#SdmsBab 9 Sebuah Kenyataan"Imah!" dan lagi mas Aryo memanggilku. Sengaja memang aku pura-pura tak mendengarnya. Aku terus melanjutkan pekerjaanku dan mengabaikan mas Aryo yang berdiri di dekat pintu dapur. Lagipula ada urusan apa laki-laki pengecut itu memanggilku? Minta maaf? Aku rasa dia bukan tipe manusia yang mudah mengakui kesalahannya. ***"Mbak Imah dipanggil, tuh, kali aja mau ditawari pekerjaan," ucap Nia dengan polosnya. Salah satu temanku yang baru semingguan bekerja. Aku melihat sebentar kearah mas Aryo. Lalu kembali mengerjakan tugasku. "Kamu aja yang samperin. Kalau dapat tawaran kerja, kan bisa kamu ambil. Iya, kan?" balasku lalu memainkan kedua alisku kearah Nia. Tak ku sangka perkataanku benar dilakukan oleh Nia. Dan aku hanya bisa menggeleng sekaligus tercengang melihatnya berjalan kearah mas Aryo. "Banyak orang-orang yang menanyakan tentang hubungan saya dengan Aryo. Dan di momen ini saya ingin menyampaikan hal-hal yang menjadi pertanyaan kalian semua."Tiba
#SdmsBab 10 Tamu dimalam hari"Kamu masih sedih soal ... mantan suamimu itu?" tanya Sari. Setelah acara bu Siska beberapa hari yang lalu Sari memutuskan untuk tinggal bersamaku. Katanya ia ingin menemaniku sekaligus menghabiskan waktu sebelum aku menikah dengan mas Hilman minggu depan. Ya, baru sore tadi bulik Erni datang ke tempatku guna memberikan sebuah gaun pengantin sederhana miliknya. Dimana gaun berupa setelan gamis dan jilbab berwarna putih tersebut dulunya beliau pakai saat menikah dengan ayahnya mas Hilman.Bulik Erni juga mengabarkan jika pernikahanku akan diadakan minggu depan dan hanya akan dilangsungkan di KUA saja. Sebenarnya aku tak masalah dengan hal itu. Toh, yang penting kami sudah sah dimata agama juga dimata negara. "Aku gak pa-pa, kok, Sar. Kamu tenang aja lah," balasku sambil tersenyum. Mungkin benar kata orang, dibalik kata "gak pa-pa" bagi perempuan namun sebetulnya ia sedang tidak baik-baik saja. Sama halnya denganku saat ini. Benar, aku memang sedang t
#SdmsBab 11 Tugas Tak BiasaKu lihat wajah Sari yang juga tampak terkejut dengan ancaman tersebut. Kami saling menatap seakan satu pemikiran. Ku hembuskan napasku guna menenangkan diriku. Betul-betul tak tahu harus berbuat apa selain membuka pintu. "Gak usah dibuka," ucap Sari yang membuatku bingung. "Kita pergi lewat pintu belakang. Kita tidur aja di ruang ganti rumah makan. Biarkan aja kalau mereka mau tidur di situ yang penting kita bisa istirahat malam ini. Capek badan aku!" ujar Sari. "Tapi Sar?" sejujurnya aku masih agak takut jika mereka berbuat nekat karena aku tidak membuka pintu. Lebih takut lagi kalau Sari ikut terbawa dalam masalah ini dan beneran bakal dipecat hanya gara-gara membela diriku. "Percaya aja aku. Bu Ratna beda sama meraka. Yakin, deh!" Tanpa ba bi bu Sari menarik tanganku. Sebelum keluar aku dan Sari mengambil selimut terlebih dahulu. Karena kami tahu tak ada selimut di ruang ganti. Teriakan-teriakan dari luar pun masih berlangsung disaat aku dan Sari
#SdmsBab 12 Terjebak"Masuk!" perintah seseorang dari dalam ruangan setelah aku mengetuk pintu. "Permi–si." Aku dibuat tercengang ketika baru setengah membuka pintu. Betapa terkejutnya aku melihat siapa yang berada di meja kerja yang berjarak tak jauh dariku. Ingin sekali kabur dari tempat ini. Tapi mengingat aku membawa pesanan sekaligus nama baik bu Ratna rasanya mustahil aku pergi. Kalaupun aku bisa pergi pasti dipecat. Astaghfirullah ... Harus maju atau mundur ini? "Kenapa? Kaget?" bu Watik berdiri dari kursinya lalu berdiri di dekat meja kerja. Ya, seseorang yang duduk di meja kerja adalah bu Watik. Hal itu lah yang membuatku terkejut karena sama sekali tak menyangka. Karena setahuku bu Watik atau bahkan anak-anaknya tak memiliki sebuah usaha. "Taruh saja makanannya di sini." Aku menoleh kearah sumber suara yang ternyata adalah bu Siska yang sedang duduk di sofa sudut ruangan. Di sana pun ada mas Aryo yang berada di sebelahnya. Dengan langkah ragu aku berjalan kearah meja
#SdmsBab 13 Paper BagMas Hilman lantas menarik tanganku dan mengajakku untuk pergi. Tatapannya begitu tajam ketika melewati bu Watik dan antek-anteknya hingga membuat mereka bergidik ngeri. Dari sikap mas Hilman yang begini membuatku semakin merasa beruntung akan menjadi bagian dari hidupnya. "Kenapa Mbak gak bilang sama aku kalau budhe sama mas Aryo ngejahatin Mbak kayak gini?" omel mas Hilman ketika kami berhasil keluar dari kantor bu Siska. Ku picingkan kedua mataku setelah mendengar mas Hilman berkata demikian. Aku dibuat tak menyangka dengan sikapnya barusan. Kenapa bisa dia malah mengomel begitu? Dan apa aku tak salah dengar kalau dia memanggilku dengan sebutan "mbak?".Mendadak kesal karena mas Hilman memanggilku dengan sebutan itu. Tapi dilain sisi aku berhutang budi padanya karena telah menyelamatkanku dari orang-orang jahat itu. "Ayo, pulang!" ajak mas Hilman yang hendak menaiki sepeda motornya. "Aku bawa motor sendiri," balasku datar sambil membuang muka. Mas Hilman
#SdmsBab 14 Dijemput Mas HilmanUsai menunaikan sholat subuh aku bergegas memeriksa gawaiku yang ternyata sudah ada balasan pesan dari bulik Erni. Dan isi balasan itu berhasil membuatku tercengang sekaligus tak menyangka ketika membacanya. Dimana bulik Erni malah mempertanyakan perihal sepatu yang ku maksud. Bahkan bulik Erni mengira kalau aku salah kirim pesan padanya. Jelas hal ini membuatku bingung. Ingin mengkonfirmasi ke mas Hilman aku tak punya nomor yang bisa dihubungi. Baru saja hendak membalas pesan bulik Erni tiba-tiba beliau meneleponku. Tanpa banyak berpikir aku pun mengangkatnya. "Wa'alaikumsalam Warohmatullahi wabarakatuh. Ada apa, Bulik?" tanyaku setelah bulik Erni membuka sambungan telepon kami dengan ucapan salam. "Nanti sepulang kerja ke rumah, ya, biar dijemput Hilman," kata bulik Erni yang membuatku tertegun.Bagaimana bisa mas Hilman akan menjemputku padahal kami belum sah menjadi suami istri. Bukankah hal seperti itu juga bertentangan dengan agama? Astaghfi
#SdmsBab 15 Sebuah RahasiaMenyebalkan? Tentu saja. Bukan karena Sari atau mas Hilman atau pun Rahma. Tetapi karena momen manis yang sudah terlanjur aku bayangkan telah hancur. Prasangkaku tentang kebuncinan mas Hilman pun hilang sudah. Ku telan ludahku secara kasar. Ingin sekali mencak-mencak tapi malu. Akhirnya apalah daya. Terima pasrah. ***"Besok?!" mataku membulat seketika setelah mendengar penjelasan dari bulik Erni. Benar, aku terkejut bukan main karena bulik Erni memintaku datang ke rumahnya lantaran beliau ingin menyampaikan jika pernikahanku dimajukan besok pagi. Katanya semua keperluan termasuk urusan penghulu dan wali hakim untukku sudah beliau urus dengan bantuan pak Yadi selaku Rt di sini berserta istrinya. Bu Marni. Tak hanya aku saja yang terkejut. Bahkan calon suamiku, mas Hilman pun juga demikian. Rupanya, setelah dari kantor bu Siska kemarin mas Hilman langsung pergi ke pondok tempat ia mengajar. Karena itu lah ia tak tahu-menahu perihal rencana ibunya ini. B
#SdmsBab 16 Sah! Pagi harinya aku bergegas mempersiapkan diri untuk pergi ke KUA. Mengenakan gamis stelan putih dengan sepatu flat yang ternyata sudah diambil Sari dengan Rahma usai waktu subuh berlalu. Untuk masalah pekerjaanku, bulik Erni pun juga sudah memintakan izin pada bu Ratna supaya memberikanku libur untuk tiga hari ke depan. Sedangkan untuk Sari hanya satu hari ini. Hal itu karena jika Sari juga tiga hari ditakutkan akan menimbulkan kecurigaan pada bu Ratna. Mengingat kami belum tahu apakan bu Ratna ada keterlibatan dengan kejadian di kantor bu Siska tempo hari. Sampai sepatu flat ini ku pakai aku masih bertanya-tanya siapa pengirim sebenarnya. Namun, kali ini aku cenderung tak begitu memikirkannya. Sebab aku yakin barang kali memang mas Hilman yang memberikannya, hanya saja ia gengsi mengakuinya. Sehingga ia menggunakan nama ibunya untuk menutupi perasaanya itu. Setelah semuanya siap aku bersama Sari dan bulik Erni akan berangkat ke KUA dengan mobil yang sudah disewa