Bab 84 Teman WanitaHingga beberapa saat kemudian ketika aku merasa sudah siap, akhirnya aku pun memberanikan diri untuk membuka isi hp Mas Hilman dengan harapan bisa menemukan petunjuk perihal alasan Mas Aryo. Dan ketika aku menemukan nama Mas Aryo berada di daftar pesan WA mas Hilman dengan semangat aku membukanya isi pesan tersebut. Dan baru saja menekan untuk masuk ke dalam chat tersebut secara tiba-tiba aku dibuat tertegun tak percaya. Astaghfirullah ....Dimana ternyata isi pesan antara Mas Hilman dan Mas Aryo sudah kosong. Hanya ada beberapa kali panggilan tak terjawab dari Mas Aryo beberapa hari yang lalu.Melihat hal ini lantas aku berpikir pasti lah selain berbicara secara langsung, Mas Aryo hanya menggunakan panggilan telepon jika ada yang ingin disampaikan pada suami mudaku itu. Alhasil aku pun tak mendapatkan informasi apapun.Perasaan kesal pun tak bisa lagi terelakkan. Namun, karena posisiku membuatku dipaksa untuk bersabar. Tidak ada cara lain lagi.***Di suatu pagi s
Bab 85 Resiko Menikah Dengan Orang Tampan"Kamu sama Dewi deket, ya, Mas?" tanyaku di suatu malam. "Dewi? Kamu kenal?" Mas Hilman menoleh ke arahku. Lalu kembali sibuk dengan laptop di depannya."Dia datang ke rumah tadi pagi," jawabku membalas tolehan Mas Hilman. Lalu kembali menatap layar hp.Seperti biasa ketika Mas Hilman sibuk dengan pekerjaannya, aku sering berada di dekatnya untuk menemaninya. Supaya tidak bosan ketika menemani suami mudaku itu, aku akan menonton drama korea kesukaanku. Tapi terkadang aku juga lebih suka memilih untuk mengulang kembali menonton variety show Run BTS."Lah, tumben? Ada urusan apa dia ke rumah?" tanya Mas Hilman yang tetap sibuk memperhatikan laptopnya itu."Minta izin," jawabku singkat. "Izin apa, sih? Yang jelas kalau ngomong."Ku hela napasku usai mendengar ucapan terakhir Mas Hilman. Suara ketikan dari keyboard laptopnya menjadikan suami mudaku itu teramat serius menatap benda persegi panjang di depannya itu. Mas Hilman menghentikan ketikan
Bab 86 Terulang Kembali?"Mbak Siska!"Seketika aku dibuat tercengang mendengar Rahma menyebut nama Siska.Ya, aku tak salah dengar. Menurut kesaksian dari Rahma, ketika dirinya akan pulang ia dibuat sangat terkejut lantaran melihat Siska yang sudah berdiri di samping mobil miliknya yang terparkir di halaman rumah Bu Watik. Mengetahui hal itu lantas membuatku seakan kini tengah mengulang permasalahan yang terdahulu. Ada Siska yang menjadi dalang semuanya, ada Bu Watik dan Mas Aryo yang saat ini sedang bertengkar dan itu semua ada sangkut pautnya denganku.Di titik ini aku betul-betul dibuat tak mengerti dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Bertahun-tahun aku tidak lagi bertatap muka dengan Siska, bertahun-tahun juga Mas Aryo pergi ke negeri orang, dan selama itu pula lah hubungan antara aku dan Bu Watik mulai membaik. Apalagi Bu Watik sering membantuku mengasuh Abrisam disaat aku sedang sibuk-sibuknya mengurus pekerjaan rumah tangga.Jadi wajar jika saat itu aku berpikir jika semu
Bab 87 Alasan Mas Aryo Ku coba melepas paksa pelukan dari Mas Hilman, sayangnya tenaga suami mudaku lebih kuat. Alhasil aku masih berada di pelukannya."Kamu kenapa, sih, Mas?" tanyaku.Terdengar Mas Hilman menghela napasnya. Lalu dengan suara lirih ia mengatakan sesuatu yang membuatku tercengang tak percaya."Saat Mas Aryo memutuskan untuk pergi, itu semua karena dia ingin melupakanmu. Menghilangkan perasaan cintanya padamu."Aku betul-betul dibuat tak percaya dengan apa yang Mas Hilman katakan. Jika betul Mas Aryo masih menyimpan rasa padaku, tapi itu kan dulu. Sekarang Mas Aryo telah menikah dengan Sarah. Dan dari cerita bagaimana Mas Aryo berusaha keras untuk mendapatkan Sarah, aku yakin pasti saat ini pun perasaan Mas Aryo hanya ada Sarah di hatinya.Ku paksa Mas Hilman untuk melepas pelukannya. Ku tatap dalam suami mudaku itu. Lantas dengan suara bergetar aku membalas pernyataan Mas Hilman yang tak masuk akal itu."Terus apa hubungannya sama masalah yang sekarang? Kenapa aku m
Bab 88 Banyaknya Pertanyaan "Katanya aku boleh ikut dengan syarat. Syarat apaan?"Mas Hilman terdiam sejenak. Lalu menghela napasnya dan memegangi kedua bahuku dengan kedua tangannya. Ia tampak serius menatapku hingga membuat jantungku deg-degan. Kira-kira mau bilang apalagi suami mudaku itu?"Syaratnya harus nurut sama suami," kata Mas Hilman."Iyaa, tapi apa?""Di rumah aja."Kedua alisku seketika mengernyit mendengar ucapan Mas Hilman. Syarat macam apa yang ia berikan itu? Bukankah itu artinya sama saja aku tidak boleh ikut? Astagaaah!"Itu bukan syarat, Maaas!" protesku."Siapa bilang? Itu syarat, kok," balas Mas Hilman.Ku tarik napasku dalam-dalam. Berjalan sedikit menjauh lalu membelakangi suami mudaku yang mulai lagi dengan sikap tengilnya itu."Yaudah, terserah kamu. Tapi, beneran ya kamu harus dapetin jawabannya. Soalnya aku penasaran kenapa aku masih dibawa-bawa dalam masalah mereka. Lagian, kejadian itu udah berlalu lama. Kok, ya bisa-bisanya sekarang di bahas lagi? Kala
Bab 89 Alasan Siska "Boleh kita bicara empat mata aja, Mbak?" tanya Sarah yang membuatku bertanya-tanya.Bukannya menjawab pertanyaanku, kali ini Sarah malah meminta waktu untuk berdua saja denganku. Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan? Adakah hubungannya dengan pertanyaanku sebelumnya? Jika iya, mengapa harus berdua saja? Mengapa pula dirinya lah yang menjelaskan? Mengapa bukan Mas Aryo yang mana dia lah yang menjalani ini semua.Mengapa?Ku ulas senyum tipis lalu mengiyakan pertanyaan dari Sarah barusan.Aku dan Sarah lantas meninggalkan ruang tamu menuju teras belakang. Dengan posisi duduk berseberangan Sarah mulai membuka pembicaraannya."Mbak, aku tau alasan Mas Aryo pergi ke Arab Saudi dulu karena menerima tawaran dari Siska demi kamu. Dan aku juga tau kalau sampai sekarang Mas Aryo masih peduli sama Mbak Halimah," ujar Sarah dengan wajah sendu."Maafkan aku, ya. Jujur, aku juga baru tau alasan itu belum lama ini. Dan seandainya pun aku tau dari awal, aku mungkin juga gak bi
Bab 90 Fakta BaruSebuah pertanyaan yang sejak tadi masih menghinggapi pikiranku pun akhirnya bisa ku ungkapkan.Sarah terdiam mendengar beberapa pertanyaan yang ku ajukan barusan. Raut wajahnya terlihat sedang kebingungan untuk menjawab pertanyaan yang menurutku cukup sederhana itu. Atau jangan-jangan benar jika Mas Hilman dan Bulik Erni tak boleh mengetahui hal ini. Tapi jika demikian, mengapa?"Hey!" Sarah tersentak melihat tanganku yang melambai di depan wajahnya. "Kok, malah diam, sih?" tanyaku. "Maaf, Mbak. Kenapa tadi?" Betul tebakanku, Sarah nampak linglung seakan tak bisa menemukan jawabannya. Apa mungkin benar jika hal ini tidak boleh diketahui Mas Hilman dan Ibu mertuaku."Aku yang minta!"Seketika aku dan Sarah kompak menoleh ke arah sumber suara. Ternyata sudah ada Mas Aryo dan Mas Hilman serta Bulik Erni. Dan sedikit menjauh di sana juga ada adik ipar kesayanganku yang berdiri di ambang pintu belakang rumah. Mas Aryo dan lainnya berjalan mendekat dimana aku dan Sarah
Bab 91 Yang Terjadi Pada Abrisam "Terus sekarang tujuan Siska datang lagi ke sini buat apa? Ganggu kalian lagi? Atau?" Lagi-lagi Ibu mertuaku itu tampak khawatir dengan keadaan kami semua.Jelas lah, orang tua mana yang tak khawatir mengetahui ada orang yang berkemungkinan akan mengganggu ketenangan hidup anak-anak dan keluarganya? Aku pun kalau berada fi posisi Bulik Erni pasti akan merasakan hal yang sama."Enggak, Bu. Tapi Halimah."Mendengar namaku disebut tentu membuatku terkejut. Apa lagi yang kini diinginkan Siska padaku? Astaghfirullah ..."Astagfirullah, Mas, Abrisam, Mas!" pekikku kala mendengar tangisan dari anakku yang berada di dalam rumah.Bergegaslah aku dan lainnya masuk ke dalam rumah guna mengecek keadaan Abrisam. Ketakutan sempat menghampiriku manakala mendengar suara tangisan anak pertamaku itu yang secara tiba-tiba. Takut-takut kalau ia terjatuh dari kasurnya atau ketika masih dalam keadaan tanpa sengaja kepalanya terbentur sesuatu. Atau bahkan hal yang lebih b