Home / Urban / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Bab 3. Pernikahan dan malam pertama

Share

Bab 3. Pernikahan dan malam pertama

Author: Nocil Bawel
last update Last Updated: 2024-09-10 18:27:39

Walaupun aku pasrah, mengikuti kemauan ibu membuatku sedikit bersedih. Sebenarnya, aku tidak mempermasalahkan asal-usul Andi. Aku juga tidak mempermasalahkan dia miskin ataupun kaya raya!

Hanya saja, Ibu tidak mau kami menjadi bahan lelucon bagi keluarga besar keluarga Wicaksono. Ibu ingin Ayahku selalu menjadi nomor satu di keluarga besar meskipun harus mengorbankan anaknya sendiri.

“Berhenti!” Suara Kakek memenuhi ruangan. Kali ini, Kakek marah. Apakah Kakek merasa sudah dipermalukan di depan umum?

Saat itu juga, aku menahan malu dan sedih bersamaan. Semuanya karena pernikahan sialan ini!

Seandainya saja aku menerima Arga, mungkin hanya aku yang akan menderita, tetapi tidak dengan Kakek. Karena nyatanya, justru Kakek yang dipermalukan di depan keluarga besar oleh Ibuku.

“Kalo kamu berani pergi selangkah pun dari sini, saya akan minta Delano untuk menceraikan kamu." Kakek mengancam ibu. Aku menelan saliva saat itu juga.

Menurutku, selama ini Ibu menikah dengan Ayah demi mendapatkan gelar kasta. Jadi, Ibu tidak akan mau diceraikan Ayah.

Ibu pun berhenti melangkah sesuai dugaanku.

Dengan lunglai, dia berbalik mengantarkan aku kepada Kakek, bahkan Ibu kembali duduk begitu saja tanpa perlawanan.

“Maaf atas kegaduhan ini, Andi," kata Kakek pada Andi. "Semua menantu Wicaksono nggak 100% berasal dari keluarga terpandang. Jadi, nggak ada salahnya saya menjodohkan Andi dengan Inggit!”

Pengucapan janji pernikahan mulai dilangsungkan. Aku masih merasa tidak nyaman dengan Andi. Sampai benar-benar para tetua meminta kami berciuman. Mataku mendelik, pertanyaan aneh mulai menggelitik benakku saat ini.

‘Gila! Kami baru ketemu hari ini, nggak mungkin kami menyatukan bibir! Bagaimana caraku menghindar?' batinku kesal dan penuh perasaan ambigu.

“Bagaimana, sudah siap?” tanyanya berbisik, membuat mataku membelalak semakin lebar. Bahkan jantungku seakan berhenti sejenak. Hingga semua orang bersorak, ternyata Andi hanya memberi sentuhan sayang di keningku.

Aku mengembuskan napas lega. Tapi yang membuatku kesal, Andi selalu mengejek nakal melihat ke arahku.

“Sialan aku pikir….” Gumamku terhenti yang di putus oleh suaranya.

“Pikir apa? Aku akan benar-benar mencium bibirmu. Hahaha. Itu mimpi! Saat aku lihat ekspresi kamu dari awal, aku sadar kamu menolakku karena aku miskin. Seperti kata Ibu kamu,” bisikan itu, membuatku tertegun lagi.

“Ingat ya! Walaupun aku seburuk itu di mata keluargamu, aku akan selalu memperlakukan Istriku dengan penuh kasih sayang.”

Saat ini aku seperti sedang digoda olehnya, pikirku dia akan mengancam balik.

Mendengar kata-kata Anda penuh kasih sayang. Inilah hal yang sangat kubutuhkan. Sepertinya, Andi memang jodohku.

“Terima kasih, Kakek Wicaksono. Pria ini sangat unik. Kakek memang hebat,” gumamku yang membuat Andi tersenyum.

Andi Hermawan, dia sah menjadi suamiku. Andi memiliki perawakan dengan tinggi 172 cm. Kata-kata manis yang dia ucapkan membuatku yakin, dia pria baik dan sabar. Bahkan sesudah dimaki Ibu, dia masih bisa tenang tanpa membalas.

Baru kusadari hanya senyum manis yang terlihat di wajahnya. Mungkin itu juga yang menarik perhatianku hari ini.

Tidak terasa waktu berlalu. Saat ini, aku harus mengikuti keinginan Kakek untuk tinggal di mansion selama beberapa hari sebelum ikut Andi ke rumahnya.

Aku sedang berada di dalam kamar tidur bersama Andi.

‘Malam ini adalah malam pertamaku dan Andi, si pria Asing!’ jeritku dalam hati, sambil menutup mata. Mengintip pria itu dari sela-sela jemari tangan.

Andi mendekat dan mencoba membuka tangan yang menutupi wajahku. Jujur, saat ini aku ingin teriak dan lari. Tapi, dia sudah menjadi suamiku bahkan dia berhak melakukan apa saja denganku.

“Kamu kenapa?” tanya Andi lembut, suaranya menghipnotis pikiranku.

‘Ayo Inggit, kamu harus siap kali ini.’ Aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Akhirnya terbesit ide untuk ke kamar mandi.

“Aku ganti pakaian dulu, ya?” tanyaku, meminta ijin. Dari cara dia memegang tangan dan mendekatiku, bisakah aku mencari alasan lagi?

Akhirnya kedua tangan ini sudah turun dari wajah, aku terus menunduk. Tidak ada keberanian menatap wajahnya.

“Hahaha. kamu ternyata lucu juga, ya. Tau enggak? Saat ini aku ngerasa seperti predator yang mau memakan istrinya sendiri,” ujar Andi dengan terus terkekeh.

Kesal itu pasti, aku merasa kena leluconnya kali ini. Memangnya dia tidak merasa gugup atau tidak enak denganku. Kita ini baru bertemu, tapi dia malah menertawakan aku saat ini.

“Hem … sudah puas ketawanya?” balasku dengan senyum seringai.

“Kali ini dibolehkan atau nggak? Aku mau ke kamar mandi,” balasku ketus. Sebenarnya lebih ke rasa kesal, karena dia tertawa.

Aku segera berdiri dari ujung tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi, tapi dia menarik tanganku begitu saja sampai wajah ini menemukan dada bidang miliknya.

Kalian tahu perasaan apa yang aku rasakan saat ini, aroma tubuhnya begitu maskulin. Bahkan aku betah berlama-lama di sana. Tapi tunggu, aku kan baru kenal dia. Pastinya aku akan menjaga diri ini, lebih jual mahal sedikit.

Seketika aku langsung menarik tubuhku menjauh dari dada bidangnya, ternyata dia kembali menggoda yang membuat wajahku memerah. Seperti stroberi, yang lagi mau matang dari pohonnya.

“Enggak masalah kalau mau berlama-lama di sana, ini juga punyamu. Aku sudah jadi milikmu seutuhnya,” ucapnya, tentu saja itu godaan terbesar buatku.

‘Sial lah, membayangkan malam pertama saja aku sudah keringat dingin. Malah ditambah godaan dari kata-kata dia!’ umpatku kesal dalam hati, tapi mata ini tetap melotot dan menelan saliva melihat sosok yang maskulin itu.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
sama aku juga bayangin kayak apa malam pertama kamu Inggit
goodnovel comment avatar
Tanzanite Haflmoon
hahaha mas Andi usil ya ....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 4. Belah duren gak ya?

    "Jadi ke kamar mandi, enggak? Apa perlu Mas Andi temani? Siapa tau perlu bantuan ... buka resleting bajumu." Dia menggodaku lagi. Aku merasa, Mas Andi sangat senang menggodaku. “Nggak usah, Mas. Aku bisa sendiri,” jawabku yang gugup. Mas Andi hanya tersenyum, lalu membiarkan aku pergi untuk berganti pakaian dan membersihkan diri. Suara air di kamar mandi saat ini, membuatku sedikit tenang. Hingga keluar dengan perasaan canggung, melihat matanya lekat menatapku dalam. Bahkan Mas Andi melihat diriku dari atas sampai kaki. Pasti pikiran kotor melintas di benaknya. Apa dia pikir aku mau langsung melakukan malam pertama? Padahal sampai saat ini, aku masih gemetar dan takut padanya. Aku masih belum siap melakukan semuanya. “Ayo sini! Aku mau kenal kamu lebih dekat,” pintanya sambil menepuk tempat tidur, di sebelahnya bersandar saat ini. “Aku duduk di sini saja,” balasku yang duduk di kursi meja rias. “Kamu mau kakek Wicaksono tau, kalau kita masih asing? Bukankah pernikahan ini k

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 5. Terpojok , karena mas Andi

    Aku mendelik. Pria itu sengaja membuatku malu di depan kakek. Sebenarnya apa yang dia inginkan dari berkata seperti itu, semalam tidak terjadi apa-apa. Hanya kejadian memalukan yang membuatku berteriak. “Kamu mau, Kakek mencari daun muda lagi? Kegiatan olahraga malam itu hanya para pengantin baru yang bisa melakukannya. Kakek saat ini fokus dengan keberlangsungan kasta Wicaksono. Jadi, cepatlah kasih Kakek cicit,” pintanya. “Kakek!” ucapku sedikit meninggi dengan wajah merah muda, saat ini perasaanku malu sekali. Kejadian semalam itu di luar dugaan. Aku kira, dia akan memaksa malam pertama denganku. Ternyata, dia memastikan bahwa aku benar-benar datang bulan. Hanya saja, hal itu membuatku sangat malu. “Tenang saja kakek, ini pasti tokcer. Apalagi semalam aku sudah melihatnya,” ucapnya sambil melirikku penuh ejekan. Suamiku ini ternyata suka menggoda dan membuatku sedikit malu di depan umum. “Tapi, apa cucu kakek siap hidup dengan pria tanpa pekerjaan jelas seperti aku? Pe

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 6. Ketipu dan Di Usir

    Malam ini, aku menempatkan rumah sewa. Rumah sederhana dengan perabotan yang tidak banyak. Aku sedang berada di kamar berbicara dengan seseorang yang mengajakku bisnis di saluran telepon. “Kamu harus balikin uangku sesuai perjanjian!” “Namanya bisnis, kalo udah bangkrut di tanggung bersama. Mulai saat ini, jangan hubungi aku lagi!” Panggilan itu ditutup begitu saja. Tapi dia hanya memanfaatkan aku dan menipuku. Mas Andi terlihat memperhatikan dari depan pintu kamar. Aku tetap tidak fokus dengan kehadirannya, bahkan air mataku jatuh juga kubiarkan. “Kamu baik-baik aja?” tanya Mas Andi yang membuatku mengangkat kepala. “Yang mas Andi liat, gimana? Apa masih baik-baik saja?” Aku tidak peduli dengannya. Padahal dia baru saja pulang bekerja serabutan seperti biasanya. “Kamu sadar nggak, mas? Semua masalah ekonomi yang aku hadapi saat ini adalah salahmu!” Semua kekesalan, aku limpahkan ke Mas Andi, tapi dia tetap tidak marah. Bahkan dia masih tenang mendengarkan omelanku.

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 7. Antara Harga Diri dan Mengalah!

    Mas Andi masih terus bertahan, bahkan dia tetap tenang. Justru aku yang semakin merasa terhina menariknya dengan paksa. “Mas! Ayo pergi dari sini! Jangan rendahkan dirimu lagi!” teriakku menarik paksa tangan mas Andi. Entah kekuatan dari mana yang membuatku bisa menarik mas Andi. Kami berjalan menjauh dari Ibu sampai berada di dekat pintu gerbang. Tiba-tiba, sosok penolongku hadir lagi. Tangan keriput itu menggenggam tangan kiriku. “Jangan memberontak! Ayo ikut Kakek!" Sebuah perintah yang tidak dapat ditolak, refleks tubuhku juga mengikuti lagkahnya. “Ayah!" seru Ibuku dengan suara pelan dan kaku. Kakek Wicaksono menatap penuh amarah ke arah Ibu. Sontak, membuat Ibu semakin menunduk. Mungkin aku akan menang kali ini, tapi Ibuku tidak mungkin akan semudah itu menerimaku kembali. “Dasar menantu tidak tau diuntung!” Bentakan itu diikuti tangannya yang melayang di pipi Ibu. Saat itu juga, terlihat membekas merah di pipinya yang putih. Bahkan matanya menatap tajam ke arah

    Last Updated : 2024-09-10
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 8 . Gara-gara Kecoa dan Tikus

    Aku tertunduk dan meneteskan air mata setelah melontarkan pertanyaan itu, memang konyol. Tapi sangat masuk akal bagiku saat ini.Tangan lembut itu menyapu pundakku, bersama dengan suara khasnya kakek Wicaksono berusaha menenangkanku lagi.“Inggit, jangan pernah bertanya seperti itu lagi. Mungkin Ibumu saja, yang salah dalam memperlakukan kalian. Sekarang kamu turuti saja, sementara kamar belakang tidak buruk-buruk amat,” jelasnya.Napas panjang yang kuhembuskan, terasa sekali melepas kekesalan. “Baiklah,” jawabku singkat. Kami menuju kamar belakang, sebuah ruangan yang tidak pernah di huni. Bahkan pembantu sekalipun enggan menginjakkan kakinya di sini. “Kakek pulang saja, di sini terlalu berdebu. Bahkan ada banyak kotoran tikus. Inggit takut nanti alergi Kakek kumat,” pintaku, sambil menyibak sarang laba-laba.Kakek Wicaksono tersenyum, menepuk pundakku. Dia akhirnya pergi meninggalkan kami. “Biar mas saja yang membereskan,” ujar mas Andi lembut, aku sebenarnya kesal sama dia tapi

    Last Updated : 2024-10-03
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 9. perkara tarik-tarikan selimut

    “Sadar Inggit,” gumamku yang membujuk diri sendiri, “Tapi itu sesuatu yang sayang untuk di lewatkan. Lagian dia suamiku, jadi enggak masalah aku menikmatinya.” Entah sisi lainku yang lain berusaha mempengaruhi agar diri ini lepas kendali.Sampai aku benar-benar tersadar dan lompat turun dari tempat tidur, aku malu saat mas Andi membuka matanya. Hal itulah yang menyadarkan diri ini, dari perbuatan konyol.“Kenapa Ngiit?” Pertanyaan mas Andi membuatku makin salah tingkah.“Eng-nggak, Mas. A- anu, Inggit mau mandi dulu,” kilahku yang panik. Mas Andi terlihat menggelengkan kepala sambil tersenyum, matanya menatapku begitu dalam. Hal seremeh itu juga membuatku salah tingkah saat meninggalkannya ke kamar mandi. Sekonyol salah ambil handuk, dengan selimut yang dia kenakan.“Mau mandi atau mau tidur lagi,” godanya yang membuat wajah ini memerah. Aku yang sangat malu, buru-buru melepas selimut itu dan menarik handuk yang berada di dekat kursi. Langkahku cepat menuju kamar mandi sampai saat

    Last Updated : 2024-10-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 10. Sesuatu yang kenyal menempel di bibir

    Rasanya kenyal menempel di bibir bahkan tidak hanya itu yang kurasakan, juga ada rasa lembek dan sedikit ada lendirnya, begitu aku membuka mata. “ Huek ... huek ....” Perut ini mual tidak karuan, sebuah kecoa yang mati menempel di dinding menyentuh bibirku.Perasaan mual belum hilang lengkap menjadi kesal, saat melihat wajah mas Andi yang menahan tawa di dalam kamar mandi.“Mending juga nabrak bibirku,” gumamnya dengan tawa tersunging, gigi putihnya menjadi hiasan yang membuat aku semakin dongkol.“Puas! Punya suami kok gini banget,ya!” umpatku kesal, meninggalkan dia begitu saja di kamar mandi.Suara sikat dan air menjadi alunan musik di tengah rasa kesalku kali ini, ditambah suara riuh di dalam perut yang menandakan waktunya menambah energi kampung tengah. “Mas, sudah belum?” tanyaku sembari tetap duduk di atas tempat tidur.Mas Andi tidak bersuara sama sekali, sepertinya dia sibuk membersihkan kamar mandi sampai suaraku tidak terdengar. Aku mengentakkan kaki berjalan dengan berkaca

    Last Updated : 2024-10-07
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 11. Kelaparan atau Ribut?

    “Tapi aku lapar, Mas.” Dengan suara pelan aku berbicara di samping mas Andi.“Sabar, nanti kamu bisa makan. Tunggu di sini dulu ya Mas berangkat kerja, bentar saja,” bujuknya.Bibirku manyun tidak terima, ‘Emang dia mau bawa makanan dari mana? Mau berangkat kerja terus bawa makanan, secepat apa dia dapat uang? Buat bayar kos saja enggak bisa.' Itulah pikiran yang aneh melintas begitu saja.“Kenapa bengong?” tanya mas Andi yang menatap wajahku yang masih manyun. Aku hanya mendengkus dan meninggalkannya begitu saja tanpa menjawab pertanyaanya, agar dia paham kalau aku marah atas saran tidak masuk akalnya itu.Baru saja pintu terbuka nyonya besar Ana Rahma sudah berdiri di hadapanku saat ini, dengan kedua tangannya terlipat di depan, menatapku bagai tersangka.“Inggit, kamu lupa sama perjanjian semalam? Ibu tunggu dari pagi, suamimu yang miskin itu bahkan tidak terlihat batang hidungnya.” Mendengar setiap kata demi kata yang keluar dari bibir Ibuku, seperti aku merasa terlahir dari timun

    Last Updated : 2024-10-07

Latest chapter

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 45. Menenangkan Mas Andi

    Di tempat kerja, ketegangan semakin terasa. Orang-orang mulai lebih terbuka dengan sikap mereka, dan setiap kata yang terlontar membuat hatiku semakin tergerus.“Nggit dengar-dengar kamu masih dari kasta Wicaksono,” celetuk seseorang yang bersama Lela, aku langsung terkejut mendengarpertanyaannya itu.Belum juga aku menjawab Lela langsung memotongnya, “Percuma kalau terlahir dari keluarga kasta tapi suaminya buruh serabutan.” Sambil tertawa Lela bersama temannya.“Benar perkataanmu Lela, aku jadi merasa kecewa dengan sistem kasta di kota ini. Karena, orang-orang seperti dia ini yanhg menjatuhkannya.” Mata wanita itu penuh ejekan aku sangat ingin membalasnya tapi Lela seperti menyadari apa yang ingin aku lakukan.“Sudahlah, pergi dari sini, buang-buang waktu saja,” ucap Lela yang melempar tawa padaku.Sebelum mereka pergi Lela berbisik tajam, &ldq

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 44. Omong Kosong yang Memuakkan.

    Pagi itu, seperti biasa, aku dan mas Andi berangkat bekerja bersama. Tapi suasana di antara kami berbeda, ada ketegangan yang tersisa di udara, meskipun kami berusaha terlihat biasa saja. Kami berjalan di sepanjang trotoar, kaki kami terbenam dalam pemikiran masing-masing. Aku bisa merasakan beban di pundaknya, entah mengapa, aku merasa beban itu sekarang juga menjadi milikku.Di tempat kerja, aku berusaha fokus. Namun, segala sesuatu yang terjadi di luar pekerjaanku terus mengganggu pikiranku. Lela, teman-temanku dan semua suara yang meremehkan mas Andi seperti bayangan yang menempel di kepala. Setiap tatapan, setiap bisikan yang mereka lemparkan, aku tahu bahwa ini tidak akan pernah berakhir. Mereka tak akan berhenti berusaha mengubah pikiranku tentang mas Andi.“Nggit, aku mau antar ini dulu ke gudang,” ucap Windi, yang mengagetkanku dari lamunan.“Oh, iya.”Aku membalas singkat. Windi terlihat

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   42. Hasutan Teman

    "Inggit, aku tidak mengerti kenapa kamu bertahan dengan orang seperti Andi," suara Lela memecah keheningan di ruang tamu. Suaranya terdengar lembut, tapi menyimpan nada tajam yang tak bisa disembunyikan.Aku meletakkan cangkir teh yang belum sempat kuminum, merasa dadaku mendidih. "Lela, Andi adalah suamiku. Kenapa kamu bicara seolah-olah aku tidak punya pilihan dalam hidupku?"Lela mendekatkan dirinya padaku, menatap lurus ke mataku dengan ekspresi prihatin yang dibuat-buat. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Nggit. Kamu tahu aku selalu mendukungmu. Kamu perempuan cerdas, punya pekerjaan bagus, cantik. Kamu bisa hidup dengan seseorang yang sepadan. Kenapa harus mempertahankan dia?"Aku menarik napas panjang, berusaha menjaga agar emosiku tidak meledak di hadapannya. Tangan Andi yang kurasakan di bahuku tadi pagi, masih terasa seperti bayang-bayang perlindungan yang dia berikan. "Lela, mas Andi mungkin bukan orang ka

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 43. Melawan Hasutan yang Datang

    Esoknya, aku kembali bekerja dengan pikiran yang penuh amarah terpendam. Pekerjaan yang seharusnya bisa kuselesaikan dengan tenang terasa begitu sulit, setiap suara, setiap pandangan dari rekan-rekan kerja seperti membawa kembali semua hinaan dan ejekan yang selama ini mereka lemparkan pada mas Andi.“Win aku ijin istirahat lebih dulu, ya? Soalnya aku mau nemuin, teman sekolahku dulu,” ujarku saat itu yang di balas anggukan oleh Windi.Di waktu istirahat, aku tidak bisa menahan diriku lagi. Aku mendekati Lela, yang sedang duduk dengan rekan-rekan lain di kantin. Mereka berhenti berbicara saat aku tiba, aku bisa merasakan ketegangan yang mulai terbentuk."Lela, kita perlu bicara."Aku memanggilnya, berdiri tepat di depannya duduk.Dia mendongak, tampak terkejut menatap wajahku, tapi berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Ada apa, Nggit?"Aku menatapnya tajam, tak

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 41.  Perhiasan Ketemu

    Detik itu juga, kata-katanya seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku berdiri terpaku, tidak percaya bahwa kata-kata penuh kebencian itu keluar dari mulut adikku sendiri. Aku mencoba bicara, namun suaraku seakan tercekat di tenggorokan. Mas Andi menggenggam tanganku, memberi isyarat agar aku tidak tersulut lebih jauh.Namun, emosi itu sudah tak terbendung lagi. Aku menarik napas panjang, lalu menatap Vanya dengan tatapan penuh luka dan kekecewaan. "Kamu tahu, Vanya, kebencianmu ini tidak akan membawamu ke mana-mana. Kamu boleh menghina mas Andi, tapi jangan lupa, Kakek memilihnya untukku dengan sadar, dengan sepenuh hati. Kalau kamu tidak bisa menghargainya, maka mungkin kamu juga tidak perlu menghargai kakek sebagai orang tertua di keluarga ini."Wajah Vanya mengeras, tapi dia memilih diam, tak lagi membalas. Kami berdiri dalam keheningan yang menusuk, sampai akhirnya mas Andi menarikku pergi, mengakhiri pertikaian yang terasa membekas dalam benakku.“Ayo kita jalan-jalan lagi, biar te

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 40. Fakta di balik CCTV

    "Apa-apaan ini, kalian? Baru pulang sudah membuat keributan lagi!" Ibu berkata dengan nada penuh ketidaksukaan. Tatapannya langsung tertuju pada Mas Andi, seolah mencari alasan untuk menyalahkannya lagi."Ibu, ini tidak benar," ujarku, mencoba menahan emosi. "Vanya menuduh Mas Andi tanpa bukti!"Namun, Ibu hanya mendengus dan aku bisa melihat ketidakpedulian dalam matanya. "Perhiasan itu mahal, Inggit. Dan bukankah sudah jelas siapa yang paling mungkin menginginkannya?"Aku merasa darahku mendidih. Mereka memperlakukan Mas Andi seolah dia bukan bagian dari keluarga, seolah dia adalah ancaman. Aku memandang wajah Mas Andi, yang tetap tenang, tapi aku tahu di dalam dirinya, ada amarah yang sedang ditahan.Akhirnya, Mas Andi angkat bicara, suaranya pelan namun tegas. "Saya tidak pernah mencuri, Bu. Apa yang Ibu tuduhkan terlalu jauh."Mata Ibu berkilat dan Mas Andi berbalik pada Vanya. "Coba cari baik-baik, Vanya. Pastikan di mana terakhir kamu meletakkannya. Jangan sembarangan menuduh o

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 39. Tuduhan yang beruntut ...

    Aku baru merasa lega setelah mendengar penjelasan Mas Andi. Akhirnya masalah uang yang diminta Ibu bisa kami selesaikan tanpa drama tambahan. Namun, naluri dalam diriku seolah terus memanas, memberi firasat bahwa kedamaian ini tidak akan bertahan lama. Apa lagi yang akan Ibu lakukan pada kami? Pikiran itu membuat langkahku terasa berat saat aku dan Mas Andi berjalan menuju mal Srikandi.Di mal, aku memperhatikan gerak-gerik Mas Andi yang sedikit berbeda. Mas Andi terlihat berbisik pada staf Office, lalu menerima sesuatu yang mirip dengan kunci mobil. Kecurigaan langsung menjalar dalam pikiranku. Aku berusaha mendekat tanpa terlihat, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, saat itu juga, seseorang muncul dari arah belakangku. Mas Gunawan, kakak iparku yang bekerjadi juga di mal ini."Sedang apa kamu di sini, Andi?" suara Mas Gunawan terdengar penuh kecurigaan, seperti seorang penjaga yang baru saja menemukan penyusup.Mas Andi terlihat tenang, tetapi nada suaranya tetap rendah.

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 38. Tuduhan berujung malu.

    "Pagi sayang," sapaku.Mas Andi terlihat enggan bangkit dari tempat tidur, aku segera keluar untuk membuat sarapan. Tiba-tiba suara Ibu terdengar mengomel menghampiriku."Nggit, coba kamu tidak menikah dengan dia, kamu pasti tidak harus bersusah payah," ocehnya lagi membuat kupingku panas."Kenapa sih Bu itu terus dibahas, nggak ada habisnya," balas Inggit.Aku lanjut memasak sambil mencuci piring di wastafel, sampai suara Ibu terdengar lagi. Semakin menyulut emosiku."Padahal Arga itu mapan, kamu bisa hidup tanpa harus bekerja dan bersusah payah," ungkap Ibuku yang membuatku geram."Terus kenapa Ibu masih mau? Waktu kakek menawarkan Andi menikah denganku, Ibu takut melawan kakek?" tanyaku yang membuat Ibu langsung membanting pintu kamar mandi.Aku terkejut, jantungku seperti mau copot, bahkan saat ini di pikiranku semua penghuni di dalam rumah juga bangun akibat suara bantingan pintu itu. Tapi, aku pikir sudah berhenti sampai di situ saja, suara kesunyian kembali menemaniku sampai ter

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 37. Emosi Memuncak

    Setiap malam, aku merenungkan keputusan untuk mengambil langkah ini. Mas Andi selalu ada di sampingku, menguatkan hatiku. Dia tidak pernah mengeluh meski kami bekerja hingga larut malam.Suatu malam, saat kami sedang duduk di depan rumah setelah seharian bekerja, aku menatapnya. "Mas, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku merasa lebih kuat bersamamu."Mas Andi tersenyum. "Kita harus saling mendukung. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."Namun, saat kami berusaha memperbaiki keadaan, Ibu tampaknya semakin kesal. "Kalian seharusnya bisa lebih baik! Pesta Wicaksono sudah dekat!" teriaknya.Hatiku mulai terbakar lagi. "Bu, kami berusaha! Kami tidak bisa memenuhi semua permintaan tanpa dukungan.""Tapi kamu memilih hidup dengan menantu miskin ini!" Ibu membalas dengan sinis.Aku merasa marah. "Mas Andi bukan hanya menantu, dia suamiku! Tidak ada yang bisa merendahkan dia!"Mendengar kata-kataku, Ibu seakan terdiam. Namun, dia segera menemukan cara untuk kembali menyerang. "Kamu

DMCA.com Protection Status