“Apa? Dijodohkan? Harum beneran dijodohin?" teriak Harum yang begitu terkejut ketika kedua orang tuanya menjelaskan, dan menceritakan tentang perjodohannya secara tiba-tiba, dengan salah satu pria yang menjadi anak dari sahabat baik kedua orang tuanya.
“Iya. Rum. Sejak kamu masih kecil, sebenarnya kamu sudah dijodohkan dengan anak dari Tante Sinta juga Om Rama,” tutur sang ibu menjawab pertanyaan anaknya, dan mulai berharap-harap cemas menunggu pernyataan anak gadisnya.“Tapi, Mih. Mamih kan tahu sendiri kalau Harum punya pacar. Terus, kalau Harum dijodohin, gimana nasib hubungan Harum sama Haris?” katanya kembali yang merasa keberatan dengan keputusan sepihak kedua orang tuanya. Apalagi, berita ini datang begitu tiba-tiba.“Kamu harus secepatnya putuskan Haris, Rum. Sebelum kamu menyakiti Haris lebih jauh lagi. Kamu ngobrollah dulu sama Haris pelan-pelan, supaya dia mengerti. Kalau perlu, biar papih bantu kamu ngobrol sama Haris. Karena bagaimanapun perjodohan ini sudah ada, bahkan sebelum kamu lahir,” ujar sang ayah yang kali ini membuat Harum semakin kecewa dengan keputusan sepihak ayahnya. Namun, ia juga sangat mengapresiasi niat baik ayahnya yang ingin membantunya berbicara dengan Haris, tentang masalah perjodohan ini.“Pih, papih kan tahu sendiri Haris kaya gimana. Dia pria yang baik dan juga sopan. Kita juga udah pacaran dari awal kuliah, Pih. Sudah hampir 3 tahun, loh. Ini jaman modern, udah nggak jaman jodoh-jodohan. Harum punya pilihan dan keputusan sendiri. Lagian, Harum masih 21 tahun, belum kepikiran sampai harus nikah muda seperti ini. Mana sebentar lagi Harum juga mau nyusun skripsi pula. Harum masih mau wisuda, Pih. Masih ingin ngerasain susahnya cari kerja dan mewujudkan semua impian Harum yang tertunda!” serunya dengan nada tinggi dan terlihat benar-benar kesal dengan keputusan sepihak kedua orang tuanya.Sang ibu mendekati anaknya dan menggenggam kedua tangan anak semata wayangnya itu dengan lembut untuk menenangkannya, agar tidak terlalu berapi-api.“Selama 21 tahun terakhir ini, semua keinginan Harum selalu mamih dan papih kabulkan kan, Rum? Kali ini, mamih sama papih cuma ingin Harum mengabulkan satu keinginan kami berdua. Ini keinginan terakhir kami sebagai orang tua kamu, Nak. Mamih mohon ya, Sayang."Pandangan mata sang ibu terlihat seperti memohon dengan sangat kepada anaknya itu agar ia mau mewujudkan keinginan kedua orang tuanya. Melihat pandangan mata sayu ibunya yang penuh pengharapan, Harum pun jadi tak tega.Selama ini, mereka selalu mengabulkan apapun permintaan darinya. Apa kali ini, Harum sebagai anak harus membalas kebaikan mereka selama 21 tahun terakhir ini? Walau Harum sendiri tahu, sebenarnya kedua orang tuanya itu begitu tulus memberikan apapun yang ia minta sebagai anak kepada kedua orang tuanya.“Baiklah, kalau memang sudah seperti itu keadaannya. Harum menyetujui perjodohan ini,” katanya terlihat pasrah sehingga membuat ayahnya tersenyum sumeringah, dan membuat ibunya langsung memeluk anak gadisnya begitu erat.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih karena kamu sudah mau mengerti dan berpikir dewasa. Kalau gitu, malam ini kamu dandan yang cantik, yah? Tante Sinta, Om Rama dan anaknya akan berkunjung ke rumah kita.”“Hah? Secepat itu, Mih? Ko, dadakan banget?” seru Harum kembali terkejut.Sang ibu kembali tersenyum tipis. Ia membelai rambut anaknya dengan lembut, kemudian merangkulnya.“Sebenarnya nggak dadakan juga, Rum. Mamih sama papih aja yang lupa ngobrol sama kamu tentang masalah ini.”“Yang di katakan mamihmu bener, Rum. Kita yang lupa membicarakan masalah perjodohan ini sama kamu. Habisnya, kamu sibuk terus sih di kampus. Jadi, kita jarang banget ketemu di rumah. Maaffin papih, yah, Nak?” tutur ayah Harum yang ikut merangkul anaknya, kemudian kembali menenangkan anaknya sebelum ia kembali kesal.Harum menghela napas pendek. Orang tuanya memang luar biasa sekali. Masalah sepenting ini pun di bicarakan secara mendadak. Karena sudah tidak bisa menolak dan mundur ke belakang lagi, Harum pun langsung menuju kamarnya untuk bersiap-siap bertemu dengan calon suaminya.3 jam berlalu dengan begitu cepat. Setelah selesai mandi, berpakaian rapih, dan merias diri, Harum memandangi wajahnya begitu lama di depan cermin dengan ekspresi wajah yang terlihat lelah.“Kalau gue nikah, hubungan gue sama Haris bakalan gimana, yah? Haris pasti bakalan marah terus kecewa banget sama gue karena nggak bisa memperjuangkan hubungan kita. Ahh, kenapa sih gue mesti di jodohin segala!” teriaknya kesal."Harum, sini turun! Tante Sinta sama Om Rama sudah datang, nih!" teriak ayahanda Harum dari lantai bawah.“Iya, bentar, Pih!” sahut Harum setengah berteriak.Harum pun langsung terburu-buru merapihkan kembali pakaiannya dan rambutnya di depan cermin. Tak lupa, ia juga menyemprotkan parfume favoritnya di leher dan di pergelangan tangannya. Setelah merasa cukup puas dengan penampilannya dan tersenyum kecil di depan cermin, Harum langsung bergegas turun ke bawah.Sambil menuruni anak tangga,Harum terlihat begitu gugup dan juga panik. Ia juga sempat melirik ke arah seorang pria berkacamata yang wajahnya belum terlihat begitu jelas oleh kedua bola matanya, karena tertutupi oleh pundak ayahnya.Apa itu calon suami gue? Batin Harum gugup.“Rum, kenalin, ini sahabat papih sama mamih. Tante Sinta dan Om Rama,” ujar sang ayah memperkenalkan calon besannya."Harum, Tante, Om," tutur Harum memperkenalkan diri sambil tersenyum ramah, seraya membungkukkan kepalanya sebagai tanda menghormati orang yang lebih tua.“Sudah jadi anak abg ya Harum sekarang. Dulu, waktu pertama kali ketemu itu, Harum masih kecil banget. Sekarang, malah jadi cantik begini. Iya kan, Pah?” tutur Tante Sinta sambil menggenggam kedua tangan Harum dan memandanginya dengan takjub, seraya meminta persetujuan suaminya tentang paras Harum yang semakin cantik.“Iya, calon menantu kita cantik, Mah. Beruntung sekali kita bisa memiliki calon menantu seperti Harum. De, sini kenalan sama calon istrimu.”Begitu anaknya dipanggil, sosok pria berkacamata, tubuh yang tinggi tegap, dada yang bidang juga terlihat tampan itu, muncul di hadapan Harum dengan membawa sebuket bunga Mawar putih.“Hai, Harum. Saya Dewa, masih inget saya nggak?” katanya sambil mengulurkan tangannya dengan intonasi nada yang terdengar kaku.“Harum. Maaf Kak, memangnya kita pernah ketemu, yah? Ko, aku nggak inget?” katanya bingung seraya membalas uluran tangan Dewa.“Pernah. Waktu itu kamu memang masih kecil. Jadi, kamu pasti lupa sama saya. Dulu, kita pernah main bareng, loh," katanya bercerita mengenang masa lalu.Harum masih terlihat bingung. Sepertinya, ia memang tidak mengingat sama sekali pertemuan pertamanya dengan Dewa di masa lalu.“Jelas Harum lupa. Dulu, waktu kalian ketemu itu umur Harum masih 6 tahun. Saat itu, Dewa usianya sudah 18 tahun kalau nggak salah. Iya nggak sih, Ram?” tanya ayahanda Harum yang sedikit lupa.“Iya. Mereka kan terpaut 12 tahun, Gal," jawab ayah Dewa seraya tertawa kecil.Begitu mendengar perbedaan usianya dengan calon suaminya yang berselisih 12 tahun, Harum kembali terkejut.Mampus! Gue bakalan nikah sama om-om? Untung aja dia cakep nggak kelihatan tuanya. Batin Harum yang terlihat sangat terkejut itu.“Buat kamu,” tutur Dewa sambil memberikan sebuket bunga Mawar putih kepada Harum.“Makasih, Kak,” katanya sambil tersenyum kecil sambil menerima sebuket bunga Mawar putih pemberian dari Dewa.Begitu sesi perkenalan selesai, kedua orang tua Harum mengajak keluarga Dewa untuk makan malam bersama dengan hidangan luar biasa, spesial buatan ibunda Harum untuk calon besannya.Melihat keakraban kedua orang tuanya dengan kedua orang tua Dewa yang sepertinya sudah lama tidak bertemu, Harum terlihat begitu gugup. Namun, ia juga sangat senang karena bisa melihat kedua orang tuanya tertawa bahagia.Harum melirik ke arah Dewa yang sedang makan. Ia melihat Dewa adalah sosok pria dewasa, maskulin dan sepertinya masa depannya pun cerah.Mendengar cerita kalau Dewa adalah seorang CEO muda yang telah sukses merintis dari nol dan menjalankan perusahannya sendiri yang sudah cukup terkenal di Indonesia, membuat Harum merasa semakin kecil di hadapannya. Karena ia sendiri merasa masa depannya masih belum terlihat jelas. Ia saja masih kuliah dan belum bisa menghasilkan uang sendiri, walaupun kedua orang tuanya cukup kaya dan memberikan apapun yang ia minta.“Rum," panggil Dewa pelan.“Iya, Kak?” sahut Harum terlihat gugup.“Makasih ya, sudah menerima keluarga saya dengan baik.”“Iya, sama-sama, Kak,” katanya terdengar malu-malu.“Saya tahu kamu akan terkejut mendengar perbedaan usia kita yang sangat jauh. Tapi, saya akan berusaha keras untuk menyesuaikan diri saat bersama kamu. Semoga, kita bisa menjadi pasangan yang serasi.”Harum hanya bisa tersenyum tipis. Ia melihat pria ini sedikit kaku. Tapi, Harum berpikir kalau Dewa adalah sosok pria yang baik dan juga sopan. Apakah keputusannya sudah tepat untuk menikahi pria kaku seperti ini?"Gimana kuliahmu?" tanya Dewa saat mereka berdua terlihat duduk bersama di halaman belakang rumah, sambil menikmati secangkir kopi dan beberapa cemilan."Lumayan hectic sama tugas, sih," jawab Harum terlihat canggung."Bentar lagi skripsian, yah?" tanyanya kembali.Harum menganggukkan kepalanya dan kembali menyeruput kopi miliknya."Kalau ada yang nggak kamu pahami soal kuliahmu, kamu bisa tanyakan saja sama saya.""Dulu, kakak ngambil jurusan apa waktu kuliah?" tanya Harum penasaran.Dewa menyilangkan kedua kakinya. Ia mengambil cangkir kopinya kemudian meminumnya dengan perlahan."Waktu S1, saya ngambil double degree di UI. Jurusan yang saya ambil Manajemen. Lalu, saya melanjutkan study S2 saya di The University of Melbourne untuk lebih memperdalam bidang bisnis dan management," katanya menceritakan perjalanan masa kuliahnya kepada Harum.Begitu mendengar cerita masa studynya Dewa, Harum termangu di tempat duduknya. Ia tidak menyangka, jika pria yang duduk di sampingnya itu benar-be
Harum termangu di tempat duduknya sembari memandangi sebuah cincin berbentuk bunga mawar pemberian dari Dewa. Harum berpikir cukup lama di kamarnya. Apakah ia melupakan sebuah kenangan di masa lalu saat bersama Dewa? Kenapa dia tidak mengingat sama sekali kenangan masa kecilnya?Apalagi, Harum masih ingat dengan jelas saat Dewa memberikan cincin ini kepadanya, Dewa mengatakan kalau ia sudah menyukai Harum sejak dulu dan mungkin ia tak menyadarinya.Kenangan apa yang sudah gue lupakan? Batin Harum sambil memandangi cincin pemberian Dewa.Dewa terlihat sedang mengendarai mobil Audi merah miliknya. Sambil mendengarkan sebuah lagu bergenre jazz di mobilnya, Dewa terlihat sedang menelepon seseorang"Saya hari ini sedikit telat, jadwal meeting di undur sore saja. Saya ada perlu di luar. Ada urusan mendadak," katanya yang tengah menghubungi sekertarisnya.Setelah memberi kabar sekertarisnya, ia langsung menutup teleponnya dan kembali fokus menyetir. Begitu sampai di tempat tujuannya, ia lang
"Saya mungkin tidak bisa membahagiakan kamu. Masih belum bisa menjadi calon suami yang baik mungkin untuk kamu. Bahkan, saya tidak bisa memberikan kenangan manis untukmu atau bisa saja di masa depan saya akan mengecewakan kamu dan membuat kamu menangis. Tapi, yang saya janjikan saat ini hanyalah keseriusan saya untuk menikahi kamu. Kamu bisa lihat dari sikap perilaku saya terhadap kamu. Saya akan berusaha menjadi versi Dewa yang terbaik di depan calon istri saya," katanya tampak serius hingga membuat kedua bola mata Harum berkaca-kaca mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Dewa.Harum tersenyum lebar. Ia memandangi wajah pria yang terpaut 12 tahun darinya itu dengan pikiran yang tenang, mata yang teduh dan hati yang meluap-luap karena saking bahagianya ia bisa mendengar sebuah kalimat manis dari seorang pria hingga membuatnya tersentuh.Belum pernah ia mendengar kalimat manis itu terucap dari siapa pun termasuk kekasihnya ; Haris. Haris memang bukan tipikal pria yang romantis dan
"Jadi, apa keputusanmu"? tanya Haris sambil memandangi wajah Harum dengan ekspresi wajah yang cukup khawatir, kedua bola mata yang terlihat sedih, sendu juga gugup."Har, aku . . .""Kamu mau kita putus seperti ini?" tanya Haris memotong pembicaraan hingga membuat Harum yang mendengar kata putus meluncur dari mulut Haris begitu terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Kamu mau kita putus, Har?" tanya Harum dengan mata berkaca-kaca."Kamu tidak bisa menolak perjodohan ini bukan? Kamu juga tidak mau memperjuangkan hubungan kita kan, Rum? Jadi, salah satu caranya mungkin kita ya harus putus.""Semudah itu kamu bilang kata putus setelah 3 tahun kita mengukir kenangan manis kita bersama?" Harum menitikkan air matanya hingga membuat Dewa yang melihat air mata Harum membasahi kelopak matanya merasa bersalah karena sudah membuat mereka bertengkar."Lalu, aku harus bagaimana? Kamu juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena rasa sayang kamu terhadap orang tua kamu bukan
"Kita pernah bertemu saat kamu masih SMA. Di kota Bandung, tepatnya saat kamu berlibur dengan keluargamu di sebuah villa. Saat itu kita bertemu dan saat itulah pertama kalinya saya jatuh cinta kepada seorang gadis berusia 16 tahun dan berharap suatu hari nanti kita bisa bersama dan di sandingkan di atas pelaminan.""Serius, Kak?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengarDewa menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Masa iya saya bohong soal perasaan saya sendiri?"Harum tersenyum tipis. Kedua bola matanya kembali menitikkan air mata hingga membuat Dewa dengan cepat menghapus air matanya agar tidak terus menetes ke luar."Patah hati wajar. Itu pasti terjadi dalam suatu hubungan agar kamu belajar dari pengalaman untuk lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan asmaramu, Rum. Jadi, jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.""Maaf ya, Kak," katanya terlihat menyesal."Maaf untuk apa?" Dewa kembali bingung."Maaf, karena kakak jadi melihat kej
Semenjak perjodohannya dengan Dewa dan perpisahannya dengan Haris, Harum terlihat termenung dan menyendiri di halaman belakang rumahnya sembari menatap langit malam yang tak berbintang. Sambil mengenang kembali kenangan manisnya dengan Haris, Harum memandangi sebuah aquarium kecil berisi 2 kura-kura yang masih kecil, pemberian dari Haris saat ulang tahunnya tahun lalu."Kenapa, Sayang? Ko, ngelamun?" Sang ibu yang baru saja pulang bekerja langsung menghampiri anaknya dan duduk di sampingnya begitu melihatnya."Mih, apa keputusan Harum sudah tepat untuk memilih berpisah dengan Haris dan menerima perjodohan ini?" Harum menatap wajah ibunya dengan tatapan sendunya."Kamu kecewa dengan perjodohan ini, Nak?"Harum menghela napas pendek dan kembali memandangi kura-kura miliknya dengan mata penuh kerinduan kepada sang pemilik asli kura-kura tersebut."Harum putus sama Haris hari ini, Mih. Bahkan, perpisahan ini disaksikan sendiri oleh kak Dewa.""Dewa? Kalian bertemu hari ini?"Harum mengan
Setelah mendengar cerita tentang Dewa yang sudah menyukainya sejak dulu dari ibunya, Harum terlihat sedang duduk di tempat tidurnya seraya memandangi foto profile whatssapp Dewa beberapa saat.Mungkin, ia sedikit lupa kenangan manis tentang dirinya dengan Dewa dulu, tapi Harum tidak pernah lupa dengan sebuah kenangan tentang dirinya yang tiba-tiba saja melamar Dewa saat ia masih kecil dulu."Ternyata, pria itu adalah kamu, Kak. Maaf, kalau aku lupa. Soalnya, muka kak Dewa dulu sama sekarang itu beda banget. Dulu kan, kamu nggak pake kacamata, terus badannya juga kurus banget nggak kaya sekarang yang udah bagus pake banget. Hmm, jadi, apa gue harus menerima lamaran ini dan menikah dengannya?" gumamnya pelan dan terlihat men zoom beberapa kali foto profile whatssapp Dewa.Karena terlalu sibuk memandangi foto Dewa, Harum sampai terkejut begitu handphonenya bergetar karena tiba-tiba saja Dewa meneleponnya. Karena merasa gugup dan menjdi salah tingkah, Harum langsung mengangkat telepon dar
Harum memandangi 2 buah cincin pemberian dari Dewa di atas meja belajar yang berada di dalam kamarnya. Cincin yang sangat berarti dan memiliki makna tersebut merupakan cincin pemberian dari Dewa dalam jangka waktu yang tak lama, bahkan hanya terpaut beberapa hari saja.Cincin pertama yang berbentuk bunga mawar itu adalah pemberian dari Dewa untuk pertama kalinya. Cincin itu diberikannya sebagai tanda ketulusan dan keseriusannya untuk menjalin hubungan perjodohan ini. Untuk cincin kedua, dengan mutiara putih yang berkilauan diberikan oleh Dewa sebagai cincin yang menandakan bahwasanya Dewa secara resmi melamar Harum sebagai tanda pengikat hubungan mereka untuk ke tahap selanjutnya yaitu sebuah pernikahan.Harum tersenyum tipis memandangi dua buah cincin itu yang sengaja ia pakai dua-duanya sekaligus. Cincin berbentuk mawar merah di jari tengah dan cincin mutiara putih itu di jari manisnya."Semoga, aku tidak salah mengambil langkah. Aku akan menjaga baik-baik kedua cincin ini," katany
Malam hari itu, cahaya senja memancar memasuki jendela rumah Harum dan Dewa. Ruangan itu dihiasi dengan bunga segar yang menyebar wangi dengab lembut. Setelah kejadian di kantor tadi siang, Dewa dengan senyum lembut di wajahnya, menciptakan suasana makan malam yang indah dan romantis di tengah-tengah rumah mereka. Meja makan mereka terhias dengan kain putih yang elegan, piring-piring cantik, dan lilin-lilin kecil yang menyala dengan lembut. Malam hari ini Dewa sengaja menciptakan makan malam romantis, sebagai tanda permintaan maafnya dan kesungguhannya atas rasa cintanya kepada istrinya itu."Harum, aku ingin membuat malam ini istimewa. Aku ingin kita merayakan hari ini bersama, baik sebagai pasangan maupun sebagai rekan bisnis yang sukses. Ayo duduk, makan malam kita sudah siap."Harum terkesima dengan keindahan yang dibuat suaminya, dengan hati yg berdebar-debar ia duduk dengan lembut di kursi yang telah disiapkan sang suami. Dewa yang begitu perhatian dan romantis, membuat hati Ha
"Hay, Martin. Sudah lama yah kita tak berjumpa!" katanya menyapa ramah, dengan sorotan matanya yang terlihat bersahabat, dan merindukan sosok pria bernama Martin itu."Jesika? Sedang apa kau ada di sini?" Martin membelalak.Kedua bola matanya membulat tajam dengan sempurna. Ia terlalu terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai, dengan rambut bergelombang kecoklatan itu, tiba-tiba saja membuka pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Dewa.Perempuan cantik bernama Jesika itu melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Martin, bersama dengan Gladis yang berada dibelakangnya."Dia jadi brand ambassador new brand fashion milik perusahaan Dewa bersamaku. Bagaimana kabarmu, Martin?" tanya Gladis sambil mengulurkan tangannya.Martin tersenyum dan membalas uluran tangan Gladis. "Aku baik, bagaimana kabarmu?""Nice. Kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanyanya kembali dan sedikit melirik ke arah Dewa yang sejak tadi hanya diam saja dan tampak kaku."2 hari yang lalu," tutur Martin menjawab
Hari itu, Harum membantu Dewa seharian penuh di perusahaannya. Dengan kemampuan yang ia miliki dan mengerti sangat jelas tentang dunia fashion dan desain, ia berada di ruang rapat bersama tim riset dan tim desain perusahaan Dewa. Mereka semua tampak sibuk mempersiapkan acara peluncuran brand baru fashion yang akan menjadi tonggak bersejarah bagi perusahaan Lumiere Mode."Wah, koleksi ini sudah sangat bagus, tapi saya punya ide untuk sedikit mengubah dan memperbaharui desainnya," ujar Harum sambil melihat-lihat desain fashion milik perusahaan suaminya."Tentu, Ibu Harum. Kami sangat terbuka dengan saran dan ide Anda. Bagaimana Anda ingin merubahnya?" tanya salah satu tim desain."Pertama, saya pikir kita bisa menambahkan sedikit sentuhan warna yang lebih cerah. Mungkin dengan menambahkan aksen warna cerah seperti kuning, merah, atau biru pada beberapa busana, ini akan membuat koleksi kita lebih menarik dan mencuri perhatian," katanya memberi saran."Itu ide yang bagus. Warna cerah bisa
"Ini tidak mungkin terjadi! Bagaimana bisa Startlight menciptakan brand yang sangat mirip dengan brand baru kita? Ini bisa mengacaukan peluncuran kita nanti!" seru Dewa dengan ekspresi terkejut dan rasa cemas begitu ia sampai di ruang meeting, ketika pagi tadi dihubungi oleh sekertarisnya, untuk segera datang ke kantor."Kami juga sangat terkejut dengan situasinya. Kami sedang menyelidikinya untuk melihat, apakah ada pelanggaran hak cipta yang terjadi. Namun, sepertinya mereka telah menemukan celah dalam sistem perlindungan kita, Pak," tutur Ria menjelaskan.Dewa menggenggam tangannya dengan ketat, ekspresi wajahnya terlihat kecewa dan amarahnya sangat terlihat diwajahnya."Ini benar-benar tidak masuk akal. Peluncuran brand baru kita adalah langkah besar bagi perusahaan kita.""Kami sepenuhnya memahami, Pak. Kami sudah memeriksa legalitas desain dan nama merk kita, dan kami meyakini bahwa kita memiliki hak yang sah atas brand ini. Namun, kita harus mencari tahu langkah apa yang harus d
Pagi yang cerah menyambut Harum dan Dewa, sepasang pengantin muda yang baru saja bangun tidur. Matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar mereka yang dipenuhi dengan cahaya hangat. Harum membuka matanya perlahan dan tersenyum melihat Dewa yang masih terlelap di sampingnya.Ah, pagi yang indah," tutur Harum pelan begitu membuka mata dari mimpi indahnya, serta menggaruk-garuk ke dua matanya sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi, Sayangku. Sudah siap menyambut hari yang penuh kebahagiaan?" ucap Dewa lembut sambil memandangi wajah istrinya yang berbaring disampingnya, kemudian memeluk istrinya dengan mesra.Harum tersipu malu begitu suaminya memeluknya dengan mesra. Rasanya sangat aneh, seperti mimpi ia telah resmi menjadi istri sah dari seorang CEO muda dan tampan seperti Dewa. "Pagi, Sayangku. Aku selalu siap menghadapi hari yang cerah seperti ini," sahutnya sambil membalas pelukan suaminya, kemudian bermanja-manja dalam pelukan suaminya itu."Oya, bgaimana kalau kita memulai hari
"Martin? Sedang apa kau di sini?" Pria berbadan tinggi tegap itu datang menghampiri Dewa. Begitu jarak ke duanya cukup dekat, ia tiba-tiba saja mengulurkan tangannya seraya tersenyum lebar."How are you, Dewa?""Fine. Long time no see, Martin!" serunya sembari membalas uluran tangan pria bernama Martin itu kemudian memeluknya dengan erat, "jadi, kapan lo balik ke Indonesia?" tanyanya begitu mereka berdua berada di ruangan kerja Dewa."Hm, yesterday the day after. How?" tanya Martin yang membuat Dewa bingung."Bagaimana apanya?" Dewa mengernyitkan keningnya bingung."Life after marriage?"Dewa tertawa lebar. Ia melipat ke dua tangannya kemudian menatap Martin, sepupunya yang sudah lama tinggal di New York dan baru saja kembali lagi ke Indonesia."Kenapa lo tertawa? Apa pernikahanmu tidak menyenangkan?" tanya Martin dengan mata menyelidik."It's fun. It's amazing and just what i imagined all along. Menyusullah kalau sudah ada pasangan," tutur Dewa menggoda sepupunya.Martin hanya terta
"Iya, aku sepertinya akan segera menikah."Entah kenapa, perasaan Harum mendengar pernyataan Haris yang sepertinya akan menikah dalam waktu dekat, rasanya terdengar sangat aneh. Bagaimanapun, Haris dan dirinya pernah sama-sama saling mencintai dan menghabiskan waktu beberapa tahun, sebelum Dewa datang dan menjadi calon suaminya secara mendadak."Jadi, kamu beneran bakalan menikah, Har?" tanya Harum kembali memastikan.Haris menganggukkan kepalanya dan kembali menatap wajah mantan kekasihnya itu lirih. "Apa kau mengizinkanku untuk menikah?"Harum terdiam membisu. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu perpustakaan kampus. Haris menoleh dan menatap wajah Harum dengan mata berkaca-kaca."Kau mengizinkanku untuk menikah kan, Rum?" tanya Haris kembali.Harum menitikkan air matanya. Dengan cepat, ia menyeka air matanya kemudian kembali memberanikan dirinya untuk menatap wajah Haris."Tentu aku akan mengizinkanmu menikah. Aku ingin kamu bahagia dan menemukan kebahagianmu, Har.""Ben
"Semangat revisiannya, yah. Nanti, kamu pulang sendiri nggak apa-apa, kan?" tanya Dewa saat mereka sudah tiba di depan kampus Harum."Iya, nggak apa-apa. Aku bisa pakai taksi online. Lagian, hari ini aku cuma mau revisi skripsi aja, sambil mengisi kekosongan waktu sebelum minggu depan aku wisuda.""Istriku hebat. Sebentar lagi wisuda dan punya gela Sarjana," tutur Dewa pelan sambil membelai rambut Harum dengan lembut dan menatapnya dengan penuh cinta, "lain kali, kamu ke kampus pakai mobil aja. Biar nggak pakai taksi online terus kalau aku nggak bisa jemput. Kamu kan bisa nyetir, kenapa gak mau bawa mobil ke kampus?"Harum melepas sealbelt yang menempel di tubuhnya. Kemudian, ia memegang ke dua pipi suaminya itu dan menatapnya dengan tatapan mata penuh rasa sayang."Kakak tahu kan cerita ketika aku kecelakaan 2 tahun lalu karena aku nyetir sendiri?"Dewa menganggukkan kepalanya. Ia teringat perkataan istrinya beberapa bulan lalu sebelum mereka menikah. Harum pernah mengatakan, ia pern
"Gladis??" seru Dewa tampak terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai dan bertubuh langsing bagaikan seorang model, "sedang apa kau di sini?"Perempuan bernama Gladis itu tersenyum lebar. Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan mendekati Dewa kemudian memeluknya, hingga membuat Ria tampak terkejut dan langsung memalingkan wajahnya."I miss you so much, Dewa," katanya berbisik, kemudian mencium pipi Dewa hingga membuat lipstik merahnya menempel di pipi Dewa."Maafkan saya, Pak. Perempuan ini memaksa masuk ke dalam. Padahal, saya sudah melarangnya," tutur seorang perempuan bernama Siska yang merupakan seorang resepsionist di perusahaan tempat Dewa bekerja.Dewa yang terkejut langsung melepaskan pelukan perempuan bernama Gladis itu dari tubuhnya dengan cepat. "Untuk apa kau datang ke perusahaanku? Apa kau tidak malu dengan sikapmu yang seperti itu?"Setelah diminta Dewa untuk pergi dengan diberikannya sebuah kode dari matanya kepada sekertarisnya, Ria pun langsung berp