Abimana kembali ke perusahaan untuk mengerjakan banyak hal penting, dirinya akan mengurus Tania setelah urusan bisnis selesai. "Hubungi Tania, katakan tunggu saya di rumahnya!" titahnya pada Riana.Eu, di rumah!Alih-alih segera mengerjakan perintah dari sang tuan, justru Riana segera mengembangkan prasangka negatif intinya takut kehilangan Abimana. "Ke-napa di rumah, tuan? Yang saya tahu Tania jarang sekali di rumah," dustanya untuk mencegah pertemuan Abimana dan Tania.Abimana menyahut kalimat Riana, tetapi tidak menatapnya sama sekali, dirinya selalu disibukan dengan pekerjaan. "Lakukan saja."Riana ingin menolak, tapi jika tidak melakukan perintah Abimana mungkin belangnya akan terbongkar dan berakhir pemecatan. Maka, dengan berat hati Riana mengabarkan Tania. Jadi, setelah urusan di perusahaan selesai Abimana segera mengunjungi Tania, membawa koper berukuran sedang. "Ini uang cash, saya akan menanggung biaya hidup kamu sampai melahirkan, tapi jaga baik-baik bayinya jangan sampai
Abimana dan Nadia hadir di hadapan Tania setelah mendengar raungan tangisan di ruang tamu. "Astaga!" Pria ini segera memegangi pelipisnya saat melihat Tania berada dalam pelukan Mila."Duduklah," ucap Mila pada Abimana dan Nadia, sedangkan Wira tetap memasang wajah geram."Ada apa ini? Tania, saya sudah katakan saya akan menanggung semua biaya hidup kamu dan apa kamu lupa pada perjanjian kita, apa kamu tidak takut mendapatkan denda satu milyar!" Dengusan mengiringi kalimat Abimana.Segera, Tania melepaskan tubuh Mila yang sejak tadi dipeluknya, beralih menatap Abimana dengan mata berkaca-kaca. "Saya tidak pernah menginginkan uang kamu, saya hanya inginkan pertanggung jawaban kamu."Alih-alih Abimana, Wira yang menunjukan berangnya, suaranya begitu memekik, "Hentikan omong kosong kamu itu, wanita jalang!"Segera tatapan Mila melebar, tidak menyangka jika suaminya bisa seemosional ini. "Pa, sabar sebentar.""Mana bisa sabar, wanita itu sangat licik dan berbisa!" tunjuk Wira pada Tania d
Abimana berhenti memeluk Nadia, tetapi menatapnya dengan sendu. "Jangan pergi, hanya sebentar saja, situasi ini tidak akan berlangsung lama."Nadia membalik tubuhnya, tidak ingin menatap Abimana. Dalam satu rumah tidak boleh ada wanita lain, Nadia mengetahuinya karena jangankan pernikahan bahkan berpacaran saja tidak dibenarkan ada orang ketiga. Bukan maksud Saraswati ikut campur dalam argumentasi cucu dan suaminya, tapi dia perlu menjadi penengah. "Nadia bersabar sebentar ya hingga Tania melahirkan. Nak Abi juga harus pandai menjaga perasaan Nadia selama Tania di sini." Argumentasi Abimana dan Nadia selesai setelah Saraswati menetralkannya.Kini, Tania digiring oleh Mila masuk ke dalam kamar tamu. "Tidurlah di sini, tapi tolong hargai privasi Abimana dan Nadia, bagaimanapun juga Abi hanya membiarkan kamu di sini bukan karena ingin memperistri." Mila menamparkan pesan tegas pada Tania hanya saja menggunakan suara lembut."Iya, tapi saya minta jangan perlakukan saya seperti orang lain,
Abimana berlalu jadi di rumah hanya menyisakan Mila dan Nadia juga seorang wanita tua. Kondisi ini sangat menguntungkan untuk Tania, dia bisa mengambil hati Mila sekaligus menindas Nadia dengan leluasa.Nadia tidak meninggalkan Saraswati sedetik pun hingga bubur buatan Mila tiba, tapi Tania juga mengekor untuk membantu membawakan jus buah serta irisan buah-buahan segar dan obat yang berada dalam satu nampan. "Nenek makan dulu ya, lalu minum obat, jika setelah minum obat tidak ada perubahan, saya akan panggilkan dokter kesini." Kalimat lembut Mila."Terimakasih banyak dan nenek minta maaf karena sangat merepotkan." Bagaimanapun juga Saraswati hanya sebagai penumpang di sini jadi dirinya sangat tidak enak hati walau pemilik rumah sangat ramah padanya seperti pada Nadia yang jelas-jelas menantu Mila juga Wira."Tidak merepotkan sama sekali." Senyuman tulus Mila. Tania segera ambil bagiannya, supaya menarik perhatian Mila."Nek, biar Tania suapi. Saya juga sudah membuatkan jus dan membawa
Riana semakin menggerutu di belakang Abimana, tapi banyak bicara pun percuma karena tidak merubah keadaan sama sekali. Wanita ini menyisakan sedikit waktu untuk menghubungi Tania. "Hari ini Tuan Abi sangat kejam, tapi saya yakin dia tidak begitu pada kamu!"Tania menuangkan teh melati hangat lalu menyeruputnya seiring menikmati udara segar di tepian kolam. "Kejam bagaimana maksud kamu?" Suaranya dipenuhi kedamaian."Tuan Abi memerintahkan saya ini dan itu, pokoknya pekerjaan hari ini harus selesai pukul dua bahkan saya tidak memiliki jadwal makan siang!""Tahu seperti itu mengapa menghubungi saya, harusnya di sisa waktu yang sempit ini kamu menyempatkan untuk makan." Suara damai Tania masih mengalun hingga bertolak belakang dengan suara Riana."Mana mungkin saya makan di toilet, saya kesini karena bersembunyi sebentar karena sepertinya Tuan Abi juga mengawasi saya lewat CCTV, dia selalu tahu keberadaan saya." Alih-alih mendapatkan respon iba. jusrtu Riana harus mendengar tawa merdu na
"A-Abi, apa maksud kamu?" Tania membeku mendengar satu kata dari Abimana.Abimana membalik tubuhnya hingga kini wajah menawannya yang tertangkap dalam indera penglihatan Tania. "Jangan menempel terus, kamu di sini hanya sampai melahirkan, jangan anggap saya suami kamu, jadi jangan lakukan apapun!""Tapi saya butuh dekat dengan kamu, saya butuh kasih sayang walau kita tanpa ikatan," sendu Tania supaya mendapatkan perhatian."Saya sudah menyuruh bibi menyiapkan semua keperluan kehamilan, pasti kamu sudah mendapatkannya dari bibi. Itu adalah salah satu usaha saya menyayangi kamu.""Bukan hanya seperti itu saja, saya juga butuh kontak fisik dengan kamu.""Jangan menuntut atau kamu angkat kaki dari sini. Saya tidak peduli walau kamu mengejar saya sampai ke ujung dunia sekalipun!" tandas Abimana.Tania berdecak kesal, tapi dirinya cukup bersabar demi tetap tinggal di dalam rumah ini. Tadi pagi dirinya memang mendapatkan berbagai macam perlengkapan kehamilan, mulai dari susu hamil bahkan ban
Abimana dan Nadia menuju ruang tengah untuk menyaksikan acara televisi. "Tania akan memakan saya hidup-hidup, kamu lihat kan ekspresinya tadi. Ish, menyeramkan!" Gadis ini mulai menumbuhkan imajinasi brutalnya."Tania tidak akan berani melakukan apapun, kamu nyonya di sini, sayang." Lingkaran tangan Abimana mendarat mesra dan sesual di pinggang Nadia. "Bagaimana ya, sebentar lagi dia akan berdiri tegak." Lirikannya mengarah pada celana berwarna navy polos."Jangan memikirkan hal macam-macam, kecuali kalau tidak malu sih, dengan celana seperti itu membuat junior kamu akan terlihat jelas saat menyembul." Tawa kegelian Nadia."Kamu sih, menunda. Padahal saya sudah membayangkan." Ini adalah siksaan tersendiri untuk Abimana, tapi sampai kapanpun Nadia tidak akan mengerti. Baru saja gadis ini menyalakan televisi, Wira tiba seiring membawa wajah kesal."Abi, jadi Tania masih di sini!" Suara lantang Wira hingga membuat Abimana terkejut dan melepaskan pelukannya dari Nadia. Pria ini segera men
Malam ini Nadia harus menunggu Saraswati yang sedang menjalani perawatan, Abimana juga hadir di sana. "Kamu pulang saja, besok kamu harus bekerja.""Mana bisa saya membiarkan kamu menunggu nenek sendiri.""Tadi kan mama sudah bilang akan kembali setelah mengambil perlengkapan nenek, setelah mama di sini kamu pulang saja." Nadia tidak ingin banyak merepotkan Abimana karena dirinya tidak ingin terlihat seperti sangat bergantung dan tidak bisa mandiri. Baru saja gadis ini selesai bicara Mila tiba. Pun, wanita ini menyuruh Abimana tidur di rumah saja.Tidak sampai satu jam Abimana sudah kembali, Tania adalah orang pertama yang dilihatnya karena wanita itu menunggunya di ruang tamu. "Bagaimana keadaan neneknya Nadia?" Ekspresi peduli dipasang."Tidak perlu berakting peduli." Datar Abimana yang segera melewati Tania, tapi tangan kanannya segera digenggam maka berhasil mencegah pergerakannya."Kalau malam ini kamu kesepian, saya siap gantikan posisi Nadia." Ini adalah bisikan iblis yang deng