"Hellooo!" seru Ian saat memasuki rumah Maya
Di hari Minggu yang cerah ini Ian datang mengunjungi rumah maya dengan membawa satu lusin donat dari merek terkenal. Dusnya yang berwarna oranye itu ia letakkan pada meja ruang keluarga. Maya yang sedang bersantai menonton televisi langsung beranjak membuka dus tersebut."Wooo!" Mata Maya berbinar saat melihat salah satu menu donat kesukaannya berjajar dalam dus tersebut. "Thanks Mas Ian!" ucapnya setelah itu langsung menggigit donat di tangannya dengan bersemangat."Sendirian May?" tanya Ian dengan kepala celingukan seolah mencari seseorang."Barusan Mami pergi, emang nggak ketemu? Kalo Papah biasalah tugas luar kota." Maya memicingkan matanya saat melihat Ian yang seperti mencari sesuatu. "Cari apa?""Tumben nggak keluar sama Zayyan," balas Ian mengabaikan pertanyaan terakhir dari Maya."Lhah situ nggak tau kalo Mas Yan pergi? Nggak mungkin kan Mas Ian ke sini tanpa tahu hal itu?""Aww, eh?" Maya mendongak saat merasakan sesuatu yang hangat pada kepalanya. Ia terkejut saat melihat Zayyan yang berdiri masih dengan pakaian kerjanya."Lhoh, Mas Yan kok di sini?" tanya Maya dengan wajah bingung. Seingatnya laki-laki itu bilang akan kembali besok, tetapi mengapa Zayyan sudah pulang malam ini?"Emang nggak boleh Mas di sini?" Zayyan duduk di sebelah Maya setelah melepas jas dan melonggarkan dasi. Dia sangat lelah hari ini usai berkendara selama kurang lebih hampir empat jam perjalanan."Bukan itu, Mas Yan kan bilang pulangnya besok. Aku kaget aja Mas udah di sini. Mas Yan langsung ke sini?""Dibuatin minum dulu dong neng Masnya. Keliatan lhoh itu mukanya kecapekan malah masih ditanya-tanyain gitu," timpal Ratih saat memasuki ruang keluarga. Ia tadi yang membukakan pintu untuk calon menantunya itu. Agak terkejut karena dia mendengar dari putrinya jika Zayyan masih di luar kota dan akan pulang keesokan harinya."Hehe, maaf
Sudah satu minggu terlewatkan Maya dan Dita lalui sebagai anak magang di kantor Ian. Maya sudah dua kali ini pergi keluar diajak oleh salah satu staf senior di sana mengunjungi resto milik perusahaan Ian. Di sana Maya ditunjukkan bagaimana keadaan resto serta diajak ikut meeting dan tak lupa bisa menyicipi menunya. Untuk yang terakhir ini Maya sangat menyukainya.Waktu isirahat telah tiba. Maya beranjak dari kursinya dan melangkah menuju tempat Dita. Keduanya pun melangkah bersama menuju kantin kantor. Namun, langkah mereka tertahan. Tiba-tiba saja Ian datang dan membuat beberapa staf khususnya wanita yang tampak sangat bahagia melihat Ian. Apalagi hal ini kejadian yang sangat langka. Ian sangat jarang menunjukkan dirinya di kantor, maklum sebagai orang yang memiliki jabatan teratas, maka hanya orang tertentu yang bisa bertemu dengannya. Tapi, tak jarang mereka bisa bertemu dengan Ian secara tak sengaja. Entah ketika di lobi atau di lorong.Ian yang terbilang masih
Pada siang yang trik di hari Minggu ini Maya dan Dita sudah nongkrong di cafe dengan laptop terpajang di hadapan mereka. Selama kurang lebih setengah bulan menjalani masa magang, Maya dan Dita sudah mulai berpikir mencari judul untuk tugas akhir mereka nanti. Melalui magang yang mereka jalanin, dua gadis bersahabat ini sudah mendapatkan bayangan topik yang akan diangkat. Maka dari itu, mereka hari ini berencana akan pergi ke toko buku mencari sumber teori penunjang topik tugas akhir.Usai membeli buku, keduanya mampir ke cafe yang berada di lantai satu di gedung yang sama terdapatnya toko buku tersebut. Tampak terlihat dua mahasiswi ini tengah serius memandangi laptop dan buku secara bergantian. Maya yang mulai merasa lelah dan haus mengambil gelas minum dan tersadar bahwa minumannya telah habis. Ia menoleh pada Dita dan gelasnya yang juga sudah kosong."Dit, mau pesen minum lagi?" tawar Maya yang langsung diangguki oleh Dita."Iya, sama aja kayak sebelumn
Zayyan menghabiskan waktu makan malamnya di rumah Maya. Tadinya dia ingin mengajak Maya keluar, tetapi tidak jadi karena tiba-tiba Ratih menawarkannya makan malam di sini. Saat ini Zayyan sedang duduk dengan Bimo ---ayah Maya--- berbincang banyak hal sembari menunggu Maya dan maminya memasak. sepertinya ini akan menjadi pengalaman pertamanya mencoba hasil masakan Maya.Setelah lama menunggu, akhirnya tiba juga waktunya. Zayyan melihat Maya yang sedang menata berbagai lauk pauk di meja makan. Entah mengapa melihat pemandangan ini ada rasa aneh muncul dalam hatinya."Mas Yan, kok bengong gitu? Kenapa?" Zayyan langsung tersadar dari pikirannya saat mendengar suara tanya dari Maya. Ia berdeham sedikit menyembunyikan kecanggungannya dan rasa malu yang tiba-tiba merambatnya. Untung saja jika Zayyan malu yang merah telinganya, bukan wajah atau pipinya. Jika tidak dirinya akan kesulitan menyembunyikan wajahnya.Usai semua menu tertata dan semua anggota telah duduk
"Siang, Pak!" Terdengar suara sapaan yang tak asing itu. Para staf satu persatu khususnya wanita dengan sengaja memperlihatkan dirinya dan ikut menyapa hanya agar orang yang disapanya menyadari keberadaan mereka.Ian menganggukkan kepala dan tersenyum ringan menanggapi sapaan para bawahannya. Semenjak hari dimana ia mentraktir makan siang waktu itu, Ian jadi lebih sering lewat depan ruangan Maya dan Dita berada. Hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Setelah matanya menemukan orang yang dirinya, ia pun pergi melanjutkan urusannya."Mas Ian jadi berasa lebih sering ke sini nggak sih?" tanya Maya dengan berbisik pada Dita.Kepala Dita mengangguk merespon pertanyaan Maya."Kira-kira kenapa ya? Nggak mungkin karna kita berdua kan?""Sebagai seorang atasan, mungkin dia cuma mau cek pekerjaan bawahannya. Udah yuk ke kantin. Laper." Dita melangkah duluan meninggalkan Maya.Maya menutup kembali mulutnya melihat punggung Dita yang s
Beberapa hari setelah pemanggilan itu, tiba-tiba saja Ian sudah tak terlihat. Entah kebetulan atau bukan, tetapi waktunya bisa pas sekali setelah kejadian tersebut. Pada hari pertama Dita menganggap mungkin pria itu sedang sibuk jadi tak sempat menampakan diri. Namun, ketika seminggu telah berlalu Dita pun menjadi keheranan. Ada rasa lega setelah melihat Ian yang sudah kembali tak menampakkan diri, tetapi ada rasa penasaran dalam hatinya. Tidak mungkin Dita akan bertanya pada pria itu. Mereka bukan siapa-siapa. Tak ada status penting di antara mereka berdua. Hanya sekedar kenalan dari teman. Dita sedikit melamun dengan pandangan tertuju dinding kaca. Pemandangan lorong yang dulu sering dilewati oleh bayangan Ian kini telah menghilang. Kedua netra Dita memandang kosong pada dinding tersebut. Hingga sebuah suara menginterupsinya. "Dit! Kok ngelamun? Kenapa?" Maya berdiri menatap cemas ada sahabatnya itu. Sudah tiga kali ia memanggilnya tapi tak ada tangga
"Yang ini untuk Nona Maya dan ini Nona Dita." Alex menyerahkan dua buah paper bag pada Maya dan Dita. Dua orang gadis di depannya menerimanya dengan senang hati serta mengucapkan terimakasih.Pagi tadi Alex diminta Ian untuk menyerahkan paper bag tersebut pada dua perempuan yang merupakan anak magang di perusahaan ini. Alex sudah mengira ada hubungan aneh di antara bosnya itu semenjak kejadian makan siang waktu itu. Ditambah setelahnya Ian sering mondar mandir tidak jelas dilantai tempat berada dua anak magang tersebut berada. Dirinya mengira bosnya sedang mengincar salah satunya, namun rupanya ia salah.Dua anak magang berama Maya dan Dita rupanya kenalan bosnya. Maya adalah teman masa kecilnya sedangkan Dita adalah temen dari Maya. Bahkan yang mengejutkan adalah Maya merupakan calon istri Zayyan. Alex mengenal Zayyan karena ia cukup sering bertemu dengannya.Alex melirik pada Dita yang terdiam memandangi paper bag di tangannya. Jika bukan Maya, maka past
Suara tangis terdengar begitu jelas di telinga. Seorang remaja laki-laki tengah menenangkan gadis kecil yang berada di gendongannya. Laki-laki tersebut berhenti sejenak untuk membenarkan posisi gadis berkuncir dua di kanan dan kiri yang digendong di punggungnya itu, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Meski beberapa kali ia mencoba menenangkannya, tangisnya tetap tak berhenti."Maya mau es krim?" tanya laki-laki tersebut mencoba membujuknya dengan makanan kesukaannya agar tangisnya berhenti.Dan benar saja tangis gadis tersebut berhenti. Kepala kecilnya mengangguk dan menjawab dengan suara seraknya, "mau.""Kalo Maya udah nggak nangis lagi nanti Mas Yan beliin.""Maya nggak nangis," ucapnya masih dengan suara serak akibat menangis tadi.Remaja laki-laki tersebut tersenyum puas melihat cara bujukannya berhasil. Dua lengan kecil itu melingkar ke lehernya. Bahkan ia bisa merasakan ada basah di lehernya. Mungkin itu dari air mata Maya.