Hari berganti, Abimana dan Wira tidak masuk ke ruang makan sama sekali, keduanya hanya meminta bibi membawakan sarapan ke kamar dengan syarat hasil masakan wanita yang sudah bekerja belasan tahun itu. Tania menyadarinya karena bibi sangat sibuk, tapi tidak ada makanan sama sekali di atas meja. "Ck, jadi seperti ini cara kalian menghindari saya. Asal kalian tahu saja, dengan begini saya bisa lebih leluasa menjelajahi rumah kalian!" Wanita ini bermaksud menghancurkan perusahaan besar yang dibangun Wira, dia akan mencoba membobol data-data penting yang bersemayam di dalam ruang kerja pria itu dan ruang kerja milik Abimana.Sebelum pergi Wira berpesan pada bibi dan satpam supaya memperhatikan gerak-gerik Tania, andai secuil saja menjurus pada arah mencurigakan maka dirinya memberikan wewenang pada satpam untuk mengamankan Tania bersama bukti. Wira tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas karena rumahnya ikut dihuni oleh ular berbisa yang bisa kapan saja membunuh keluarganya.Abiman
Abimana sudah masuk ke dalam kamar ibunya, dirinya segera meninggalkan Tania setelah mengatakan kalimat terakhir tanpa ingin mengulangnya. Mila sedang merebahkan tubuhnya di samping wewangian aroma terapi. "Maaf Abi menganggu." Suara mesra Abimana layaknya seorang anak laki-laki pada ibunya."Tidak, ada apa?" Mila segera mendudukan tubuhnya perlahan dibantu putranya kemudian Abimana duduk di tepian ranjang menghadap ibunya."Apa mama kehilangan perhiasan?" pertanyaan Abimana ini membuat Mila menunjukan ekspresi heran."Mama tidak kehilangan perhiasan, hanya saja tadi mama menemukan perhiasan milik mama di lantai, kamu tahu sendiri."Abimana manggut tipis. "Jadi jawabannya sudah pasti mama juga tidak mengerti mengapa perhiasan mama ada di lantai." Embusan udara tipis mengiringi kala pria ini mengeluarkan segenggam perhiasan dari dalam kantong bajunya, "Abi menemukannya di pot bunga.""Astaga, kenapa bisa di sana!" Wajah Mila memucat dengan cepat."Abi yakin bukan mama kan yang meletak
Saraswati mengurungkan niatnya menceritakan Naila pada Nadia, kini suapan-suapan kecil sudah mulai menyapa lidahnya. Sang cucu yang membuatkannya dengan penuh cinta dan menyuapi dengan penuh sayang."Abi pergi bekerja?" Suara parau Saraswati seolah dipaksa keluar."Iya, tapi Abi bilang tidak akan lama." Nadia kembali mengambil suapan, ini yang terakhir. "Syukurlah nenek makannya lahap, kalau begini nenek akan cepat sembuh." Senyuman penuh harapan dicampur bahagia mengembang."Nenek memang harus sembuh untuk Nadia." Suara parau Saraswati kembali dipaksa keluar."Iya nek, Nadia kan sedih kalau nenek seperti ini." Kalimat sendu Nadia dibalas senyuman kecil oleh Saraswati. Kali ini Tania tidak menunjukan batang hidungnya karena wanita itu sedang mengunjungi rumahnya untuk sekedar menyendiri karena patah hati oleh kalimat Abimana. Jadi, Nadia bisa bernapas lega dalam ruang gerak tanpa Tania.Setelah menyuapi Saraswati, Nadia menyempatkan mengunjungi halaman belakang untuk mengambil udara s
Abimana dan Nadia sedang membersihkan diri di kamar mandi di dalam kamar mereka. "Astaga Abi, lagi-lagi kamu tidak memakai pengaman!" Kedua alis Nadia sampai menukik."Tadi itu situasinya dadakan, mana sempat." Enteng Abimana yang sedang mengguyur rambut berbusanya."Harusnya kamu selalu siaga." Nadia tidak menerima kelalaian Abimana yang ke sekian kali."Siaga bagaimana hm, tidak mungkin kan saya harus mengantongi alat pengaman, apalagi saat ke perusahaan." Sikap santai Abimana masih mengutarakan kalimat entengnya."Ish, simpan di dompet juga kan bisa, benda itu hanya benda kecil dan tipis. Kalau kamu sering lalai lebih baik saya minum pil lagi!" ketus Nadia."Jangan sayang, saya khawatir pada rahim kamu." Perut bawah Nadia dielus mesra, "biarkan saja bayi itu tumbuh dan berkembang di sini jika Tuhan memang sudah menghendaki.""Tapi saya masih kuliah. Iya ampun ... mudah sekali kamu membahas kehamilan." Decak kecil Nadia yang terdengar sangat menggemaskan bagaikan anak beruang yang i
Sebuah panggilan asing masuk pada handphone Abimana. "Selamat siang, dengan siapa saya bicara?" Kalimat formal selalu digunakan Abimana karena mungkin si pemanggil adalah orang penting-pebisnis yang akan atau sudah menjalin kerjasama dengan Family Owned Company."Kami dari rumah sakit, mohon maaf pak kami mengundang Anda untuk datang menemui istri Anda.""Istri? Dia bukan istri saya.""Intinya datang saja karena pasien sangat membutuhkan bapak saat ini.""Iya, terimakasih sudah menghubungi," tandas Abimana yang segera menggerutu, "pasti Tania menyebut saya sebagai suaminya. Kali ini apa lagi yang dia inginkan!" Abimana tidak akan memerdulikan panggilan dari rumah sakit karena jika keinginan Tania terus dikabulkan maka wanita itu akan semakin besar kepala. Jadi, setelah urusan di perusahaan selesai pria ini segera menemui istrinya di rumah."Kok aneh, hari ini saya tidak melihat Tania!" ceplos Nadia."Memangnya kamu lebih suka melihat Tania, hm." Abimana melingkarkan pelukan di bagian
Setelah kembali ke kelas Nadia menyempatkan mengirimkan chat pada Kafka selama menunggu dosen. [Bapak apa kabar, apa bapak sengaja datang ke kota ini?] Basa-basinya.Kafka segera memberikan jawaban. [Ada waktu bertemu?]Nadia bergeming beberapa detik. [Nenek sedang sakit, jadi Nadia tidak bisa pergi kemanapun lagi selain kuliah.][Saya baru saja menemui Tania di rumah sakit. Apa benar kalian tinggal satu atap?] Pertanyaan Kafka segera ke intinya, hingga membuat Nadia membeku karena banyak rasa dalam hatinya kala mengungkit tempat tinggalnya kini yang juga dihuni oleh Tania.[Iya, Abi yang membiarkan Tania tinggal di rumah.]"Suami seperti itu ditinggalkan saja, untuk apa kamu memertahankannya!" geram Kafka yang mengira jika Abimana sengaja menyatukan kedua wanita itu karena ingin beristri dua, bagaimanapun juga bayi dalam perut Tania adalah anaknya, jadi Abimana tidak ingin kehilangan mereka. Pikiran Kafka sangat kontras dengan prasangka. [Saya harap kamu baik-baik saja walau sepertin
Panggilan kembali terhubung pada Kafka karena Tania pingan di kamar mandi, pihak rumah sakit meminta Kafka untuk menemani Tania dua puluh empat jam atau setidaknya bergilir dengan seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan Tania demi menjaga kestabilan mental si pasien. Pria ini memang menemui kekasihnya, tapi yang dilakukannya mengantar Tania ke kediaman Abimana. "Turunlah, kamu tinggal di sini kan. Kalau kamu mau mengugurkan kandungan, saya bersedia menerima kamu lagi, tapi kalau tidak, saya anggap bayi itu memang milik Abimana." Raut wajahnya sangat santai, tapi jelas kalimatnya adalah pilihan sulit untuk Tania."Saya memang sudah mencoba mengugurkan bayi ini, tapi mungkin dia ingin hidup," lirih Tania seiring menyesali dosa besar karena telah berusaha melakukan pembunuhan."Kalau begitu tinggal saja dengan Abimana sampai dia bersedia bertanggung jawab, tapi jujur saja saya tidak yakin!" Ini adalah kalimat untuk menakuti Tania karena yang Kafka nilai justru Abimana inginkan Tani
Kafka tidak memerdulikan ancaman Abimana karena baginya dirinyalah yang lebih baik dan lebih pantas bersama Nadia yang juga gadis baik-baik. "Saya rasa percakapan kita cukup sampai di sini, biar Tuhan saja yang berkehendak." Senyuman misterius diulas menyebalkan di mata Abimana."Saat bayi itu lahir dan terbukti anak kalian, jangan mengelak lagi karena jika kamu melakukannya maka kamu adalah pengecut paling bejad yang pernah tinggal di muka bumi ini." Tatapan dingin Abimana sangat membidik lawan bicaranya. Namun, Kafka hanya bersikap santai diakhiri senyuman kecil kemudian berlalu.Abimana tidak memiliki niat mengejar pria brengsek itu karena dirasa akan sia-sia saja. Segera, rumah menjadi tujuannya. Sesampainya di syurganya, Nadia segera mengadukan sikap Tania. "Tania bilang dia adalah wanita beruntung yang sudah mengandung benih kamu, saat banyak wanita menginginkan kamu. Lalu, dia mengejek saya yang belum hamil!"Puncak kepala Nadia diusap lembut. "Jangan didengarkan, biarkan saja.
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg