Tisya menggigit ujung kuku jarinya. "Lebih kaya apanya, ternyata dia hanya seorang pembohong yang mengaku kaya, setiap hari hobinya mabuk-mabukkan dan bermain perempuan," ucap Tisya dalam hatinya."Kenapa ekpresi wajahmu seperti itu. Apakah kamu membohongi kami?" tanya Ayah Tisya."Tidak, suamiku sangat kaya, aku akan meminta bantuannya," ucap Tisya menipu ayahnya. Tentu saja dia akan malu kalau jujur tentang keadaannya saat ini.Mereka melanjutkan makan siang, karena sudah lega dengan jawaban Risya yang suaminya ternyata sangat kaya melebihi Damar. Kalau begitu mungkin mereka bisa membalas dendam atas penghinaan yang keluarga Damar lakukan."Lekas kamu minta suamimu untuk membantu keuangan pada keluarga kita yang hampir bangkrut," ucap Ayah Tisya."Dasar ayah mata duitan, bisa-bisanya dia meminta uang pada suamiku. Bukannya dia yang berusaha mencari uang kenapa dia harus selalu meminta uang pada anaknya," gumam Tisya dalam hati."Ayahmu benar loh, kamu harus jadi anak yang berbakti.
Soraya dan Damar membawa putranya pulang ke rumah, di sana mereka sudah disambut oleh beberapa pelayan yang menunggu kepulangan mereka. Ada Kakek Huang juga di sana. "Selamat datang cucu buyutku," ucap Kakek Huang. "Terima kasih, sambutannya Kek," ucap Soraya. "Ya Ampun, dia tampan sekali seperti aku waktu muda," balas Kakak Huang saat melihat wajah putra Damar. "Apa Kakek mau menggendongnya. Tapi aku rasa dia tampan seperti Ayahnya," balas Soraya. Kakek Huang menggendong cucu buyutnya yang baru pulang dari rumah sakit. Secercah kegembiraan tersirat diwajahnya. "Suamimu saja mewarisi gen ketampanan aku, berarti anakmu juga mirip seperti aku tampannya," ucap Kakek Huang. "Terserah saja dia mau berkata apa, biarkan dia senang walau sedikit saja," ledek Damar. "Dasar anak nakal," ucap Kakek Huang. "Nak, kamu kalau sudah dewasa nanti jangan seperti Ayahmu, ya. Dia tidak patut untuk di contoh," gumam Kakek Huang saat menggendong Bayi Damar. Damar hanya tersenyum saja, t
"Cerita apa, Ma?" tanya Soraya penasaran.Sebelum menjawab, Bu Margaret menghembuskan nafas panjang. Lalu tersenyum kepada Soraya."Ini cerita tentang Mama yang mengasuh Damar sendiri sejak bayi," ucap Bu Margaret."Bukankah ada pengasuh yang membatu mama?" tanya Soraya.Bu Margaret menggelengkan kepalanya, tanda berarti Bu Margaret tidak menggunakan pengasuh untuk membesarkan Damar."Tidak," jawab Bu Margaret singkat."Yang benar, Ma?" tanya Soraya."Iya, karena begitu bahaya kalau Damar sampai dipegang oleh orang lain. Banyak yang menginginkan putraku meninggal karena dia bisa mewarisi kekayaan kelurga Huang ketika dewasa," jawab Bu Margaret.Soraya mengangguk mengerti. Orang kaya memang sudah. Soraya pikir dahulu saat menjadi orang kaya. Semua beban hidup akan teratasi karena tak memikirkan kekurangan ekonomi. Tapi ternyata dia salah. Menjadi orang kaya masalahnya semakin pelik. Perebutan warisan lah, ingin menguasai perusahan keluarga sendirian lah, pokoknya saling sikut dan ingin
Kakek Huang mengangkat teleponnya lalu berbicara seolah dia enggan ditelepon. "Sudah tahu aku sedang bahagia, kenapa kamu malah menelponku?" bentak Kakek Huang. "Ayah, bagaimanapun aku ini adalah anak Ayah. Keponakanku sedang berbahagia memiliki anak, seharusnya aku juga ikut berbahagia bukan," ucap Paman ketiga Damar. "Semenjak kamu ingin mencelakai menantuku kamu bukan keluarga Huang lagi," ucap Kakek Huang kesal. Mendengar sang kakek mengucap itu, Damar langsung teringat paman ketiganya. Untuk apa Paman ketiga yang sudah lama tidak menghubungi Kakek Huang tiba-tiba menelponnya lagi. Apakah karena ada rencana lain yang sedang paman ketiga rencanakan dengan sang istri yang jahat itu. "Kakek, jangan biarkan dia ke sini. Aku tidak mau dia menyakiti istriku atau putraku," ucap Damar. "Kamu dengar sendiri 'kan. Keponakanmu tidak mau menemuimu," ucap Kakek Huang. "Damar, aku ini adik ayahmu. Aku akan datang sebagai keluargamu tanpa istriku jika kamu berkenan. Jangan sepeti i
sontak saja mendengar ada yang bertepuk tangan Soraya dan Damar melihat ke arah orang itu."Siapa dia?" tanya Soraya yang memang belum pernah melihat wajahnya."A-yah," ucap Damar terbata."Ayah?" ucap Soraya."Ya, dia adalah Ayah,"balas Damar.Damar berdiri langsung mendekat ke orang itu dan memeluknya. Rasa rindu yang sangat menyesakkan dada itu akhirnya tersampaikan. Ayah Damar, yakni putra sulung dari keluarga Huang, Darius Huang telah kembali setelah berada di luar negeri selama beberapa tahun terkahir."Dasar anak nakal, bahkan kamu menikah tidak meminta restuku!" seru Darius."Maaf Ayah, ini sangat darurat," balas Damar."Apanya yang darurat, padahal kamu tidak perlu menyamar sebagai seorang pelayan untuk mendapatkan gadis manapun yang kamu inginkan. kenapa kamu malah susah payah menyamar seperti itu?" tanya Darius."Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu wanita mana yang cocok untukku saja," jawab Damar."Sudahlah, kenalkan menantuku sekarang," pinta Darius."Soraya, kembalilah,"
Soraya menggelengkan kepalanya, untuk saat ini kehidupannya sudah adem ayem karena keluarga Kwong tidak pernah mengganggunya lagi. Mungkin karena Damar ada di balik semua itu. Menekan keluarga Kwong agar tak lagi mempunyai kesempatan untuk menyakiti Soraya. "Semua berkat suamiku yang berkompeten ini. Jadi mereka tidak menggangguku," ucap Soraya. "Bagus kalau begitu, untuk menjaga citra keluarga Huang, kita undang saja mereka. Tapi kalau mereka berani ingin menyakitimu saat diundang diacara syukuran cucuku. Aku sendiri yang akan memperingatkan mereka," ucap Darius. "Terima kasih, Ayah," ucap Soraya. Awalnya Bu Margaret tidak menyetujui apa yang diinginkan suaminya. Tapi karena Darius berhasil menenangkan dan membuat yakin Bu Margaret kalau keluarga Kwong tidak akan berani macam-macam akhirnya Bu Margaret menyetujuinya. Bagaimanapun Bu Margaret tahu bagaimana kejamnya sang suami kalau sudah marah, perilakunya ini sangat sama dengan Damar kalau sudah tidak suka dengan orang. "Kalau
Yang namanya manusia pasti ada rasa capek dan lelah. Mengeluh sebentar itu wajar. Tapi yang namanya kehidupan pasti tetap berjalan kita harus menjalani hari-hari tanpa henti. Itulah jawaban dari Darius "Ayah, pasti jadi ayah capek sekali 'kan. Aku harus banyak belajar dari Ayah untuk menjadi Ayah yang baik untuk Kaveera," ucap Damar "Tidak usah belajar dariku. Kamu akan banyak belajar justru dari Anakmu kelak, jadilah dirimu sendiri untuk menjalani hidupmu," balas Darius. "Tentu saja, Ayah," ucap Damar. Mereka lalu mengobrol kecil tentang menjadi seorang Ayah. Maklum Damar adalah orang tua baru yang baru menjadi Ayah. Jadilah banyak hal yang harus Damar pelajari. "Akhirnya selesai," ucap Damar."Padahal kamu hanya memerintah saja. Tapi Ayah lihat raut wajahmu seperti orang yang kelelahan," ledek Darius."Walau memerintah saja, tapi tetap aku berpikir. Mereka enak tinggal menjalankan perintahku. Bukankah aku yang banyak berpikir?" tanya Damar."Berarti kamu sudah cocok menjadi s
Semua orang mundur selangkah dari tempatnya semula. Mereka tidak mengucap tapi menandakan bahwa masih ingin menjalin kerja sama dengan keluarga Huang. "Kalau tidak ada yang menjawab berarti kalian semua masih menjadi mitraku. Membuang satu mitra bisnis tidak akan membuatku bangkrut!" tegas Pak Darius. "Tolong maafkan kelancangan putriku. Kami mengaku salah," ucap Ayah Tisya sambil bersimpuh. "Sudah terlambat, usir mereka dari sini jangan biarkan mereka menginjakkan kaki ke sini lagi," ucap Pak Darius. Para pengawal langsung membawa mereka semua pergi dari ruangan pesta syukuran Kaveera. Sabrina yang melihat kejadian ini semakin tidak senang. "Beruntung sekali nasib anak pungut itu!" seru Sabrina dalam hatinya. "Sabrina, aku harap kamu bisa menjaga sikapmu. Apa kamu mau bernasib sama sepeti mereka?" bisik Cakra. "Apa kamu takut sama keluarga Huang?" tanya balik Sabrina. "Mereka memberikan aku modal yang besar dengan catatan tidak boleh mengeluarkan kamu dari penjara waktu itu
Orang yang mengetuk kaca mobil Damar adalah Kanaya adik dari Pak Kwong. Damar membuka kaca mobilnya dengan rasa malas meladeni perempuan itu. Tapi dia penasaran juga mau bertingkah apa lagi wanita ini "Ada apa?" tanya Damar. "Boleh kita bicara sebentar?" ucap Kanaya dengan lembut "Tidak usah berbasa basi, aku suka pembicaraan yang langsung ke intinya," tegas Damar. Kanaya menyelipkan rambut ke telinga. Dia tersenyum ke arah Damar mencoba untuk menggodanya. "Apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Kanya. "Tidak," jawab Damar tegas, dia sudah terbiasa menghadapi wanita murahan seperti ini. "Aku sangat terhina ditolak mentah-mentah olehmu. Padahal aku sangat ingin membicarakan hal yang serius mengenai orang tua kandung Soraya," ucap Kanya. Merasa hal itu sangat penting baginya, Damar turun dari mobilnya. Dia menatap tajam Kanaya yang tampak sumringah karena bisa memancing Damqr keluar dari mobilnya untuk berbicara dengannya. "Jangan membohongiku. Karena aku tak akan segan-
Pak Kwong yang menghampiri Damar. Dia terlihat pucat karena takut Damar akan melepaskan kekesalannya karena sikap Mama dan adiknya yang kurang ajar. "Ada Apa?" tanya Damar. "Mereka tidak ada hubungannya denganku, bahkan aku susah melarang mereka melakukan itu. Perilaku mereka diluar tanggung jawabku," jawab Pak Kwong tegas. Pernyataan dari Pak Kwong membuat mereka berdua menganga karena tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Pak Kwong. "Ini tidak mungkin, bagaimana bisa kakak tega pada kami," ucap Adik Pak Kwong lirih. "Aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya," balas Pak Kwong. Bu Liliana menunjukkan aksinya. Dia langsung menangis sesenggukan di depan banyak orang. Biasanya kalau sepeti ini Pak Kwong langsung menghiburnya dan menenangkannya bahkan Pak Kwong langsung menuruti apa yang Bu LiLiana inginkan. "Terserah kamu mau apakan mereka," ucap Pak Kwong lalu pergi, meninggalkan Mama dan Adiknya yang melakukan drama. Sudah lelah sepertinya Pak Kwong meladen
Adik dan mama Pak Kwong saling pandang lalu mereka tampak terbata menjawab pertanyaan Pak Kwong. "Bukan urusanmu," ucap Mama Pak Kwong ketus. "Aku akan memutus semua uang bulanan untuk kalian kalau tidak mau menjawab," ucap Pak Kwong. "Jangan jadi anak durhaka!" seru Mama Pak Kwong. Mereka menggertakkan giginya kesal karena ancaman Pak Kwong bisa-bisanya dia seperti itu kepada ibu dan adiknya sendiri. Kenapa harus mengancam tidak memberi uang bulanan. "Aku akan menjadi anak durhaka kalau kalian menggagalkan rencanaku," balas Pak Kwong. "Rencana apa yang kami gagalkan, Kak?" tanya Adik dari Pak Kwong. "Aku tahu kalian itu sedang berencana untuk menyerang Soraya dengan meminta bantuan seseorang yang berpengaruh di kalangan atas. Aku tak akan membiarkan itu!" gertak Pak Kwong. "Memangnya kenapa? Dia pantas mendapatkan rumor jelek, anak tidak tahu berterima kasih, kamu menghalangi mama tak akan gentar," ucap Mama Pak Kwong. "Kalau begitu, aku betulan akan menyetop kebutu
Tentu saja semua itu sudah atas kehendak Tuhan yang maha esa. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang akan memberikan keputusan apapun yang kita rencanakan. "Jangan tanya kenapa. Mungkin semua itu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan. Seharunya kamu banyak instrospeksi diri kenapa Soraya lebih unggul daripada kamu," jawab Bu Amber. "Jadi ibu membela anak itu?" tanya Sabrina. "Tidak juga, ibu tetap berada dipihakmu apapun yang terjadi. Tapi saat ini ibu mohon kepadamu, bersabarlah. Kita mengalah saja sedikit saja agar bisa satu langkah di depan atau minimal setara dengan Soraya," jawab Bu Amber. Cakra menghembuskan nafasnya. Mempunyai istri yang manja sepeti ini membuatnya kesal juga Lama-lama. Tidak bisa menahan diri karena melihat orang lain lebih unggul. "Sabrina, aku mohon kepadamu turuti saja perintah Ibu. Aku yakin kita bisa melewati semua ini. Tapi untuk saat ini kita hanya bisa bergantung kepada Soraya. Jangan gegabah menuruti nafsu untuk melawan orang yang tidak
Tante merenung sebentar lalu berkata, "Kita mulai dari rumor yang mengatakan bahwa Soraya melupakan keluarga yang sudah mengasuh dan membiayai hidupnya dari kecil," Nenek Sabrina mengangguk pelan, sepertinya rumor seperti ini akan cepat menyebar luas kalau di ucapkan oleh orang yang tepat. "Kita harus mencari sumber gosip yang dipercaya," ucap Nenek Sabrina."Maksud mama orang besar yang selalu di percaya kalau menyebarkan rumor?" tanya Tante."Ya, begitulah. Siapa ya Kira-kira orang yang tepat untuk menyebarkan rumor tentang Soraya yang tidak mempedulikan orang tua yang sudah susah payah mendidiknya, mengeluarkan biaya untuk sekolahnya," jawab Nenek Sabrina."Aku tahu siapa dia. Serahkan saja masalah ini padaku. Aku akan segera menemui beliau," balas Tante.Mereka lalu pergi meninggalkan kediaman Pak Kwong sambil tertawa dan merasa akan menang melawan Soraya yang sudah berada di atas angin itu. Sedangkan di kediaman Pak Kwong sendiri. Cakra mengingatkan agar mengawasi Tante dan Ne
Keluarga Huang susah di hadapi, Bu Amber menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan permintaan sang mertua "Kita pikirkan hal lain," ucap Bu Amber."Apa kalian takut? Kita tinggal sebarkan rumor yang tak sedap kepada masyarakat mengenai hal itu," ujar Mertua Bu Amber.Bu Amber lagi-lagi menggelengkan kepalanya lalu sesekali memijit kepalanya yang sakit."Ibu tidak tahu betapa mengerikannya keluarga Huang kalau kita mengingkari janji yang kita sepakati," ucap Bu Amber."Kalau kamu tidak berani, biar ibu saja," balas Mertua Bu Amber.Brak! Pak Kwong menggebrak meja. "Kalau tidak tahu seperti apa kejamnya kelurga Huang lebih baik Ibu diam saja," ucap Pak Kwong yang terlihat jelas wajahnya sangat marah."Kenapa Kalian tidak berani menghadapi wanita tidak tahu diri itu, padahal dia tidak punya orang tua!" seru Ibu Pak Kwong."Dia memang tidak punya orang tua atau keluarga, tapi sekarang dia menjadi bagian dari keluarga Huang. Masih mending keluarga Huang mau memberikan bantuan mo
Pak Darius tersenyum tipis, lalu dengan sigap mengatakan, "Kalian harus tunduk dengan aturanku," "Kami akan tunduk dengan semua aturan Pak Darius," balas Pak Kwong. Pak Darius tersenyum licik, "Kalau begitu, kalian harus menandantangani perjanjian di atas kertas, jika kalian sejengkalpun kalian menyakiti menantuku, maka kalian harus mengganti sepuluh kali lipat dari modal yang kalian terima. Satu lagi, aku bebas menghukum apa saja siapa pun keluarga Kwong yang menyakiti menantuku," Semua langsung berdetak kencang jantungnya. Perjanjian ini terlalu berbahaya tapi kalau tidak diterima mereka sedang membutuhkan bantuan keuangan. Pak Kwong melirik Bu Amber yang sepetinya juga kebingungan termasuk para nenek yang tidak ingin mengambil resiko sepeti ini. Mereka tidak akan bisa menindas Soraya lagi kalau menandatangani perjanjian itu. Mereka lebih khawatir ke Sabrina yang selalu tidak bisa menahan emosinya melihat keberuntungan Soraya."A-pa tidak bisa perjanjiannya di ubah sedikit?"
"I-tu," ucap Pak Kwong terbata. Waktu itu memang beliau dan Bu Amber mengatakan hal itu. Setelah menikah Soraya tidak akan lagi mendapatkan bantuan finansial dari keluarga Kwong. Tapi saat ini mereka menyadari bahwa saat Soraya meninggalkan Keluarga Kwong, bisnis keluarga Kwong sudah tidak stabil lagi seperti saat Soraya yang menghandle. Sabrina yang tumbuh dengan sikap manja itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa marah dan membuat pelanggan kecewa. "Apa betul kalian mengatakan hal seperti itu?" tanya Pak Darius."Kami menyesal mengatakan itu," ucap Pak Kwong."Maksud kami saat itu adalah, tidak lagi memberikan bantuan uang jika dia memilih menikah dengan seorang pelayan. Waktu itu Damar menyamar sebagai pelayan di pesta pernikahan putri kami, Sabrina. Kami tidak tahu kalau ternyata Damar adalah pewaris sah keluarga Huang, maafkan kami Soraya," jelas Bu Amber panjang lebar.Keluarga yang lain juga mengiyakan ucapan Bu Amber. Pasalnya Soraya menikah dengan seorang pelayan, lag
Mereka bersamaan saling tatap, tidak ingin dicap sebagai orang yang menelantarkan Soraya dimata Pak Darius. Pak Wong langsung menyangkalnya."Soraya, kami selalu menganggap mu anak kandung, walau kenyataannya tidak seperti itu. Maafkan Tantemu karena tidak bisa menjaga sikap," ucap Pak Kwong."Maaf?" tanya Pak Darius. "Begitu enteng tangannya menyakiti menantuku, sekarang hanya minta maaf?" imbuh pak Darius."Aku mohon maafkan aku, aku mengaku bersalah, tapi aku hanya mengingatkan Soraya agar tidak berlagak dan sombong karena Kakakku lah yang membawanya dari tempat kotor dan merawatnya menjadi barang yang indah sehingga dia bisa dinikahi oleh keluarga kaya. Aku hanya mengingatkan agar dia tidak lupa darimana dia berasal dan siapa yang menolongnya!" tegas Tante membela diri.Pak Darius semakin geram dengan ucapan Tante, dia sama sekali tidak tulus minta maaf, hanya menekankan mereka telah berjasa merawat Soraya sehingga layak menjadi barang jual yang mahal."Sampai detik ini kalian mas