Semua orang mundur selangkah dari tempatnya semula. Mereka tidak mengucap tapi menandakan bahwa masih ingin menjalin kerja sama dengan keluarga Huang. "Kalau tidak ada yang menjawab berarti kalian semua masih menjadi mitraku. Membuang satu mitra bisnis tidak akan membuatku bangkrut!" tegas Pak Darius. "Tolong maafkan kelancangan putriku. Kami mengaku salah," ucap Ayah Tisya sambil bersimpuh. "Sudah terlambat, usir mereka dari sini jangan biarkan mereka menginjakkan kaki ke sini lagi," ucap Pak Darius. Para pengawal langsung membawa mereka semua pergi dari ruangan pesta syukuran Kaveera. Sabrina yang melihat kejadian ini semakin tidak senang. "Beruntung sekali nasib anak pungut itu!" seru Sabrina dalam hatinya. "Sabrina, aku harap kamu bisa menjaga sikapmu. Apa kamu mau bernasib sama sepeti mereka?" bisik Cakra. "Apa kamu takut sama keluarga Huang?" tanya balik Sabrina. "Mereka memberikan aku modal yang besar dengan catatan tidak boleh mengeluarkan kamu dari penjara waktu itu
Sabrina lalu merubah ekspresinya dengan cepat karena melihat banyak mata menatapnya. Jangan sampai mereka menggunjing lagi tentang sikap Sabrina kepada Soraya "Aku tidak mau, karena aku belum pernah menggendong bayi," ucap Sabrina setelahnya. "Maaf ya ibu-ibu, maklum Sabrina kan belum pernah melahirkan dan punya anak jadi dia takut kalau harus menggendong bayi, takut kalau kecengklak atau gimana gitu," ucap Bu Amber. "Aku juga takut kalau putraku akan dijatuhkan kalau digendong Sabrina. Eh maaf, bawaannya aku suudzon mulu karena terbiasa disakiti," balas Soraya. "Ah maaf, ya, maklum aku terlalu banyak mendapatkan kejahatan," ucap Soraya lagi sambil menutup mulutnya menggunakan tangan. Sabrina ingin mencak mencak tapi ditahan oleh Bu Amber. Salah langkah sedikit mungkin akan jadi masalah besar."Kakak, kamu hanya bercanda 'kan?" tanya Sabrina."Keluarga Kwong mana mungkin melakukan tindak kejahatan terhadapmu? Apa keluarga Huang tampak baik dari luar tapi jahat padamu?" imbuh Bu
Soraya tersenyum kepada Damar lalu memeluknya erat seperti biasanya. Dia bergelendot manja dengan pesona yang menggairahkan. Tapi sayang sekali untuk saat ini mereka sedang berpuasa beradegan ranjang.“Aku sangat senang sekali, berada di pesta Kaveera. Seolah aku menjadi bintang dipesta tadi, terima kasih suamiku. Begini rasanya menjadi bintang,” ucap Soraya.“Syukurlah kalau kamu senang istriku, aku ikut bahagia bersamamu,” balas Damar.“Aku sangat bersyukur mempunyai suami dan mertua yang hebat seperti keluargamu,” ucap Soraya.“Sudah semestinya seperti ini. Kita menjadi keluarga yang cemara,” balas Damar lalu mencecap bibir Soraya dengan lembut.Hasrat membara timbul di antara keduanya, tapi Soraya langsung ingat kalau tidak boleh melakukan hal itu dahulu karena belum empat puluh hari kelahiran Kaveera.“Ah sayang sekali, ya, harus cukup sampai di sini,” ucap Soraya.“Aku juga kena tanggung nih, ya sudah tidur,” balas Damar.“Oke, kita harus istirahat, perjalanan mengurus Kaveera m
Soraya menggelengkan kepalanya untuk apa minder karena orang seperti itu. Biarkan mereka menggunjing sampai mulutnya berbusa memangnya kenapa. "Aku tidak minder. Aku lebih memilih memakai produk lokal daripada brand internasional," ucap Soraya. "Jadi maksudmu kamu lebih senang membantu para pedangan brand lokal daripada membeli barang mahal brand luar negeri?" tanya Damar. "Betul," ucap Soraya. "Aku suka sikapmu yang seperti ini," balas Damar sambil mengelus rambut Soraya. Tapi Soraya juga harus memiliki beberapa brand ternama di rumahnya. Tidak hanya brand lokal yang dia miliki untuk menunjang penampilannya sesekali Soraya harus menggunakan brand ternama luar negeri untuk bergaya menikmati hidup dengan kemewahan yang dimiliki suaminya "Aku mengerti apa yang kamu khawatirkan, kalau perkumpulan yang kamu datangi hanya bersifat biasa aku akan memakai brand lokal saja, tapi kalau sudah skala yang besar untuk mendampingi kamu di pertemuan para penguasa negeri ini. Akan aku pa
"Ah tidak, hanya tanya ingin mengingatkan jangan lupa makan siang nanti agar tak sakit," ucap Soraya. "Pasti, terima kasih sudah diingatkan," balas Damar. Damar mencium kening Soraya dan kedua pipinya sebelum berangkat kerja. Dia melambaikan tangan sebelum masuk ke mobil. Soraya sekalian membawa Kaveera untuk berjemur di taman depan rumahnya setelah mengantar Damar kerja. "Kaveera, kamu berjemur dulu, ya. Sebenarnya salah sih harusnya tadi sebelum mandi berjemur dulu. Mama salah, ya, Maaf ya," ucap Soraya sambil mengecup pipi Kaveera. Soraya menggendong Kaveera sambil duduk di kursi taman. Sinar mentari hangat menyinari tubuh Kaveera dan Soraya pagi ini. Sambil bernyanyi kecil untuk Kaveera Soraya menikmati indahnya pagi di taman bunga depan rumahnya. "Indah sekali ciptaan Tuhan ini, bunga tampak bermekaran ditambah hangat sinar mentari pagi membuat suasana hariku tenang," ucap Soraya. Tak lama kemudian Kaveera menangis, mungkin sudah kehausan atau bosan berdiam diri di taman
Bayi kecil itu tampak tenang di dalam dekapan ayahnya, dia seolah nyaman bersama Damar. "Sepertinya memang dia kangen sama ayahnya," ucap Soraya. "Tentu saja, aku 'kan ayahnya," jawab Damar. Soraya tersenyum kecil, memang iya Damar adalah ayahnya. Apa memang seorang bayi akan selalu merindukan ayahnya. "Aku tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Damar apa kamu mau memberikan kasih sayangmu pada Kaveera?" tanya Soraya. "Tentu saja aku mau," jawab Damar. "Terima kasih, aku berharap kamu sampai nanti akan menjadi ayah panutan bagi Kaveera," balas Soraya. Bagi Damar sudah menjadi tugas dan kewajibannya memberikan Kaveera kasih sayang, nafkah yang halal bagi sang buah hati. Dia juga tidak ingin Kaveera terlantar dan merasa kurang kasih sayang. "Aku akan berusaha menjadi ayah yang baik bagi anakku," ucap Damar. "Aku juga akan menjadi ibu yang penyayang, baik hati pada putra pertamamu ini," balas Soraya. "Aku yakin kita akan menjadi orang tua yang penyayang bagi a
Bukan Damar, lantas Bu Amber yang menelpon Soraya. Terdengar suara ramai dari balik telepon. "kenapa kaget begitu Ibu menelponku, seharunya kamu senang ibu memperhatikan kamu, 'kan. Bukankah itu yang kamu butuhkan saat ini?" tanya Bu Amber "Iya, aku memang membutuhkan perhatian. Tapi bukan dari ibu, kenapa juga baru sekarang ibu memperhatikan aku," jawab Soraya. "Soraya, jadi selama ini kamu tidak merasa diperhatikan oleh ibu hanya karena cemburu kepada adikmu, ya. Ya ampun Soraya kamu itu kok penuh iri dengki," balas Bu Amber. Soraya langsung menutup teleponnya dia sangat kesal karena Bu Amber yang menelponnya dan mengatakan hal yang tidak dia sukai. Menyebalkan sekali. Padahal dia sangat menginginkan Damar yang menelponnya tapi malah orang yang tidak penting. Entah apa tujuannya saat ini. "Kamu habis teleponan sama siapa, kok nomormu sibuk, sayangku?" tanya Damar saat sampai rumah. "Ah itu tadi Bu Amber yang menelpon. Tapi aku langsung menutupnya karena kesal," jawab Soraya.
Bu Amber langsung bersemangat memperkenalkan satu persatu siapa mereka. Yakni orang tua dari Pak Kwong dan Bu Amber berarti mereka adalah nenek untuk Soraya, Tante, dan sepupu."Mereka semua adalah keluarga kita," jawab Bu Amber masih bersemangat."Halo Soraya," ucap Mereka bersamaan dengan senyuman manis dan lambaian tangan penuh kehangatan. Seolah menunjukkan kalau mereka adalah saudara.Masih teringat jelas bagaimana perlakuan mereka terhadap Soraya waktu dulu. Mereka selalu membela Sabrina walaupun Sabrina salah. Mereka selalu membandingkan dan menyalahkan Soraya kalau ada apa-apa dengan Sabrina."Oh begitu, membawa rombongan sirkus ke rumahku tanpa ijin dan kabar terlebih dahulu," ucap Damar dingin.Terlihat wajah mereka tampak gugup, lalu Pak Kwong yang berbentuk cara, "Damar menantuku, mereka ini adalah keluarga kita loh kok kamu tega mengatakan kalau kamu adalah rombongan sirkus," balas Pak Kwong."Damar kami sudah mencoba menghubungi Soraya tapi nggak ada respon. Bagaimanapun