"Sopir, buruan ikuti mobil Expander di depan!" titah Nyonya Marissa dari bangku belakang mobil sedan mewahnya. "Siap, Nyonya!" sahut sopir pribadi tersebut seraya menginjak pedal gas mobil. Rencana membuntuti mobil operasional karyawan Harvey mulai dilakukan dan mereka pun tiba di parkiran sebuah mall besar. Nyonya Marissa dan putrinya bergegas turun dari mobil mereka lalu mengikuti dua pelayan wanita berusia muda yang nampak akan berbelanja bulanan."Mendingan yang rambut panjang atau yang pendek sebahu yang kita pepet, Ma?" tanya Alicia bingung. Kedua pelayan wanita tadi masing-masing mendorong troli belanja dan berpencar mencari barang kebutuhan rumah tangga sesuai catatan belanja dari kepala pelayan.Ketika Marni melewati lorong rak bahan kebutuhan dapur, dia dikepung dari dua arah. "Ehh ... kalian siapa ya? Jangan aneh-aneh deh, nanti aku teriak lho!" cicitnya panik."Tenang-tenang ... kamu pelayan rumahnya Harvey 'kan?" bujuk Nyonya Marissa cepat-cepat. "Siapa kalian dan apa
"Harvey, ke mari duduk sama Oma sebentar!" panggil neneknya yang nampak sedang menunggu kepulangan sang cucu.Tanpa protes Harvey mendaratkan bokongnya di sofa bersebelahan dengan Oma Widya. Dia pun bertanya, "Tumben Oma kok pengin ngajak ngobrol aku, ada apa?" "Ini penting, Cucuku. Dengar, tadi Marni dan Diyah belanja kebutuhan rumah tangga di supermarket. Mereka berdua dibujuk dan diiming-imingi uang jutaan rupiah untuk menyerahkan celana dalam milikmu. Kalau pengalaman Oma sewaktu muda, barang pribadi semacam itu biasanya digunakan untuk ilmu pelet. Bisa jadi ada yang sedang mengincarmu untuk dirayu, Harvey!" cerita Oma Widya.Harvey pun menebak-nebak dalam pikirannya siapa yang mencoba mengguna-gunainya. "Apa Oma tahu siapa nama orang yang mencoba menyogok pelayan rumah kita?" tanyanya."Alicia dan satunya lagi entah siapa namanya, kata Marni mungkin ibu perempuan muda itu. Apa kamu kenal mereka, Harvey? Jangan dianggap remeh hal yang begini kadang bisa berbahaya!" jawab Oma Widy
"Jeng Citra cerita kalau Mbah Darwis ini sakti mandraguna. Apa bisa kami minta tolong untuk ajian pengasihan?" ujar Nyonya Marissa yang duduk di lantai beralas tikar bersebelahan dengan Alicia. Mereka menghadap dukun yang penampilannya nampak sudah uzur dan menyeramkan. Perawakan Mbah Darwis kurus kering berkulit sawo matang agak gelap dengan rambut panjang beruban yang kusam. Pipinya cekung dengan sorot mata tajam. Aroma kemenyan dan dupa tercium sangat kuat di ruangan berpencahayaan lampu teplok minyak tanah itu hingga menimbulkan aura mistis yang menaikkan bulu kuduk."Khekhekhek ... bisa-bisa saja. Apa sudah tahu syaratnya? Siapa yang ingin diberi ajian pengasihan? Nyonya atau anak perempuan cantik ini?" jawab Mbah Darwis yang melirik penuh minat ke arah Alicia.Tatapan jelalatan sang dukun membuat Alicia merasa jengah sekaligus risih. Dia merapikan blazer biru navy yang dikenakannya untuk menutupi bulatan kembar miliknya yang makin montok usai disumpal silikon di Korea."Ehh ...
Ketika ayam berkokok menjelang fajar, Alicia yang pucat pasi melangkah gontai keluar dari pintu rumah Mbah Darwis. Wajahnya basah oleh air mata menghampiri mamanya yang duduk terkantuk-kantuk di teras pendopo joglo kayu jati menunggu Alicia semalam suntuk hingga dikerubungi nyamuk."Maa—" panggil Alicia dengan suara sengau.Nyonya Marissa pun segera tersentak dari kantuknya. Wanita itu bangkit berdiri dan mendadak prihatin melihat kondisi puterinya. "Al ... kamu diapain sama si embah?" "Dasar dukun cabul! Lelaki bau tanah itu minta diservis plus plus sama aku, Ma! Awas saja kalau Harvey nggak tertarik kepadaku, akan kubakar rumah ini!" geram Alicia dengan berapi-api.Ibu dan anak itu pun berpelukan lalu bergegas meninggalkan rumah Mbah Darwis. Seharian Alicia memilih untuk memulihkan diri dengan tidur panjang. Badannya serasa rontok seperti kena masuk angin pasca digenjot dukun cabul itu di kolam semalaman. Sementara itu Isyana yang telah kembali ke tanah air dengan pesawat Japan Ai
"Mas, kalau aku tinggal bareng di rumah kamu apa boleh?" rayu Alicia seraya melarikan tangan berjemari lentiknya ke paha Harvey.Sebenarnya pria itu risih dengan kegatalan Alicia. Namun, dia teringat akan rencana yang jauh lebih dahsyat efeknya demi ketenangan hidup istrinya kelak. Keluarga tiri Isyana terlalu sering merongrong kedamaian wanita itu dan sayangnya hati Isyana terlalu lembut untuk memainkan sebuah intrik keji. "Hmm ... boleh dong, kapan mau pindah tinggal sama aku, Alice? Biar pelayan rumah kuminta menyiapkan sebuah kamar untukmu!" jawab Harvey santai. Dia membiarkan Alicia mengrepe-grepe badan atletisnya."Beneran, Mas? Malam ini juga kalau bisa ... aku akan ambil koper buat pindahan!" seru Alicia penuh semangat. Dia tak sabar menjadi Nyonya Muda Dharmawan menggantikan Isyana yang sepertinya tak sanggup memuaskan suami."Okay, silakan saja. Kamu 'kan adiknya Isyana. Dia pasti nggak keberatan kalau kita tinggal di atap yang sama!" balas Harvey. Dia akan memberi kabar pe
"Lho, kok kamu tersinggung sih, Isya? Harvey 'kan hanya berbaik hati menampung kami di rumahnya yang luas. Pastinya ada banyak kamar di sini, nggak usah lebay deh!" Nyonya Marissa tersenyum licik seraya menatap putri sambungnya itu dengan tajam.Isyana bertolak pinggang dengan wajah galak. Dia berseru, "Tante, cukup rumah warisan orang tuaku yang kalian kuasai, tak perlu merusuh di rumah suamiku juga! Niat kalian pasti tidak baik dengan pindah ke mari—""Hey, dengar ya ... Harvey sendiri yang mengundangku untuk tinggal bersamanya. Coba tanyakan suamimu langsung, dia ada di sebelahmu, Kak Isya!" potong Alicia dengan penuh kemenangan. Dia ingin melihat seperti apa pengaruh ajian pengasihan itu terhadap Harvey. Seharusnya pria itu akan memilihnya dan membela dia di hadapan Isyana.Setelah menghela napas dalam-dalam Isyana pun bertekad menyelesaikan sandiwara yang telah dia mulai tadi. "Mas, kamu jawab pertanyaanku. Apa benar Mas Harvey mengundang Alicia tinggal di sini?" tanyanya dengan
"Aku tak habis pikir, tega-teganya Alicia dan Mas Pedro bersekongkol di belakangku, Tante!" seru Isyana Prameswari di dalam sebuah mobil BMW hitam yang melaju kencang di jalan raya Jakarta Selatan.Wanita paruh baya di sebelah backseat mobil mewah itu menjawab dengan tawa sinis, "Derita kamu, Isya. Putriku jauh lebih menarik hati tunanganmu yang kaya raya. Buktinya pemuda itu tega mendepak kamu di hari bahagiamu. HAHAHA!" "TANTE MARISSA!" hardik Isyana kepada ibu tirinya yang licik dan jahat hatinya itu."Sopir, buka pintu mobil dan hentikan!" titahnya lalu dia dengan sengaja mendorong anak tirinya keluar dari mobil yang bahkan belum berhenti sempurna."Aargh!" jerit Isyana yang tak siap dengan kejadian mendadak itu. Dia terguling dari mobil dan mendarat di jalan raya beraspal keras."BLAMM!" Pintu mobil ditutup lagi dengan cepat."Jalankan mobilnya, Sopir!" titah Nyonya Marissa Gunarti, ibu tiri Isyana yang telah tiga tahun belakangan menjanda karena ayah kandung Isyana telah berpul
"Amnesia?!" ulang Isyana dengan kebingungan. Pria tampan itu sepertinya yang kurang waras, pikirnya. Harvey merasa habis kesabaran, dia sedang dikejar waktu karena Oma Widya harus segera dioperasi oleh dokter bedah. Dia pun akhirnya bertanya kepada gadis yang ada di hadapannya, "Okay, jadi siapa namamu? Kau bilang anak buahku salah jemput orang 'kan?"Sebuah tangan kanan yang ramping berjemari lentik terulur di depan Harvey. "Kenalkan, namaku Isyana Prameswari! Siapa nama kamu, Mas?" "Aku Harvey, panggil aja begitu. Jadi kamu bukan Rania Devina, hmm?" selidik Harvey. Dia menerima dengan kenyataan bahwa anak buahnya memang salah jemput orang yang pakaiannya sama gaun panjang warna merah."Siapa tuh? Kayak nama artis film pendek di TV deh, yang jelas itu bukan aku ya! Oya, kalau seumpama aku nebeng sampai di Greenwich Tower apa bisa? Aku akan ganti bensinnya lima puluh ribu rupiah deh!" Isyana berharap dia bisa menumpang pulang ke apartemennya karena ponselnya sudah habis daya dan mat