#SdmsBab 8 Rencana Awal"Saatnya!" bisik Sari padaku ketika melihat bu Siska hendak menuju toilet.Aku dan Sari pun bergegas menyusul bu Siska. Harap-harap cemas semoga saja rencana awal kami ini berhasil. Setelah menunggu beberapa menit, bu Siska pun keluar dari toilet. Ia tampak terkejut karena melihatku dan Sari yang sudah berdiri menunggunya di samping pintu toilet. "Siang bu Siska," sapa Sari sambil mengumbar senyum lebarnya. "Iya, ada apa, ya?" tanya bu Siska yang tampak keheranan. "Mm, maaf saya gak banyak waktu. Kalau ada keperluan cepet ngomong, ya,"katanya lagi. Wajarlah, saat ini acara memang masih berlangsung. Mendengar bu Siska berkata demikian membuatku merasa agak tak enak hati karena telah mengganggu waktunya. Apalagi dari nada bicaranya sepertinya bu Siska ini adalah orang yang baik. Ah, mungkin saja ia juga tak tahu tentang status pernikahanku dengan mas Aryo dulu. Sari pun tanpa banyak berbasa-basi lantas memulai aksinya. Memancing bu Siska untuk bisa mengatak
#SdmsBab 9 Sebuah Kenyataan"Imah!" dan lagi mas Aryo memanggilku. Sengaja memang aku pura-pura tak mendengarnya. Aku terus melanjutkan pekerjaanku dan mengabaikan mas Aryo yang berdiri di dekat pintu dapur. Lagipula ada urusan apa laki-laki pengecut itu memanggilku? Minta maaf? Aku rasa dia bukan tipe manusia yang mudah mengakui kesalahannya. ***"Mbak Imah dipanggil, tuh, kali aja mau ditawari pekerjaan," ucap Nia dengan polosnya. Salah satu temanku yang baru semingguan bekerja. Aku melihat sebentar kearah mas Aryo. Lalu kembali mengerjakan tugasku. "Kamu aja yang samperin. Kalau dapat tawaran kerja, kan bisa kamu ambil. Iya, kan?" balasku lalu memainkan kedua alisku kearah Nia. Tak ku sangka perkataanku benar dilakukan oleh Nia. Dan aku hanya bisa menggeleng sekaligus tercengang melihatnya berjalan kearah mas Aryo. "Banyak orang-orang yang menanyakan tentang hubungan saya dengan Aryo. Dan di momen ini saya ingin menyampaikan hal-hal yang menjadi pertanyaan kalian semua."Tiba
#SdmsBab 10 Tamu dimalam hari"Kamu masih sedih soal ... mantan suamimu itu?" tanya Sari. Setelah acara bu Siska beberapa hari yang lalu Sari memutuskan untuk tinggal bersamaku. Katanya ia ingin menemaniku sekaligus menghabiskan waktu sebelum aku menikah dengan mas Hilman minggu depan. Ya, baru sore tadi bulik Erni datang ke tempatku guna memberikan sebuah gaun pengantin sederhana miliknya. Dimana gaun berupa setelan gamis dan jilbab berwarna putih tersebut dulunya beliau pakai saat menikah dengan ayahnya mas Hilman.Bulik Erni juga mengabarkan jika pernikahanku akan diadakan minggu depan dan hanya akan dilangsungkan di KUA saja. Sebenarnya aku tak masalah dengan hal itu. Toh, yang penting kami sudah sah dimata agama juga dimata negara. "Aku gak pa-pa, kok, Sar. Kamu tenang aja lah," balasku sambil tersenyum. Mungkin benar kata orang, dibalik kata "gak pa-pa" bagi perempuan namun sebetulnya ia sedang tidak baik-baik saja. Sama halnya denganku saat ini. Benar, aku memang sedang t
#SdmsBab 11 Tugas Tak BiasaKu lihat wajah Sari yang juga tampak terkejut dengan ancaman tersebut. Kami saling menatap seakan satu pemikiran. Ku hembuskan napasku guna menenangkan diriku. Betul-betul tak tahu harus berbuat apa selain membuka pintu. "Gak usah dibuka," ucap Sari yang membuatku bingung. "Kita pergi lewat pintu belakang. Kita tidur aja di ruang ganti rumah makan. Biarkan aja kalau mereka mau tidur di situ yang penting kita bisa istirahat malam ini. Capek badan aku!" ujar Sari. "Tapi Sar?" sejujurnya aku masih agak takut jika mereka berbuat nekat karena aku tidak membuka pintu. Lebih takut lagi kalau Sari ikut terbawa dalam masalah ini dan beneran bakal dipecat hanya gara-gara membela diriku. "Percaya aja aku. Bu Ratna beda sama meraka. Yakin, deh!" Tanpa ba bi bu Sari menarik tanganku. Sebelum keluar aku dan Sari mengambil selimut terlebih dahulu. Karena kami tahu tak ada selimut di ruang ganti. Teriakan-teriakan dari luar pun masih berlangsung disaat aku dan Sari
#SdmsBab 12 Terjebak"Masuk!" perintah seseorang dari dalam ruangan setelah aku mengetuk pintu. "Permi–si." Aku dibuat tercengang ketika baru setengah membuka pintu. Betapa terkejutnya aku melihat siapa yang berada di meja kerja yang berjarak tak jauh dariku. Ingin sekali kabur dari tempat ini. Tapi mengingat aku membawa pesanan sekaligus nama baik bu Ratna rasanya mustahil aku pergi. Kalaupun aku bisa pergi pasti dipecat. Astaghfirullah ... Harus maju atau mundur ini? "Kenapa? Kaget?" bu Watik berdiri dari kursinya lalu berdiri di dekat meja kerja. Ya, seseorang yang duduk di meja kerja adalah bu Watik. Hal itu lah yang membuatku terkejut karena sama sekali tak menyangka. Karena setahuku bu Watik atau bahkan anak-anaknya tak memiliki sebuah usaha. "Taruh saja makanannya di sini." Aku menoleh kearah sumber suara yang ternyata adalah bu Siska yang sedang duduk di sofa sudut ruangan. Di sana pun ada mas Aryo yang berada di sebelahnya. Dengan langkah ragu aku berjalan kearah meja
#SdmsBab 13 Paper BagMas Hilman lantas menarik tanganku dan mengajakku untuk pergi. Tatapannya begitu tajam ketika melewati bu Watik dan antek-anteknya hingga membuat mereka bergidik ngeri. Dari sikap mas Hilman yang begini membuatku semakin merasa beruntung akan menjadi bagian dari hidupnya. "Kenapa Mbak gak bilang sama aku kalau budhe sama mas Aryo ngejahatin Mbak kayak gini?" omel mas Hilman ketika kami berhasil keluar dari kantor bu Siska. Ku picingkan kedua mataku setelah mendengar mas Hilman berkata demikian. Aku dibuat tak menyangka dengan sikapnya barusan. Kenapa bisa dia malah mengomel begitu? Dan apa aku tak salah dengar kalau dia memanggilku dengan sebutan "mbak?".Mendadak kesal karena mas Hilman memanggilku dengan sebutan itu. Tapi dilain sisi aku berhutang budi padanya karena telah menyelamatkanku dari orang-orang jahat itu. "Ayo, pulang!" ajak mas Hilman yang hendak menaiki sepeda motornya. "Aku bawa motor sendiri," balasku datar sambil membuang muka. Mas Hilman
#SdmsBab 14 Dijemput Mas HilmanUsai menunaikan sholat subuh aku bergegas memeriksa gawaiku yang ternyata sudah ada balasan pesan dari bulik Erni. Dan isi balasan itu berhasil membuatku tercengang sekaligus tak menyangka ketika membacanya. Dimana bulik Erni malah mempertanyakan perihal sepatu yang ku maksud. Bahkan bulik Erni mengira kalau aku salah kirim pesan padanya. Jelas hal ini membuatku bingung. Ingin mengkonfirmasi ke mas Hilman aku tak punya nomor yang bisa dihubungi. Baru saja hendak membalas pesan bulik Erni tiba-tiba beliau meneleponku. Tanpa banyak berpikir aku pun mengangkatnya. "Wa'alaikumsalam Warohmatullahi wabarakatuh. Ada apa, Bulik?" tanyaku setelah bulik Erni membuka sambungan telepon kami dengan ucapan salam. "Nanti sepulang kerja ke rumah, ya, biar dijemput Hilman," kata bulik Erni yang membuatku tertegun.Bagaimana bisa mas Hilman akan menjemputku padahal kami belum sah menjadi suami istri. Bukankah hal seperti itu juga bertentangan dengan agama? Astaghfi
#SdmsBab 15 Sebuah RahasiaMenyebalkan? Tentu saja. Bukan karena Sari atau mas Hilman atau pun Rahma. Tetapi karena momen manis yang sudah terlanjur aku bayangkan telah hancur. Prasangkaku tentang kebuncinan mas Hilman pun hilang sudah. Ku telan ludahku secara kasar. Ingin sekali mencak-mencak tapi malu. Akhirnya apalah daya. Terima pasrah. ***"Besok?!" mataku membulat seketika setelah mendengar penjelasan dari bulik Erni. Benar, aku terkejut bukan main karena bulik Erni memintaku datang ke rumahnya lantaran beliau ingin menyampaikan jika pernikahanku dimajukan besok pagi. Katanya semua keperluan termasuk urusan penghulu dan wali hakim untukku sudah beliau urus dengan bantuan pak Yadi selaku Rt di sini berserta istrinya. Bu Marni. Tak hanya aku saja yang terkejut. Bahkan calon suamiku, mas Hilman pun juga demikian. Rupanya, setelah dari kantor bu Siska kemarin mas Hilman langsung pergi ke pondok tempat ia mengajar. Karena itu lah ia tak tahu-menahu perihal rencana ibunya ini. B
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman