Tepatnya setelah langit berubah lembayung, Abimana mengangkat kelopak matanya perlahan. Pantulan cahaya lampu yang menyilaukan membuatnya menutup indera penglihatan menggunakan sebelah telapak tangan."Sore menjelang malam," sapa hangat Nadia seiring menyajikan teh hangan di atas nakas yang terletak di sisi tempat tidur. Abimana segera memalingkan tatapan ke arah suara indah istrinya seiring memerhatikan gadis itu dengan mata sifit khas bangun tidur."Apa hari sudah malam?" Suara pertama Abimana kala melihat penampilan berbeda Nadia, pria ini pikir istrinya sedang mencoba menguji ketebalan imannya."Tidak, baru pukul setengah enam, tapi mungkin akan hujan jadi langit lebih cepat gelap," tutur Nadia seiring memasang senyuman cerah di hari yang gelap.Abimana segera memposisikan diri, terduduk di tepian ranjang menatap Nadia. "Kamu membeli gaun?""Yups, benar sekali! Hihi ...." Tawa menggemaskan Nadia.Abimana mengucek sebelah matanya perlahan sebelum kembali membidik lembut ke arah Nad
Pada malam harinya tubuh Nadia seakan remuk hingga gadis ini tidak mampu menutup matanya. "Abi, kamu terlalu binal, sakit tahu!" omelannya seiring mengusap-usap bagian punggung dan pinggul."Siapa yang binal, kamu juga menikmatinya kan." Seringai genit Abimana tidak akan pernah luntur selama Nadia masih terlihat menggoda.Nadia tidak menggubris jawaban Abimana karena hanya akan memperpanjang topik tidak bermanfaat menurutnya. Kala hendak memejamkan mata, serentak otaknya memberitahukan hal yang sangat penting. "Abi, tadi kamu tidak memakai pengaman kan!" Wajahnya menegang, sedangkan pria yang diajak bicara hanya bersikap santai."Tidak, saya lupa, kejadian tadi terlalu dadakan, saya tidak sempat mempersiapkan benda seperti itu.""Abi ...!" kesal Nadia memakai suara bervolume lebih tinggi dari biasanya."Mengapa marah? Saya manusia biasa bisa lupa dan khilaf." Masih santai Abimana bahkan menambah senyuman misterius."Tidak bisa begitu," keluh Nadia, kemudian hendak bangkit dari tempat
Riana baru saja kembali ke perusahaan setelah sekitar dua jam setengah meninggalkan gedung Family Owned Company. "Maaf tuan, jika anda menunggu terlalu lama." Wanita ini menunduk dengan segala rasa hormat di hadapan Abimana."Apa kata dokter tentang kandungan Tania?" Bukan maksud Abimana peduli pada mantan kekasihnya, tapi karena dianggap terlalu manja dan sangat tidak propesional karena bermaksud melibatkan Nadia."Kandungannya baik-baik saja, tuan, hanya saja Tania sedikit mengalami stress, mungkin karena tidak mendapatkan kasih sayang suami." Riana menurunkan wajahnya dengan sangat kala membahas pendamping, tetapi bukan maksudnya menyindir Abimana atau membela Tania, justru dia sedang berakting peduli supaya tuan muda di hadapannya menilainya sebagi wanita paling manusiawi."Sudah jelas dia hamil karena Kafka!" rutuk Abimana seiring memandangi laptopnya guna mengalihkan perhatian dari Riana."Mohon maaf, tuan." Riana memasang suara dan wajah bak angel."Iya." Singkat Abimana menand
Abimana kembali ke perusahaan untuk mengerjakan banyak hal penting, dirinya akan mengurus Tania setelah urusan bisnis selesai. "Hubungi Tania, katakan tunggu saya di rumahnya!" titahnya pada Riana.Eu, di rumah!Alih-alih segera mengerjakan perintah dari sang tuan, justru Riana segera mengembangkan prasangka negatif intinya takut kehilangan Abimana. "Ke-napa di rumah, tuan? Yang saya tahu Tania jarang sekali di rumah," dustanya untuk mencegah pertemuan Abimana dan Tania.Abimana menyahut kalimat Riana, tetapi tidak menatapnya sama sekali, dirinya selalu disibukan dengan pekerjaan. "Lakukan saja."Riana ingin menolak, tapi jika tidak melakukan perintah Abimana mungkin belangnya akan terbongkar dan berakhir pemecatan. Maka, dengan berat hati Riana mengabarkan Tania. Jadi, setelah urusan di perusahaan selesai Abimana segera mengunjungi Tania, membawa koper berukuran sedang. "Ini uang cash, saya akan menanggung biaya hidup kamu sampai melahirkan, tapi jaga baik-baik bayinya jangan sampai
Abimana dan Nadia hadir di hadapan Tania setelah mendengar raungan tangisan di ruang tamu. "Astaga!" Pria ini segera memegangi pelipisnya saat melihat Tania berada dalam pelukan Mila."Duduklah," ucap Mila pada Abimana dan Nadia, sedangkan Wira tetap memasang wajah geram."Ada apa ini? Tania, saya sudah katakan saya akan menanggung semua biaya hidup kamu dan apa kamu lupa pada perjanjian kita, apa kamu tidak takut mendapatkan denda satu milyar!" Dengusan mengiringi kalimat Abimana.Segera, Tania melepaskan tubuh Mila yang sejak tadi dipeluknya, beralih menatap Abimana dengan mata berkaca-kaca. "Saya tidak pernah menginginkan uang kamu, saya hanya inginkan pertanggung jawaban kamu."Alih-alih Abimana, Wira yang menunjukan berangnya, suaranya begitu memekik, "Hentikan omong kosong kamu itu, wanita jalang!"Segera tatapan Mila melebar, tidak menyangka jika suaminya bisa seemosional ini. "Pa, sabar sebentar.""Mana bisa sabar, wanita itu sangat licik dan berbisa!" tunjuk Wira pada Tania d
Abimana berhenti memeluk Nadia, tetapi menatapnya dengan sendu. "Jangan pergi, hanya sebentar saja, situasi ini tidak akan berlangsung lama."Nadia membalik tubuhnya, tidak ingin menatap Abimana. Dalam satu rumah tidak boleh ada wanita lain, Nadia mengetahuinya karena jangankan pernikahan bahkan berpacaran saja tidak dibenarkan ada orang ketiga. Bukan maksud Saraswati ikut campur dalam argumentasi cucu dan suaminya, tapi dia perlu menjadi penengah. "Nadia bersabar sebentar ya hingga Tania melahirkan. Nak Abi juga harus pandai menjaga perasaan Nadia selama Tania di sini." Argumentasi Abimana dan Nadia selesai setelah Saraswati menetralkannya.Kini, Tania digiring oleh Mila masuk ke dalam kamar tamu. "Tidurlah di sini, tapi tolong hargai privasi Abimana dan Nadia, bagaimanapun juga Abi hanya membiarkan kamu di sini bukan karena ingin memperistri." Mila menamparkan pesan tegas pada Tania hanya saja menggunakan suara lembut."Iya, tapi saya minta jangan perlakukan saya seperti orang lain,
Abimana berlalu jadi di rumah hanya menyisakan Mila dan Nadia juga seorang wanita tua. Kondisi ini sangat menguntungkan untuk Tania, dia bisa mengambil hati Mila sekaligus menindas Nadia dengan leluasa.Nadia tidak meninggalkan Saraswati sedetik pun hingga bubur buatan Mila tiba, tapi Tania juga mengekor untuk membantu membawakan jus buah serta irisan buah-buahan segar dan obat yang berada dalam satu nampan. "Nenek makan dulu ya, lalu minum obat, jika setelah minum obat tidak ada perubahan, saya akan panggilkan dokter kesini." Kalimat lembut Mila."Terimakasih banyak dan nenek minta maaf karena sangat merepotkan." Bagaimanapun juga Saraswati hanya sebagai penumpang di sini jadi dirinya sangat tidak enak hati walau pemilik rumah sangat ramah padanya seperti pada Nadia yang jelas-jelas menantu Mila juga Wira."Tidak merepotkan sama sekali." Senyuman tulus Mila. Tania segera ambil bagiannya, supaya menarik perhatian Mila."Nek, biar Tania suapi. Saya juga sudah membuatkan jus dan membawa
Riana semakin menggerutu di belakang Abimana, tapi banyak bicara pun percuma karena tidak merubah keadaan sama sekali. Wanita ini menyisakan sedikit waktu untuk menghubungi Tania. "Hari ini Tuan Abi sangat kejam, tapi saya yakin dia tidak begitu pada kamu!"Tania menuangkan teh melati hangat lalu menyeruputnya seiring menikmati udara segar di tepian kolam. "Kejam bagaimana maksud kamu?" Suaranya dipenuhi kedamaian."Tuan Abi memerintahkan saya ini dan itu, pokoknya pekerjaan hari ini harus selesai pukul dua bahkan saya tidak memiliki jadwal makan siang!""Tahu seperti itu mengapa menghubungi saya, harusnya di sisa waktu yang sempit ini kamu menyempatkan untuk makan." Suara damai Tania masih mengalun hingga bertolak belakang dengan suara Riana."Mana mungkin saya makan di toilet, saya kesini karena bersembunyi sebentar karena sepertinya Tuan Abi juga mengawasi saya lewat CCTV, dia selalu tahu keberadaan saya." Alih-alih mendapatkan respon iba. jusrtu Riana harus mendengar tawa merdu na
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg