Share

Kapan Menikah?

“Nah, itu benar. Anggap saja kita ini sama seperti kedua orangtuamu,” ucap Silva mengulas senyum ramah di bibirnya.

Dari nada suara Silva sepertinya maminya ini sangat menyukai Morgan.

Diikuti anggukan kepala setuju dari Morgan.

“Kamu tahu kenapa saya menyuruhmu kemari, Morgan?” Tegas Philip bertanya tanpa basa-basi

Dia ingin mendengar langsung penjelasan dari Morgan dengan pengakuan Samira tadi lagi.

Sekilas melirik Samira, tapi gadis cantik itu hanya terdiam. Morgan langsung paham tujuan pertanyaan Philip.

Morgan menurunkan sedikit dagunya sebelum menjawab, “Benar, Pi. Saya meminta maaf atas kejadian semalam di apartemen. Saya dan Samira minum alkohol terlalu banyak, dan ..." Morgan menurunkan pandangannya dari tatapan tegas Philip.

"... membuat Samira mabuk dan tidak pulang semalam. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi, Pi."

Samira meremas telapak tangannya, gemuruh dadanya meningkat menunggu reaksi sang papi. Ada rasa takut kalau-kalau Philip akan marah besar ke Morgan.

Philip meneguk liur kepayahan. Dirinya tidak pernah mengizinkan Samira bersentuhan dengan alkohol, apalagi mabuk sampai tidak pulang ke rumah. Namun, dia tidak menyalahkan Samira sepenuhnya.

Mau marah namun tidak ada alasannya. Samira juga bukan lagi gadis remaja, di sisi yang lain ia tinggal dengan Silva yang gemar kelab malam dan mabuk.

Sekarang Philip bisa lebih tenang setelah mendengar langsung dari Morgan. Apalagi melihat sikap Morgan yang dewasa dan bertanggungjawab. Dia langsung percaya kepadanya.

Tanpa berpikir-pikir Phillip bertanya, “Kapan kamu akan menikahi Samira, Morgan?” Takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap Samira dengan kejadian itu.

Samira yang cuma diam saja dan jadi pendengar yang baik itu, rasanya bak sambar petir mendengar pertanyaan Philip barusan.

Itu tidak ada dalam rencananya tadi. Padahal ia meminta Morgan cuma untuk mengaku-ngaku sebagai kekasihnya, dan melewatkan semalaman dengan mabuk.

Morgan paham situasi Samira sekarang namun dia juga tidak mau salah-salah menjawab, yang membuat Samira tersinggung dan marah padanya.

“Usia Samira sudah tidak muda lagi. Jadi, kamu harus cepat-cepat memikirkan ke sana, Morgan!” lanjut Philip mengurai tatapannya dari Morgan bergeser ke Samira. Seakan meminta persetujuan dari putri kesayangannya itu.

“Kalau kalian sudah cocok, tidak perlu berlama-lama lagi, Samira,” ujar Philip.

“I-iya, Pi. A-aku ... masih sibuk di kantor sekarang-sekarang ini. Jadi, mungkin nanti setelah luang waktuku, aku segera membicarakannya dengan Morgan.” Samira tergugu.

Silva mengernyit dahi, tidak puas dengan jawabannya. Melihat Morgan yang mapan, seperti bukan orang biasa-biasa, harusnya Samira tidak perlu memikirkan kesibukannya di kantor lagi.

Tapi ... Silva tidak ingin berdebat dengan Samira soal itu, apalagi di depan Philip yang selalu menjadi garda terdepan bagi Samira.

"Stt, aku ragu dia terlihat seperti orang kaya, Silva. Coba tanyakan pekerjaannya!" bisik Lala menyikut lengan Silva. Menjaga nada suaranya agar tidak kedengaran Philip.

Tidak ingin melewatkan pertanyaan sepenting itu, Silva pun bertanya, “Kamu bekerja di mana, Morgan?”

A-apa? Samira bahkan tidak berpikir sampai ke sana. Samira mulai panas dingin namun ia memaksa-maksa tetap bersikap tenang, kalau tidak ingin kebohongan ini terbongkar.

Harap-harap Morgan bisa menjawab tidak jujur, seenggaknya bisa memikirkan jawaban yang membuatnya tidak dipandang rendah.

“Sekarang saya bekerja sebagai pegawai magang di salah satu kantor besar, Mam.”

Silva sampai ternganga mendengar jawaban Morgan.

Cepat-cepat Samira membuang wajahnya ke samping. Mengerat geraham kasar karena kesalnya.

Ia mendesahkan rasa kecewanya. Cuma bisa pasrah mendengar cibiran dari tante Lala dan ibunya sekarang.

"Sudah aku duga, dia bukan dari kalangan keluarga kaya, Silva!" ucap Lala makin memanas-manasi Silva.

"Kamu harus percaya ucapanku ini, Silva!"

Lala senyum-senyum kecil, puas karena kekasih Samira bukan benaran orang kaya raya seperti yang ditakutkannya. Dia tidak senang jika sampai Samira mendapat pria kaya raya.

Silva mengerutkan dahi. Percaya tak percaya, tapi melihat mobil mewah Morgan, wibawa, dan penampilan maskulinnya, cuma pegawai magang?

Silva ragu jika harus sepikiran dengan Lala, ...

"Tapi, dia kelihatan orang kaya. Lihat saja mobil mewah dan penampilannya, Lala!" Silva berbisik-bisik. "Sikapnya sangat sopan dan berwibawa."

"Aku yakin Samira yang membelanjakan semua itu, Silva. Kamu lihat beberapa bulan ini, Samira bahkan tidak pernah menunjukkan uangnya padamu!" Lala menyahuti dengan berbisik. "Yah, dia harus bisa menjaga sikap jika tidak mau kehilangan gudang uangnya!"

Kedua mata Silva membeliak, otaknya memutar cepat. Semua yang dikatakan Lala itu ada benarnya juga. Samira punya kedudukan tinggi sementara Morgan cuma pegawai magang.

"Kamu cuma pegawai magang, tapi berani mau menikahi Samira?" Datar Silva bertanya, menatap rendah seakan menghakimi pria di depannya.

Merasa ada kekecewaan dalam ucapan Silva, Morgan menjawab tenang, "Secepatnya saya mendapat pekerjaan yang lebih baik lagi, saya berjanji akan segera menikahi Samira, Mam."

Silva menyipitkan matanya. Mau ditaruh di mana wajahnya, kalau sampai semua tahu Samira menikah dengan pria yang cuma pegawai magang.

Tapi ... usia Samira yang sudah 34 tahun membuat Silva mau tak mau pasrah saja Samira menikah dengan siapapun.

Dia tidak perlu takut Samira jadi perawan tua dan tidak laku lagi. Lagian Morgan sangat tampan, bertanggungjawab, dan tidak kelihatan yang bukan dari keluarga kaya.

Sementara Philip mencari-cari kejujuran di ucapan Morgan.

Hal gila apa yang sudah dilakukannya, kalau sampai membiarkan Samira menikah dengan pria ini. Namun, hatinya terasa sakit setiap mendengar aduan dari Silva tentang putrinya itu.

Apalagi mendengar tangisan kecewa Samira atas semua perlakuan Lala selama ini.

“Usia kamu berapa, Morgan?” tanya Philip.

“Saya 25 tahun, Pi.”

Dahi Philip mengkerut seperti memikirkan sesuatu yang rumit. Sesaat menghela napas berat.

“Sekarang kalian bisa berpacaran dulu. Tapi secepatnya kamu memikirkan ke pernikahan kalian, Morgan!”

Samira mendongak, tidak percaya akhirnya mendengar itu dari Philip. Jadi, Morgan tidak perlu berlama-lama lagi di sana dan iapun sudah terbebas sekarang.

Namun, baru saja Samira hendak menghela napas lega, terdengar celetukan pedas Lala.

"Jangan percaya, pria ini hanya tidak ingin kehilangan kekayaan Samira, kakak ipar!" seru Lala yang langsung memanas dengan keputusan Philip itu, sampai-sampai berani menyela.

Kemudian menggeser pandangan sinisnya ke Morgan.

"Samira memiliki kedudukan bagus di kantornya dan dia cuma seorang bawahan! Siapa pria yang mau menolaknya, alih-alih pegawai magang, kakak ipar Philip?"

Philip yang beranjak dari kursinya bersiap pulang, kembali duduk. Menggeser pandangan dan menumpulkan tatapannya di wajah mantan adik iparnya itu.

"Kamu yang selalu bilang, jika tidak ada pria yang mau dengan putriku, Lala Firdaus!" kata Philip menyebut nama lengkapnya tanpa emosi.

"Kenapa sekarang setelah Samira membawa kekasihnya, kamu melupakan ucapanmu itu?" Philip mengalihkan pandangannya ke Silva yang terdiam bisu.

Sempat gelisah, tapi mendengar pembelaan Philip atas dirinya, Samira lebih percaya diri dan tenang.

"Kapan kamu siap menikahi Samira, bawa Samira menemui saya, Morgan!" tegas Philip mengalihkan pandangannya ke pria tampan di depannya.

Samira kaget saat Morgan meraih cepat tangannya dan menggenggamnya sangat erat. Seakan-akan menunjukkan kesungguhannya kepada Philip dengan menjawab, "Secepatnya aku akan menemui anda!"

Samira terbelalak, bingung. Karena ia membayar Morgan untuk mengaku-ngaku sebagai kekasihnya saja.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status