"Mas, kalau aku tinggal bareng di rumah kamu apa boleh?" rayu Alicia seraya melarikan tangan berjemari lentiknya ke paha Harvey.Sebenarnya pria itu risih dengan kegatalan Alicia. Namun, dia teringat akan rencana yang jauh lebih dahsyat efeknya demi ketenangan hidup istrinya kelak. Keluarga tiri Isyana terlalu sering merongrong kedamaian wanita itu dan sayangnya hati Isyana terlalu lembut untuk memainkan sebuah intrik keji. "Hmm ... boleh dong, kapan mau pindah tinggal sama aku, Alice? Biar pelayan rumah kuminta menyiapkan sebuah kamar untukmu!" jawab Harvey santai. Dia membiarkan Alicia mengrepe-grepe badan atletisnya."Beneran, Mas? Malam ini juga kalau bisa ... aku akan ambil koper buat pindahan!" seru Alicia penuh semangat. Dia tak sabar menjadi Nyonya Muda Dharmawan menggantikan Isyana yang sepertinya tak sanggup memuaskan suami."Okay, silakan saja. Kamu 'kan adiknya Isyana. Dia pasti nggak keberatan kalau kita tinggal di atap yang sama!" balas Harvey. Dia akan memberi kabar pe
"Lho, kok kamu tersinggung sih, Isya? Harvey 'kan hanya berbaik hati menampung kami di rumahnya yang luas. Pastinya ada banyak kamar di sini, nggak usah lebay deh!" Nyonya Marissa tersenyum licik seraya menatap putri sambungnya itu dengan tajam.Isyana bertolak pinggang dengan wajah galak. Dia berseru, "Tante, cukup rumah warisan orang tuaku yang kalian kuasai, tak perlu merusuh di rumah suamiku juga! Niat kalian pasti tidak baik dengan pindah ke mari—""Hey, dengar ya ... Harvey sendiri yang mengundangku untuk tinggal bersamanya. Coba tanyakan suamimu langsung, dia ada di sebelahmu, Kak Isya!" potong Alicia dengan penuh kemenangan. Dia ingin melihat seperti apa pengaruh ajian pengasihan itu terhadap Harvey. Seharusnya pria itu akan memilihnya dan membela dia di hadapan Isyana.Setelah menghela napas dalam-dalam Isyana pun bertekad menyelesaikan sandiwara yang telah dia mulai tadi. "Mas, kamu jawab pertanyaanku. Apa benar Mas Harvey mengundang Alicia tinggal di sini?" tanyanya dengan
"Hai, Mas Harvey. Gimana tidur kamu semalam? Sayang banget kamar kamu dikunci pintunya dari dalam, padahal aku pengin nyusul buat nemenin kamu bobo biar nggak kesepian dan kedinginan setelah ditinggalin sama Kak Isya!" celoteh Alicia di meja makan pagi itu.Harvey tersenyum tipis memandangi wajah full vermak perempuan keganjenan itu. "Hai juga, Alicia. Makasih sudah perhatian sama aku ya. Memang sudah kebiasaanku sejak dulu kalau tidur selalu kunci pintu. Takut dimasukin orang yang berniat jahat aja sih alasannya. Tahu sendiri kalau orang kaya takut mati!" jawab Harvey berkelit dengan ahli."Kalau nanti aku minta ditemani belanja di mall apa boleh, Mas?" Alicia sudah tak sabar untuk berfoya-foya dengan uang Harvey yang unlimited. "Boleh, sepulang kantor ya? Aku soalnya hari ini aku sibuk meeting sama klien," jawab Harvey lalu dia bangkit dari kursinya sesudah sarapan paginya berakhir singkat. Alicia yang bangun siang dan baru akan mulai sarapan pun terpaksa berdiri lalu mengantarkan
"Bu Cintya, ada yang mencari di depan ruangan. Namanya Pak Pedro. Apa boleh saya persilakan masuk ke mari?" Sekretaris Cintya menghadap di ruang kerja presdir.Mata Cintya membulat karena dia tak menyangka akan mendapat kunjungan dari ayah janinnya setelah nomor ponsel Pedro dia blokir beberapa hari lalu. Pasalnya, dia mendengar bahwa pria itu masih jalan dengan Tante Vina. Dia tak mau berada di balik bayang-bayang perselingkuhan. Lebih baik menjadi single mom yang bermartabat dari pada mengemis pertanggung jawaban ke pendonor benih tak sengaja di rahimnya."Ehm ... gimana, Bu?" tegur Karmila yang lama tak kunjung mendapat jawaban dari bosnya."Oke, suruh masuk deh. Akan aku temui sebentar. Oya, tahan telepon atau tamu lain yang ingin menghubungiku ya, Mil!" jawab Cintya seraya bangkit berdiri dari kursi kerja presdir. Dia pindah ke sofa dan menantikan kehadiran Pedro."TOK TOK TOK." Ketokan jamak itu terdengar disusul seorang pria bertubuh jangkung atletis dengan balutan setelan jas
"Mama, ini istri baru Pedro. Namanya Cintya!" ujar pemuda itu ketika menemui ibundanya, Nyonya Rosma Husodo di ruang tengah kediaman Husodo.Dengan sedikit terkejut karena baru sekali menemui wanita yang tengah berbadan dua di hadapannya itu, ibunda Pedro bangkit dari sofa lalu menghampiri Cintya. Dia memeluk menantunya lalu berkata, "Selamat datang di rumah keluarga kami. Kalau boleh tahu, apa ini calon cucuku, Cintya?" "Terima kasih, Nyonya. Sayangnya ... iya, aku dan Pedro khilaf—" Cintya menunduk dengan wajah merona karena malu. "Jangan panggil Nyonya, cukup mama saja. Kamu istrinya Pedro sekarang. Nanti kalau suamiku pulang kantor, kamu akan kuperkenalkan juga," balas Nyonya Rosma lalu dia berpaling ke putranya dan bertanya, "Pedro, apa istrimu akan tinggal di sini mulai hari ini? Tidur di kamar yang mana?" "Bersamaku di kamar yang kutempati sekarang, Ma. Aku ingin menjaga calon cucu Mama dengan baik kali ini. Kehamilannya juga sisa beberapa bulan saja, aku akan jadi suami si
"Mas Harvey, aku mau anting berlian berbentuk bunga Anggrek ini dong. Cakep banget deh!" rayu Alicia saat mencoba perhiasan mahal di sebuah jewelry ternama di mall Fritzgerald."Boleh, beli saja. Nanti aku yang bayar!" sahut Harvey ringan seraya mengeluarkan dompet kulit berlogo Hermes miliknya dari saku dalam dada jasnya.Mata Alicia langsung ijo melihat kartu blackcard dengan nama Harvey tertulis jelas di atasnya. 'Wow ... tajirnya bukan main. Ini baru namanya crazy rich!' desah kagum Alicia dalam hatinya."Mas, kalau beli satu set aja bareng kalung dan gelangnya juga model bunga Anggrek ini boleh nggak?" timpal Alicia sebelum Harvey membayar anting berlian dua karat itu ke kasir.Sekilas tatapan Harvey mengeras sebelum menutupinya dengan senyuman tipis. "Silakan saja, apa yang nggak buat kamu, Alicia!" jawabnya lalu meminta pramuniaga Jewelry itu membungkus satu set model perhiasan yang diinginkan oleh Alicia.Senyuman lebar penuh kemenangan menghiasi wajah Alicia. Dia berhasil mem
"Alicia, maaf ... aku ada meeting dadakan dengan klien penting. Pulanglah dahulu diantar sopir dan para pengawalku. Tak usah menungguku!" ujar Harvey ketika baru saja duduk ke bangku belakang mobil sedan mewahnya. Dia membuka kembali pintu mobil itu untuk turun."Tunggu Mas!" sergah Alicia. Dia menarik lengan Harvey lalu mendaratkan ciuman di pipi pria itu dengan cepat sehingga agak mengejutkan Harvey. "Hati-hati ya, Mas. Sampai ketemu nanti di rumah!" pesannya disertai senyuman manis.Harvey tak banyak bicara seperti biasa dan hanya mengangguk. Dia keluar dan menutup lagi pintu mobilnya. 'Hmm ... asal nyosor macam entok aja!' kesalnya dalam hati sembari melangkah masuk lagi ke mall.(entok: itik serati yang suka mengejar dan menggigit)Dia melangkah cepat menuju lift untuk naik ke lantai tiga. Di dalam lift Harvey berpikir lagi dan merubah lantai tujuan saat membaca keterangan isi lantai mall miliknya. "TING." Lift itu sampai di lantai dua dan Harvey bergegas keluar dengan tujuan ya
"Ckk ... meeting apaan sih? Sudah nyaris tengah malam belum pulang juga Mas Harvey!" gerutu Alicia yang telah berdandan maksimal dan mengenakan lingerie merah semi transparan untuk menggoda Harvey malam ini.Alicia pun berjalan mondar-mandir dari jendela kamarnya yang menghadap ke halaman depan ke tempat tidur. "Hmm ... ini pasti ada yang nggak beres. Kenapa Mas Harvey seperti dingin kepadaku beberapa hari belakangan? Besok siang aku mau temui lagi Mbah Darwis. Dukun gelo itu harus bertanggung jawab kalau ajian pengasihan yang dia berikan nggak sesakti testimoni Tante Citra!" gumam Alicia sambil duduk di bingkai jendela kamar tidurnya di lantai tiga.Di antara rumpun mawar Perancis yang berbunga lebat, Jarwo setia memperhatikannya dari kejauhan. Semakin hari rasa ketertarikannya atas Alicia bertambah gila. "Neng Alicia, Mamang cinta mati sama kamu. Seandainya boleh, pasti Mamang akan panjat dinding itu buat temui Neng di lantai tiga!" ujarnya dengan tatapan mendamba.Sayang sekali, je