Share

Bab 3

Walaupun aku pasrah, mengikuti kemauan ibu membuatku sedikit bersedih. Sebenarnya, aku tidak mempermasalahkan asal-usul Andi. Aku juga tidak mempermasalahkan dia miskin ataupun kaya raya!

Hanya saja, Ibu tidak mau kami menjadi bahan lelucon bagi keluarga besar keluarga Wicaksono. Ibu ingin Ayahku selalu menjadi nomor satu di keluarga besar meskipun harus mengorbankan anaknya sendiri.

“Berhenti!” Suara Kakek memenuhi ruangan. Kali ini, Kakek marah. Apakah Kakek merasa sudah dipermalukan di depan umum?

Saat itu juga, aku menahan malu dan sedih bersamaan. Semuanya karena pernikahan sialan ini!

Seandainya saja aku menerima Arga, mungkin hanya aku yang akan menderita, tetapi tidak dengan Kakek. Karena nyatanya, justru Kakek yang dipermalukan di depan keluarga besar oleh Ibuku.

“Kalo kamu berani pergi selangkah pun dari sini, saya akan minta Delano untuk menceraikan kamu." Kakek mengancam ibu. Aku menelan saliva saat itu juga.

Menurutku, selama ini Ibu menikah dengan Ayah demi mendapatkan gelar kasta. Jadi, Ibu tidak akan mau diceraikan Ayah.

Ibu pun berhenti melangkah sesuai dugaanku.

Dengan lunglai, dia berbalik mengantarkan aku kepada Kakek, bahkan Ibu kembali duduk begitu saja tanpa perlawanan.

“Maaf atas kegaduhan ini, Andi," kata Kakek pada Andi. "Semua menantu Wicaksono nggak 100% berasal dari keluarga terpandang. Jadi, nggak ada salahnya saya menjodohkan Andi dengan Inggit!”

Pengucapan janji pernikahan mulai dilangsungkan. Aku masih merasa tidak nyaman dengan Andi. Sampai benar-benar para tetua meminta kami berciuman. Mataku mendelik, pertanyaan aneh mulai menggelitik benakku saat ini.

‘Gila! Kami baru ketemu hari ini, nggak mungkin kami menyatukan bibir! Bagaimana caraku menghindar?' batinku kesal dan penuh perasaan ambigu.

“Bagaimana, sudah siap?” tanyanya berbisik, membuat mataku membelalak semakin lebar. Bahkan jantungku seakan berhenti sejenak. Hingga semua orang bersorak, ternyata Andi hanya memberi sentuhan sayang di keningku.

Aku mengembuskan napas lega. Tapi yang membuatku kesal, Andi selalu mengejek nakal melihat ke arahku.

“Sialan aku pikir….” Gumamku terhenti yang di putus oleh suaranya.

“Pikir apa? Aku akan benar-benar mencium bibirmu. Hahaha. Itu mimpi! Saat aku lihat ekspresi kamu dari awal, aku sadar kamu menolakku karena aku miskin. Seperti kata Ibu kamu,” bisikan itu, membuatku tertegun lagi.

“Ingat ya! Walaupun aku seburuk itu di mata keluargamu, aku akan selalu memperlakukan Istriku dengan penuh kasih sayang.”

Saat ini aku seperti sedang digoda olehnya, pikirku dia akan mengancam balik.

Mendengar kata-kata Anda penuh kasih sayang. Inilah hal yang sangat kubutuhkan. Sepertinya, Andi memang jodohku.

“Terima kasih, Kakek Wicaksono. Pria ini sangat unik. Kakek memang hebat,” gumamku yang membuat Andi tersenyum.

Andi Hermawan, dia sah menjadi suamiku. Andi memiliki perawakan dengan tinggi 172 cm. Kata-kata manis yang dia ucapkan membuatku yakin, dia pria baik dan sabar. Bahkan sesudah dimaki Ibu, dia masih bisa tenang tanpa membalas.

Baru kusadari hanya senyum manis yang terlihat di wajahnya. Mungkin itu juga yang menarik perhatianku hari ini.

Tidak terasa waktu berlalu. Saat ini, aku harus mengikuti keinginan Kakek untuk tinggal di mansion selama beberapa hari sebelum ikut Andi ke rumahnya.

Aku sedang berada di dalam kamar tidur bersama Andi.

‘Malam ini adalah malam pertamaku dan Andi, si pria Asing!’ jeritku dalam hati, sambil menutup mata. Mengintip pria itu dari sela-sela jemari tangan.

Andi mendekat dan mencoba membuka tangan yang menutupi wajahku. Jujur, saat ini aku ingin teriak dan lari. Tapi, dia sudah menjadi suamiku bahkan dia berhak melakukan apa saja denganku.

“Kamu kenapa?” tanya Andi lembut, suaranya menghipnotis pikiranku.

‘Ayo Inggit, kamu harus siap kali ini.’ Aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Akhirnya terbesit ide untuk ke kamar mandi.

“Aku ganti pakaian dulu, ya?” tanyaku, meminta ijin. Dari cara dia memegang tangan dan mendekatiku, bisakah aku mencari alasan lagi?

Akhirnya kedua tangan ini sudah turun dari wajah, aku terus menunduk. Tidak ada keberanian menatap wajahnya.

“Hahaha. kamu ternyata lucu juga, ya. Tau enggak? Saat ini aku ngerasa seperti predator yang mau memakan istrinya sendiri,” ujar Andi dengan terus terkekeh.

Kesal itu pasti, aku merasa kena leluconnya kali ini. Memangnya dia tidak merasa gugup atau tidak enak denganku. Kita ini baru bertemu, tapi dia malah menertawakan aku saat ini.

“Hem … sudah puas ketawanya?” balasku dengan senyum seringai.

“Kali ini dibolehkan atau nggak? Aku mau ke kamar mandi,” balasku ketus. Sebenarnya lebih ke rasa kesal, karena dia tertawa.

Aku segera berdiri dari ujung tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi, tapi dia menarik tanganku begitu saja sampai wajah ini menemukan dada bidang miliknya.

Kalian tahu perasaan apa yang aku rasakan saat ini, aroma tubuhnya begitu maskulin. Bahkan aku betah berlama-lama di sana. Tapi tunggu, aku kan baru kenal dia. Pastinya aku akan menjaga diri ini, lebih jual mahal sedikit.

Seketika aku langsung menarik tubuhku menjauh dari dada bidangnya, ternyata dia kembali menggoda yang membuat wajahku memerah. Seperti stroberi, yang lagi mau matang dari pohonnya.

“Enggak masalah kalau mau berlama-lama di sana, ini juga punyamu. Aku sudah jadi milikmu seutuhnya,” ucapnya, tentu saja itu godaan terbesar buatku.

‘Sial lah, membayangkan malam pertama saja aku sudah keringat dingin. Malah ditambah godaan dari kata-kata dia!’ umpatku kesal dalam hati, tapi mata ini tetap melotot dan menelan saliva melihat sosok yang maskulin itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status