh kepulangan Namu dan Sari tadi pagi, Mas Hilman tanpa banyak berbasa-basi langsung memperlihatkan keraguannya akan pilihan dari sahabatku itu. "Mana bisa begitu, Mas?" ku tatap heran sekaligus menahan kesal pada Mas Hilman. Aku tahu, suami muda ku itu masih menyimpan rasa amarahnya terhadap Namu. Tapi, masa lalu hanya lah masa lalu. Toh, sekarang Namu sudah berubah. Ia bahkan sudah berani menyatakan dirinya akan menikah dengan orang lain. Bukan kah itu artin
#SdmsBab 75 Kepulangan Mas Aryo Dengan ..."Haduh ... Kamu, tuh, ya, Mas!" ku cubit gemas lengan Mas Hilman yang membuatnya kesakitan.Biar tahu rasa dia! Kesal aku dibuatnya."Ada apa, sih?" tanya Bulik Erni pada kami.Ku tatap kesal sebentar pada Mas Hilman. Lalu menjelaskan kepada Ibu mertuaku perihal kebiasaan yang dilakukan anak lelakinya itu ketika Abrisam sedang buang air besar. Yaitu lebih memilih memanggil diriku ketimbang membersihkannya sendiri.Berbeda cerita jika aku lah yang sedang mengasuh Abrisam. Dengan senang hati tanpa banyak mengeluh pasti langsung ku bersihkan. Hanya saja saat ini suami mudaku itu lah yang mengasuhnya. Dan hal semacam ini sudah sering ia lakukan bahkan sejak anak pertamanya itu lahir.Entahlah. Tapi yang jelas apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut terkadang membuatku jengkel. Apalagi disaat waktu aku sedang ingin beristirahat.Betul-betul heran aku dengan sikap suami mudaku yang satu ini. Padahal jelas-jelas Abrisam masih memakai diapers. Tingga
#SdmsBab 76 Kedatangan Mbak Susi Yang Tiba-tiba "Astagfirullah, kamu tuh ya!" Bu Watik mencubit gemas lengan Mas Aryo. Sontak apa yang dilakukan Bu Watik itu pun membuat kami semua termasuk aku menatap keheranan ke arahnya. Alhasil aku yang tadinya begitu serius menyimak apa yang akan disampaikan Mas Aryo pun berubah memasang wajah kecut. Pasti bukan hal yang penting. "Kenapa, Mbak?" tanya Ibu mertuaku pada kakak iparnya itu. Sambil terkekeh Bu Watik pun menjawab, "ini Aryo laper katanya."Mas Aryo pun menunjukkan raut wajah malu-malu mendengar Ibunya mengatakan keinginannya itu. Bulik Erni pun menggeleng pelan sambil mengulas senyum pada keponakannya itu. Lantas tanpa banyak berkata lagi beliau pun mengajak Mas Aryo dan keluarga Sarah untuk makan yang sebelumnya sudah disiapkan. ***Setelah makan kami pun kembali berkumpul. Kali ini bukan di ruang tamu, tetapi di ruang keluarga. Dimana ruangan ini termasuk ruang yang lumayan luas di rumah Bu Watik. Sambil memakan beberapa cem
Bab 77 Tuduhan Mbak Susi PadakuSiska! Siska lah yang mengancam Mbak Susi karena kepulangan Mas Aryo yang mendadak. Entah apa alasannya. Namun yang jelas hal itu cukup membuatku penasaran. Sebab, dua tahun terakhir semenjak perceraian antara Mas Aryo dan Siska, wanita itu sudah tak lagi terlihat. "Kamu tenang dulu, Sus!" ujar Bu Watik pada anak perempuannya itu. "Duduk!" pinta Bu Watik. Dengan wajah yang masih menahan kesal Mbak Susi duduk bergabung dengan kami. Lalu tanpa banyak berbasa-basi Bu Watik meminta anak sulungnya itu menjelaskan mengapa ia datang dengan sikap yang seperti itu. Sebelum menjelaskan semuanya Mbak Susi tiba-tiba mengarahkan pandangannya ke arahku. Tatapannya begitu tajam hingga membuatku sedikit ketakutan sekaligus keheranan. Takut jika nantinya ia menyerangku atau berbuat hal yang diluar dugaan. Heran karena aku merasa tak berbuat salah atau terlibat dalam permasalahan yang ia bawa sendiri. "Gara-gara kamu!" serang Mbak Susi dengan menunjuk ke arahku. S
Bab 78 Suasana yang Canggung"Aaarrghhhh!" teriak Mbak Susi lagi ketika aku menarik rambutnya semakin kuat. Mbak Susi benar-benar terlihat kesakitan karena ulahku. Ia bahkan terus berteriak meminta aku melepaskan tanganku dari kepalanya. Tapi sayang, aku tidak akan melepaskannya sebelum ia meminta maaf karena telah menuduhku atas keributan yang jelas-jelas karena kepulangan Mas Aryo. Bukan diriku!"Halimaaaah!" Tiba-tiba saja Bu Watik berteriak sangat kencang. Seketika aku dan lainnya pun terdiam dan mengalihkan pandangan kami ke arahnya. "Lepaskan anakku dan pergi!" usir Bu Watik. Aku yang diperlakukan seperti itu lantas menatap tajam mantan mertuaku itu. Reflek pula aku teringat dengan kejadian beberapa tahun silam dimana aku yang diusir dari rumah ini sekaligus ditalak oleh Mas Aryo. "Aduuh!!" pekik Mbak Susi ketika aku menarik kembali rambutnya dengan kuat lalu melepaskannya. Tanpa memedulikan semua orang yang ada dengan langkah kesal aku pun berjalan ke arah ruang tengah u
Bab 79 Dibalik Adanya Sebuah Kejutan Usai menerima panggilan telepon tersebut aku pun bergegas menuju alamat yang sudah diberikan oleh si penelepon. Sementara aku pergi, Abrisam pun ku titipkan pada neneknya. Hal biasanya yang sering aku lakukan ketika aku keluar luar dan tidak bisa membawa anak laki-lakiku itu. "Istrinya Hilman, ya?" tanya seseorang ketika aku sampai di suatu taman. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan lelaki yang ku perkiraan seuisaku itu. Entah, apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai si penelepon yang memakai hp mas Hilman tadi memintaku untuk datang ke taman ini. "Hilman ada di sana." Laki-laki itu menujuk ke suatu arah.Aku lantas mengikuti langkah kaki laki-laki di depanku itu. Hingga akhirnya langkah kakiku terhenti ketika aku melihat Mas Hilman yang duduk sembari membawa buket bunga yang cukup besar. Suami mudaku itu tersenyum lebar ke arahku. Senyuman yang selalu mengingatkanku pada maknae dari group boy band BTS.Bukan hanya Mas Hilman yang berada di
Bab 80 Minta Maaf Dengan sangat terpaksa aku pun mengiyakan permintaan dari Mas Hilman.Meskipun aku mengalah untuk meminta maaf duluan, namun bukan berarti Mbak Susi tidak harus meminta maaf padaku. Sebuah cara pun tiba-tiba tercetus dalam pikiranku supaya aku bisa membuat Mbak Susi juga ikutan meminta maaf atas tuduhannya itu. Dan aku yakin dengan cara ini akan berhasil membuat Mbak Susi berpikir seribu kali jika kedepannya ia bersikap bod*h lagi terhadapku.***Hari yang ditunggu pun tiba. Tepatnya hari ini adalah hari dimana Mas Aryo akan mengadakan sebuah pengajian sekaligus syukuran atas pernikahan ketiganya. Dan di hari ini juga lah aku berniat untuk meminta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu pada Mbak Susi.Namun sebelum acara inti dimulai, aku akan membuat kejutan untuk orang-orang yang hadir di acara kali ini. Terutama untuk keluaga Mas Aryo dan keluarga Bulik Erni. Terkhusus Mas Hilman yang sudah mengorbankan sebagian uang gajinya untuk memberikanku kejutan dengan