Malam ini Nadia harus menunggu Saraswati yang sedang menjalani perawatan, Abimana juga hadir di sana. "Kamu pulang saja, besok kamu harus bekerja.""Mana bisa saya membiarkan kamu menunggu nenek sendiri.""Tadi kan mama sudah bilang akan kembali setelah mengambil perlengkapan nenek, setelah mama di sini kamu pulang saja." Nadia tidak ingin banyak merepotkan Abimana karena dirinya tidak ingin terlihat seperti sangat bergantung dan tidak bisa mandiri. Baru saja gadis ini selesai bicara Mila tiba. Pun, wanita ini menyuruh Abimana tidur di rumah saja.Tidak sampai satu jam Abimana sudah kembali, Tania adalah orang pertama yang dilihatnya karena wanita itu menunggunya di ruang tamu. "Bagaimana keadaan neneknya Nadia?" Ekspresi peduli dipasang."Tidak perlu berakting peduli." Datar Abimana yang segera melewati Tania, tapi tangan kanannya segera digenggam maka berhasil mencegah pergerakannya."Kalau malam ini kamu kesepian, saya siap gantikan posisi Nadia." Ini adalah bisikan iblis yang deng
Hari berganti, Abimana dan Wira tidak masuk ke ruang makan sama sekali, keduanya hanya meminta bibi membawakan sarapan ke kamar dengan syarat hasil masakan wanita yang sudah bekerja belasan tahun itu. Tania menyadarinya karena bibi sangat sibuk, tapi tidak ada makanan sama sekali di atas meja. "Ck, jadi seperti ini cara kalian menghindari saya. Asal kalian tahu saja, dengan begini saya bisa lebih leluasa menjelajahi rumah kalian!" Wanita ini bermaksud menghancurkan perusahaan besar yang dibangun Wira, dia akan mencoba membobol data-data penting yang bersemayam di dalam ruang kerja pria itu dan ruang kerja milik Abimana.Sebelum pergi Wira berpesan pada bibi dan satpam supaya memperhatikan gerak-gerik Tania, andai secuil saja menjurus pada arah mencurigakan maka dirinya memberikan wewenang pada satpam untuk mengamankan Tania bersama bukti. Wira tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas karena rumahnya ikut dihuni oleh ular berbisa yang bisa kapan saja membunuh keluarganya.Abiman
Abimana sudah masuk ke dalam kamar ibunya, dirinya segera meninggalkan Tania setelah mengatakan kalimat terakhir tanpa ingin mengulangnya. Mila sedang merebahkan tubuhnya di samping wewangian aroma terapi. "Maaf Abi menganggu." Suara mesra Abimana layaknya seorang anak laki-laki pada ibunya."Tidak, ada apa?" Mila segera mendudukan tubuhnya perlahan dibantu putranya kemudian Abimana duduk di tepian ranjang menghadap ibunya."Apa mama kehilangan perhiasan?" pertanyaan Abimana ini membuat Mila menunjukan ekspresi heran."Mama tidak kehilangan perhiasan, hanya saja tadi mama menemukan perhiasan milik mama di lantai, kamu tahu sendiri."Abimana manggut tipis. "Jadi jawabannya sudah pasti mama juga tidak mengerti mengapa perhiasan mama ada di lantai." Embusan udara tipis mengiringi kala pria ini mengeluarkan segenggam perhiasan dari dalam kantong bajunya, "Abi menemukannya di pot bunga.""Astaga, kenapa bisa di sana!" Wajah Mila memucat dengan cepat."Abi yakin bukan mama kan yang meletak
Saraswati mengurungkan niatnya menceritakan Naila pada Nadia, kini suapan-suapan kecil sudah mulai menyapa lidahnya. Sang cucu yang membuatkannya dengan penuh cinta dan menyuapi dengan penuh sayang."Abi pergi bekerja?" Suara parau Saraswati seolah dipaksa keluar."Iya, tapi Abi bilang tidak akan lama." Nadia kembali mengambil suapan, ini yang terakhir. "Syukurlah nenek makannya lahap, kalau begini nenek akan cepat sembuh." Senyuman penuh harapan dicampur bahagia mengembang."Nenek memang harus sembuh untuk Nadia." Suara parau Saraswati kembali dipaksa keluar."Iya nek, Nadia kan sedih kalau nenek seperti ini." Kalimat sendu Nadia dibalas senyuman kecil oleh Saraswati. Kali ini Tania tidak menunjukan batang hidungnya karena wanita itu sedang mengunjungi rumahnya untuk sekedar menyendiri karena patah hati oleh kalimat Abimana. Jadi, Nadia bisa bernapas lega dalam ruang gerak tanpa Tania.Setelah menyuapi Saraswati, Nadia menyempatkan mengunjungi halaman belakang untuk mengambil udara s
Abimana dan Nadia sedang membersihkan diri di kamar mandi di dalam kamar mereka. "Astaga Abi, lagi-lagi kamu tidak memakai pengaman!" Kedua alis Nadia sampai menukik."Tadi itu situasinya dadakan, mana sempat." Enteng Abimana yang sedang mengguyur rambut berbusanya."Harusnya kamu selalu siaga." Nadia tidak menerima kelalaian Abimana yang ke sekian kali."Siaga bagaimana hm, tidak mungkin kan saya harus mengantongi alat pengaman, apalagi saat ke perusahaan." Sikap santai Abimana masih mengutarakan kalimat entengnya."Ish, simpan di dompet juga kan bisa, benda itu hanya benda kecil dan tipis. Kalau kamu sering lalai lebih baik saya minum pil lagi!" ketus Nadia."Jangan sayang, saya khawatir pada rahim kamu." Perut bawah Nadia dielus mesra, "biarkan saja bayi itu tumbuh dan berkembang di sini jika Tuhan memang sudah menghendaki.""Tapi saya masih kuliah. Iya ampun ... mudah sekali kamu membahas kehamilan." Decak kecil Nadia yang terdengar sangat menggemaskan bagaikan anak beruang yang i
Sebuah panggilan asing masuk pada handphone Abimana. "Selamat siang, dengan siapa saya bicara?" Kalimat formal selalu digunakan Abimana karena mungkin si pemanggil adalah orang penting-pebisnis yang akan atau sudah menjalin kerjasama dengan Family Owned Company."Kami dari rumah sakit, mohon maaf pak kami mengundang Anda untuk datang menemui istri Anda.""Istri? Dia bukan istri saya.""Intinya datang saja karena pasien sangat membutuhkan bapak saat ini.""Iya, terimakasih sudah menghubungi," tandas Abimana yang segera menggerutu, "pasti Tania menyebut saya sebagai suaminya. Kali ini apa lagi yang dia inginkan!" Abimana tidak akan memerdulikan panggilan dari rumah sakit karena jika keinginan Tania terus dikabulkan maka wanita itu akan semakin besar kepala. Jadi, setelah urusan di perusahaan selesai pria ini segera menemui istrinya di rumah."Kok aneh, hari ini saya tidak melihat Tania!" ceplos Nadia."Memangnya kamu lebih suka melihat Tania, hm." Abimana melingkarkan pelukan di bagian
Setelah kembali ke kelas Nadia menyempatkan mengirimkan chat pada Kafka selama menunggu dosen. [Bapak apa kabar, apa bapak sengaja datang ke kota ini?] Basa-basinya.Kafka segera memberikan jawaban. [Ada waktu bertemu?]Nadia bergeming beberapa detik. [Nenek sedang sakit, jadi Nadia tidak bisa pergi kemanapun lagi selain kuliah.][Saya baru saja menemui Tania di rumah sakit. Apa benar kalian tinggal satu atap?] Pertanyaan Kafka segera ke intinya, hingga membuat Nadia membeku karena banyak rasa dalam hatinya kala mengungkit tempat tinggalnya kini yang juga dihuni oleh Tania.[Iya, Abi yang membiarkan Tania tinggal di rumah.]"Suami seperti itu ditinggalkan saja, untuk apa kamu memertahankannya!" geram Kafka yang mengira jika Abimana sengaja menyatukan kedua wanita itu karena ingin beristri dua, bagaimanapun juga bayi dalam perut Tania adalah anaknya, jadi Abimana tidak ingin kehilangan mereka. Pikiran Kafka sangat kontras dengan prasangka. [Saya harap kamu baik-baik saja walau sepertin
Panggilan kembali terhubung pada Kafka karena Tania pingan di kamar mandi, pihak rumah sakit meminta Kafka untuk menemani Tania dua puluh empat jam atau setidaknya bergilir dengan seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan Tania demi menjaga kestabilan mental si pasien. Pria ini memang menemui kekasihnya, tapi yang dilakukannya mengantar Tania ke kediaman Abimana. "Turunlah, kamu tinggal di sini kan. Kalau kamu mau mengugurkan kandungan, saya bersedia menerima kamu lagi, tapi kalau tidak, saya anggap bayi itu memang milik Abimana." Raut wajahnya sangat santai, tapi jelas kalimatnya adalah pilihan sulit untuk Tania."Saya memang sudah mencoba mengugurkan bayi ini, tapi mungkin dia ingin hidup," lirih Tania seiring menyesali dosa besar karena telah berusaha melakukan pembunuhan."Kalau begitu tinggal saja dengan Abimana sampai dia bersedia bertanggung jawab, tapi jujur saja saya tidak yakin!" Ini adalah kalimat untuk menakuti Tania karena yang Kafka nilai justru Abimana inginkan Tani