Abimana berhenti memeluk Nadia, tetapi menatapnya dengan sendu. "Jangan pergi, hanya sebentar saja, situasi ini tidak akan berlangsung lama."Nadia membalik tubuhnya, tidak ingin menatap Abimana. Dalam satu rumah tidak boleh ada wanita lain, Nadia mengetahuinya karena jangankan pernikahan bahkan berpacaran saja tidak dibenarkan ada orang ketiga. Bukan maksud Saraswati ikut campur dalam argumentasi cucu dan suaminya, tapi dia perlu menjadi penengah. "Nadia bersabar sebentar ya hingga Tania melahirkan. Nak Abi juga harus pandai menjaga perasaan Nadia selama Tania di sini." Argumentasi Abimana dan Nadia selesai setelah Saraswati menetralkannya.Kini, Tania digiring oleh Mila masuk ke dalam kamar tamu. "Tidurlah di sini, tapi tolong hargai privasi Abimana dan Nadia, bagaimanapun juga Abi hanya membiarkan kamu di sini bukan karena ingin memperistri." Mila menamparkan pesan tegas pada Tania hanya saja menggunakan suara lembut."Iya, tapi saya minta jangan perlakukan saya seperti orang lain,
Abimana berlalu jadi di rumah hanya menyisakan Mila dan Nadia juga seorang wanita tua. Kondisi ini sangat menguntungkan untuk Tania, dia bisa mengambil hati Mila sekaligus menindas Nadia dengan leluasa.Nadia tidak meninggalkan Saraswati sedetik pun hingga bubur buatan Mila tiba, tapi Tania juga mengekor untuk membantu membawakan jus buah serta irisan buah-buahan segar dan obat yang berada dalam satu nampan. "Nenek makan dulu ya, lalu minum obat, jika setelah minum obat tidak ada perubahan, saya akan panggilkan dokter kesini." Kalimat lembut Mila."Terimakasih banyak dan nenek minta maaf karena sangat merepotkan." Bagaimanapun juga Saraswati hanya sebagai penumpang di sini jadi dirinya sangat tidak enak hati walau pemilik rumah sangat ramah padanya seperti pada Nadia yang jelas-jelas menantu Mila juga Wira."Tidak merepotkan sama sekali." Senyuman tulus Mila. Tania segera ambil bagiannya, supaya menarik perhatian Mila."Nek, biar Tania suapi. Saya juga sudah membuatkan jus dan membawa
Riana semakin menggerutu di belakang Abimana, tapi banyak bicara pun percuma karena tidak merubah keadaan sama sekali. Wanita ini menyisakan sedikit waktu untuk menghubungi Tania. "Hari ini Tuan Abi sangat kejam, tapi saya yakin dia tidak begitu pada kamu!"Tania menuangkan teh melati hangat lalu menyeruputnya seiring menikmati udara segar di tepian kolam. "Kejam bagaimana maksud kamu?" Suaranya dipenuhi kedamaian."Tuan Abi memerintahkan saya ini dan itu, pokoknya pekerjaan hari ini harus selesai pukul dua bahkan saya tidak memiliki jadwal makan siang!""Tahu seperti itu mengapa menghubungi saya, harusnya di sisa waktu yang sempit ini kamu menyempatkan untuk makan." Suara damai Tania masih mengalun hingga bertolak belakang dengan suara Riana."Mana mungkin saya makan di toilet, saya kesini karena bersembunyi sebentar karena sepertinya Tuan Abi juga mengawasi saya lewat CCTV, dia selalu tahu keberadaan saya." Alih-alih mendapatkan respon iba. jusrtu Riana harus mendengar tawa merdu na
"A-Abi, apa maksud kamu?" Tania membeku mendengar satu kata dari Abimana.Abimana membalik tubuhnya hingga kini wajah menawannya yang tertangkap dalam indera penglihatan Tania. "Jangan menempel terus, kamu di sini hanya sampai melahirkan, jangan anggap saya suami kamu, jadi jangan lakukan apapun!""Tapi saya butuh dekat dengan kamu, saya butuh kasih sayang walau kita tanpa ikatan," sendu Tania supaya mendapatkan perhatian."Saya sudah menyuruh bibi menyiapkan semua keperluan kehamilan, pasti kamu sudah mendapatkannya dari bibi. Itu adalah salah satu usaha saya menyayangi kamu.""Bukan hanya seperti itu saja, saya juga butuh kontak fisik dengan kamu.""Jangan menuntut atau kamu angkat kaki dari sini. Saya tidak peduli walau kamu mengejar saya sampai ke ujung dunia sekalipun!" tandas Abimana.Tania berdecak kesal, tapi dirinya cukup bersabar demi tetap tinggal di dalam rumah ini. Tadi pagi dirinya memang mendapatkan berbagai macam perlengkapan kehamilan, mulai dari susu hamil bahkan ban
Abimana dan Nadia menuju ruang tengah untuk menyaksikan acara televisi. "Tania akan memakan saya hidup-hidup, kamu lihat kan ekspresinya tadi. Ish, menyeramkan!" Gadis ini mulai menumbuhkan imajinasi brutalnya."Tania tidak akan berani melakukan apapun, kamu nyonya di sini, sayang." Lingkaran tangan Abimana mendarat mesra dan sesual di pinggang Nadia. "Bagaimana ya, sebentar lagi dia akan berdiri tegak." Lirikannya mengarah pada celana berwarna navy polos."Jangan memikirkan hal macam-macam, kecuali kalau tidak malu sih, dengan celana seperti itu membuat junior kamu akan terlihat jelas saat menyembul." Tawa kegelian Nadia."Kamu sih, menunda. Padahal saya sudah membayangkan." Ini adalah siksaan tersendiri untuk Abimana, tapi sampai kapanpun Nadia tidak akan mengerti. Baru saja gadis ini menyalakan televisi, Wira tiba seiring membawa wajah kesal."Abi, jadi Tania masih di sini!" Suara lantang Wira hingga membuat Abimana terkejut dan melepaskan pelukannya dari Nadia. Pria ini segera men
Malam ini Nadia harus menunggu Saraswati yang sedang menjalani perawatan, Abimana juga hadir di sana. "Kamu pulang saja, besok kamu harus bekerja.""Mana bisa saya membiarkan kamu menunggu nenek sendiri.""Tadi kan mama sudah bilang akan kembali setelah mengambil perlengkapan nenek, setelah mama di sini kamu pulang saja." Nadia tidak ingin banyak merepotkan Abimana karena dirinya tidak ingin terlihat seperti sangat bergantung dan tidak bisa mandiri. Baru saja gadis ini selesai bicara Mila tiba. Pun, wanita ini menyuruh Abimana tidur di rumah saja.Tidak sampai satu jam Abimana sudah kembali, Tania adalah orang pertama yang dilihatnya karena wanita itu menunggunya di ruang tamu. "Bagaimana keadaan neneknya Nadia?" Ekspresi peduli dipasang."Tidak perlu berakting peduli." Datar Abimana yang segera melewati Tania, tapi tangan kanannya segera digenggam maka berhasil mencegah pergerakannya."Kalau malam ini kamu kesepian, saya siap gantikan posisi Nadia." Ini adalah bisikan iblis yang deng
Hari berganti, Abimana dan Wira tidak masuk ke ruang makan sama sekali, keduanya hanya meminta bibi membawakan sarapan ke kamar dengan syarat hasil masakan wanita yang sudah bekerja belasan tahun itu. Tania menyadarinya karena bibi sangat sibuk, tapi tidak ada makanan sama sekali di atas meja. "Ck, jadi seperti ini cara kalian menghindari saya. Asal kalian tahu saja, dengan begini saya bisa lebih leluasa menjelajahi rumah kalian!" Wanita ini bermaksud menghancurkan perusahaan besar yang dibangun Wira, dia akan mencoba membobol data-data penting yang bersemayam di dalam ruang kerja pria itu dan ruang kerja milik Abimana.Sebelum pergi Wira berpesan pada bibi dan satpam supaya memperhatikan gerak-gerik Tania, andai secuil saja menjurus pada arah mencurigakan maka dirinya memberikan wewenang pada satpam untuk mengamankan Tania bersama bukti. Wira tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas karena rumahnya ikut dihuni oleh ular berbisa yang bisa kapan saja membunuh keluarganya.Abiman
Abimana sudah masuk ke dalam kamar ibunya, dirinya segera meninggalkan Tania setelah mengatakan kalimat terakhir tanpa ingin mengulangnya. Mila sedang merebahkan tubuhnya di samping wewangian aroma terapi. "Maaf Abi menganggu." Suara mesra Abimana layaknya seorang anak laki-laki pada ibunya."Tidak, ada apa?" Mila segera mendudukan tubuhnya perlahan dibantu putranya kemudian Abimana duduk di tepian ranjang menghadap ibunya."Apa mama kehilangan perhiasan?" pertanyaan Abimana ini membuat Mila menunjukan ekspresi heran."Mama tidak kehilangan perhiasan, hanya saja tadi mama menemukan perhiasan milik mama di lantai, kamu tahu sendiri."Abimana manggut tipis. "Jadi jawabannya sudah pasti mama juga tidak mengerti mengapa perhiasan mama ada di lantai." Embusan udara tipis mengiringi kala pria ini mengeluarkan segenggam perhiasan dari dalam kantong bajunya, "Abi menemukannya di pot bunga.""Astaga, kenapa bisa di sana!" Wajah Mila memucat dengan cepat."Abi yakin bukan mama kan yang meletak