"Gimana kuliahmu?" tanya Dewa saat mereka berdua terlihat duduk bersama di halaman belakang rumah, sambil menikmati secangkir kopi dan beberapa cemilan.
"Lumayan hectic sama tugas, sih," jawab Harum terlihat canggung."Bentar lagi skripsian, yah?" tanyanya kembali.Harum menganggukkan kepalanya dan kembali menyeruput kopi miliknya."Kalau ada yang nggak kamu pahami soal kuliahmu, kamu bisa tanyakan saja sama saya.""Dulu, kakak ngambil jurusan apa waktu kuliah?" tanya Harum penasaran.Dewa menyilangkan kedua kakinya. Ia mengambil cangkir kopinya kemudian meminumnya dengan perlahan."Waktu S1, saya ngambil double degree di UI. Jurusan yang saya ambil Manajemen. Lalu, saya melanjutkan study S2 saya di The University of Melbourne untuk lebih memperdalam bidang bisnis dan management," katanya menceritakan perjalanan masa kuliahnya kepada Harum.Begitu mendengar cerita masa studynya Dewa, Harum termangu di tempat duduknya. Ia tidak menyangka, jika pria yang duduk di sampingnya itu benar-benar pria yang jenius. Bahkan, calon suaminya itu melanjutkan kuliah pasca sarjananya di salah satu universitas terbaik di Aussie.Selain keterkejutannya dengan banyaknya gelar pendidikan yang dimiliki calon suaminya itu, Harum mulai berpikiran macam-macam tentang dirinya yang merasa kecil dan tak berguna. Ia merasa ia tidak cocok untuk bersanding dengan pria luar biasa seperti Dewa.Pantas saja di usia muda seperti Dewa, ia bisa sukses menjalankan perusahaannya sendiri tanpa di bantu keluarganya. Otaknya saja briliant, pekerja keras, dan pemikirannya pasti rumit sekali.Sementara Harum sendiri, ia hanya bisa kuliah di universitas swasta. Bahkan, ia masih bermanja-manja kepada orang tuanya dan belum bisa menghasilkan apapun sendiri. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya menikah dengan pria luar biasa seperti Dewa, akan jadi seperti apa nantinya."Oh ya, jurusan yang kamu ambil apa?" tanya Dewa yang membuyarkan lamunan Harum."Oh, aku ambil jurusan desain, Kak," jawabnya terdengar pelan dan malu-malu. "Kak, boleh aku tanya sesuatu sama kakak?""Silahkan."Harum mengambil napas dalam-dalam. Kemudian, ia mulai memberanikan dirinya untuk bertanya."Kakak kenapa mau menikah dengan anak kecil sepertiku? Usia kakak denganku sangat jauh. Padahal, kalau kakak mau, kakak bisa mendapatkan istri yang sepadan dengan kakak, yang jauh lebih hebat dari aku yang masih kuliah ini. Aku yakin, kakak pasti tidak memiliki perasaan apapun terhadapku, kan?"Mendengar pernyataan dan pertanyaan Harum, Dewa seketika terdiam tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis kemudian memandangi langit malam yang tak berbintang."Kamu pasti berpikir perjodohan ini tedengar seperti alasan klasik bukan?"Harum menganggukkan kepalanya dan kembali menunggu jawaban Dewa tentang pertanyaan dan pernyataannya."Pernikahan kadang tak selalu tentang cinta saja, Rum. Memang, pernikahan dengan cinta itu landasan utama kita. Tapi, yang mendasari sebenarnya itu bukan karena cinta saja. Tapi, karena Tuhan," jawabnya sambil tersenyum hingga membuat Harum cukup terkesima mendengar jawaban bijaksana dari Dewa."Menikah itu karena ibadah dan karena Tuhan, Rum. Kalau kamu menikah karena cinta dan nafsu belaka, itu percuma, tak akan berlanjut lama. Kalau kamu menikah karena cintamu kepada pasanganmu dan Tuhanmu, itu sangat luar biasa."Mendengar jawaban Dewa, Harum menyunggingkan senyum. Ia cukup puas mendengarnya dan cukup takjub mendengar jawabannya yang bijaksana."Awalnya, saya juga merasa perjodohan ini terasa klise. Tapi, saya mau mencobanya dulu karena rasa sayang dan tanggung jawab saya terhadap orang tua saya.""Walau perbedaan usia kita 12 tahun?"Dewa kembali tersenyum. "Pernikahan tak selalu memandang usia, Rum. Terkadang, usia bisa membawa karakter seseorang, bahkan bisa mengubahnya. Tergantung kondisi dan situasinya saja."Harum mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali meminum kopi miliknya sembari menatap langit malam yang gelap tak berbintang."Saya bisa mengikuti usiamu, Rum. Kamu pasti berpikir saya tidak bisa menyesuaikan diri dengan kamu yang masih muda, kan?""Tapi, sejujurnya aku punya pacar, Kak," jawab Harum hingga membuat Dewa langsung mengernyitkan keningnya."Saya sudah menduganya. Gadis muda sepertimu tidak mungkin single.""Memangnya kamu nggak punya pacar, Kak?" tanya Harum yang sedikit mendekatkan wajahnya ke arah tubuh Dewa hingga membuat jarak diantara keduanya menjadi lebih dekat dari sebelumnya."Saya sudah 3 tahun menjadi pria yang single," tutur Dewa pelan sambil tersenyum, seraya mendekatkan wajahnya ke arah wajah Harum.Harum yang melihat wajah Dewa begitu dekat sekali dengan wajahnya, menjadi gugup. Bayangan wajahnya terlihat jelas di balik kacamata Dewa yang sedikit tebal itu. Hidungnya yang mancung, bulu matanya yang lentik, bola matanya yang sipit, wajahnya yang putih bersih hingga lesung pipinya yang terlihat ketika ia tersenyum, membuat jantung Harum mulai merasa tidak aman.Jantungnya mendadak berdegup kencang, hingga dengan spontan ia memegangi dadanya dan menjauh sedikit dari arah wajah Dewa yang telah membuatnya gugup."Kamu kan ganteng, Kak. Kenapa jomblonya lama banget?" ujar Harum terbata-bata karena saking gugupnya."Ganteng tak menjamin kamu punya pasangan, Rum.""Terus, kakak tetep mau melanjutkan pernikahan ini dan menikah dengan anak kecil sepertiku?" tanya Harum kembali."Setelah menikah dengan saya, kamu bukan anak kecil lagi, Rum. "Harum kembali terdiam. Berbicara dengan pria pintar seperti Dewa memang selalu ada saja jawabannya. Tapi, jawabannya itu memang relevan. Dan, tak dapat dipungkiri lagi, ketampanan Dewa memang membuat Harum sedikit goyah. Apalagi, tiba-tiba saja Dewa mengeluarkan sesuatu dari balik celananya.Sebuah kotak kecil berwarna navy muncul di hadapan Harum. Kotak itu Dewa berikan kepada Harum dan ia meminta Harum untuk membukanya."Buat aku?" tanya Harum untuk memastikan.Dewa mengangguk. Karena kotak itu sudah diserahkan kepadanya, dengan perlahan Harum membukanya. Begitu kotak kecil itu terbuka, Harum begitu terkejut setelah mendapati sebuah cincin berbentuk bunga mawar, berada di dalam kotak kecil itu."Ini serius buat aku?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat."Iya, itu buat kamu. Saya tak sembarangan memberikan sebuah cincin untuk seorang wanita, loh.""Tapi, Kak. Aku . . .""Ini sebagai bukti keseriusan saya untuk mempersunting kamu, Rum," potong Dewa cepat."Padahal, kita baru pertama kali ketemu loh, Kak.""Kita pernah ketemu ko waktu kamu masih kecil.""Tapi, aku kan nggak inget sama sekali dengan pertemuan itu. Padahal, aku juga udah bilang sama kakak kalau aku punya pacar. Aku pikir, kakak bakalan mundur, ternyata kakak malah memberikan aku cincin."Dewa kembali tersenyum. Ia melipat kedua tangannya dan menatap wajah Harum yang sedang memandangi cincin pemberian darinya."Emangnya, pacar kamu sudah pernah ngasih kamu cincin?" tanya Dewa hingga membuat Harum dengan cepat menggelengkan kepalanya, "kalau begitu, dia kalah start sama saya. Jalur dalam selalu menjadi pemenangnya," katanya setengah berbisik hingga membuat Harum terkejut begitu mendengarnya."Jujur deh, kakak suka ya sama aku?" tanya Harum tiba-tiba hingga membuat Dewa yang sedang meminum minuman miliknya, tersedak begitu mendengar pertanyaannya Harum barusan, "kak Dewa suka kan sama aku?""Jauh sebelum kamu tahu," jawab Dewa hingga membuat Harum mengernyitkan keningnya bingung.Harum termangu di tempat duduknya sembari memandangi sebuah cincin berbentuk bunga mawar pemberian dari Dewa. Harum berpikir cukup lama di kamarnya. Apakah ia melupakan sebuah kenangan di masa lalu saat bersama Dewa? Kenapa dia tidak mengingat sama sekali kenangan masa kecilnya?Apalagi, Harum masih ingat dengan jelas saat Dewa memberikan cincin ini kepadanya, Dewa mengatakan kalau ia sudah menyukai Harum sejak dulu dan mungkin ia tak menyadarinya.Kenangan apa yang sudah gue lupakan? Batin Harum sambil memandangi cincin pemberian Dewa.Dewa terlihat sedang mengendarai mobil Audi merah miliknya. Sambil mendengarkan sebuah lagu bergenre jazz di mobilnya, Dewa terlihat sedang menelepon seseorang"Saya hari ini sedikit telat, jadwal meeting di undur sore saja. Saya ada perlu di luar. Ada urusan mendadak," katanya yang tengah menghubungi sekertarisnya.Setelah memberi kabar sekertarisnya, ia langsung menutup teleponnya dan kembali fokus menyetir. Begitu sampai di tempat tujuannya, ia lang
"Saya mungkin tidak bisa membahagiakan kamu. Masih belum bisa menjadi calon suami yang baik mungkin untuk kamu. Bahkan, saya tidak bisa memberikan kenangan manis untukmu atau bisa saja di masa depan saya akan mengecewakan kamu dan membuat kamu menangis. Tapi, yang saya janjikan saat ini hanyalah keseriusan saya untuk menikahi kamu. Kamu bisa lihat dari sikap perilaku saya terhadap kamu. Saya akan berusaha menjadi versi Dewa yang terbaik di depan calon istri saya," katanya tampak serius hingga membuat kedua bola mata Harum berkaca-kaca mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Dewa.Harum tersenyum lebar. Ia memandangi wajah pria yang terpaut 12 tahun darinya itu dengan pikiran yang tenang, mata yang teduh dan hati yang meluap-luap karena saking bahagianya ia bisa mendengar sebuah kalimat manis dari seorang pria hingga membuatnya tersentuh.Belum pernah ia mendengar kalimat manis itu terucap dari siapa pun termasuk kekasihnya ; Haris. Haris memang bukan tipikal pria yang romantis dan
"Jadi, apa keputusanmu"? tanya Haris sambil memandangi wajah Harum dengan ekspresi wajah yang cukup khawatir, kedua bola mata yang terlihat sedih, sendu juga gugup."Har, aku . . .""Kamu mau kita putus seperti ini?" tanya Haris memotong pembicaraan hingga membuat Harum yang mendengar kata putus meluncur dari mulut Haris begitu terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Kamu mau kita putus, Har?" tanya Harum dengan mata berkaca-kaca."Kamu tidak bisa menolak perjodohan ini bukan? Kamu juga tidak mau memperjuangkan hubungan kita kan, Rum? Jadi, salah satu caranya mungkin kita ya harus putus.""Semudah itu kamu bilang kata putus setelah 3 tahun kita mengukir kenangan manis kita bersama?" Harum menitikkan air matanya hingga membuat Dewa yang melihat air mata Harum membasahi kelopak matanya merasa bersalah karena sudah membuat mereka bertengkar."Lalu, aku harus bagaimana? Kamu juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena rasa sayang kamu terhadap orang tua kamu bukan
"Kita pernah bertemu saat kamu masih SMA. Di kota Bandung, tepatnya saat kamu berlibur dengan keluargamu di sebuah villa. Saat itu kita bertemu dan saat itulah pertama kalinya saya jatuh cinta kepada seorang gadis berusia 16 tahun dan berharap suatu hari nanti kita bisa bersama dan di sandingkan di atas pelaminan.""Serius, Kak?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengarDewa menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Masa iya saya bohong soal perasaan saya sendiri?"Harum tersenyum tipis. Kedua bola matanya kembali menitikkan air mata hingga membuat Dewa dengan cepat menghapus air matanya agar tidak terus menetes ke luar."Patah hati wajar. Itu pasti terjadi dalam suatu hubungan agar kamu belajar dari pengalaman untuk lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan asmaramu, Rum. Jadi, jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.""Maaf ya, Kak," katanya terlihat menyesal."Maaf untuk apa?" Dewa kembali bingung."Maaf, karena kakak jadi melihat kej
Semenjak perjodohannya dengan Dewa dan perpisahannya dengan Haris, Harum terlihat termenung dan menyendiri di halaman belakang rumahnya sembari menatap langit malam yang tak berbintang. Sambil mengenang kembali kenangan manisnya dengan Haris, Harum memandangi sebuah aquarium kecil berisi 2 kura-kura yang masih kecil, pemberian dari Haris saat ulang tahunnya tahun lalu."Kenapa, Sayang? Ko, ngelamun?" Sang ibu yang baru saja pulang bekerja langsung menghampiri anaknya dan duduk di sampingnya begitu melihatnya."Mih, apa keputusan Harum sudah tepat untuk memilih berpisah dengan Haris dan menerima perjodohan ini?" Harum menatap wajah ibunya dengan tatapan sendunya."Kamu kecewa dengan perjodohan ini, Nak?"Harum menghela napas pendek dan kembali memandangi kura-kura miliknya dengan mata penuh kerinduan kepada sang pemilik asli kura-kura tersebut."Harum putus sama Haris hari ini, Mih. Bahkan, perpisahan ini disaksikan sendiri oleh kak Dewa.""Dewa? Kalian bertemu hari ini?"Harum mengan
Setelah mendengar cerita tentang Dewa yang sudah menyukainya sejak dulu dari ibunya, Harum terlihat sedang duduk di tempat tidurnya seraya memandangi foto profile whatssapp Dewa beberapa saat.Mungkin, ia sedikit lupa kenangan manis tentang dirinya dengan Dewa dulu, tapi Harum tidak pernah lupa dengan sebuah kenangan tentang dirinya yang tiba-tiba saja melamar Dewa saat ia masih kecil dulu."Ternyata, pria itu adalah kamu, Kak. Maaf, kalau aku lupa. Soalnya, muka kak Dewa dulu sama sekarang itu beda banget. Dulu kan, kamu nggak pake kacamata, terus badannya juga kurus banget nggak kaya sekarang yang udah bagus pake banget. Hmm, jadi, apa gue harus menerima lamaran ini dan menikah dengannya?" gumamnya pelan dan terlihat men zoom beberapa kali foto profile whatssapp Dewa.Karena terlalu sibuk memandangi foto Dewa, Harum sampai terkejut begitu handphonenya bergetar karena tiba-tiba saja Dewa meneleponnya. Karena merasa gugup dan menjdi salah tingkah, Harum langsung mengangkat telepon dar
Harum memandangi 2 buah cincin pemberian dari Dewa di atas meja belajar yang berada di dalam kamarnya. Cincin yang sangat berarti dan memiliki makna tersebut merupakan cincin pemberian dari Dewa dalam jangka waktu yang tak lama, bahkan hanya terpaut beberapa hari saja.Cincin pertama yang berbentuk bunga mawar itu adalah pemberian dari Dewa untuk pertama kalinya. Cincin itu diberikannya sebagai tanda ketulusan dan keseriusannya untuk menjalin hubungan perjodohan ini. Untuk cincin kedua, dengan mutiara putih yang berkilauan diberikan oleh Dewa sebagai cincin yang menandakan bahwasanya Dewa secara resmi melamar Harum sebagai tanda pengikat hubungan mereka untuk ke tahap selanjutnya yaitu sebuah pernikahan.Harum tersenyum tipis memandangi dua buah cincin itu yang sengaja ia pakai dua-duanya sekaligus. Cincin berbentuk mawar merah di jari tengah dan cincin mutiara putih itu di jari manisnya."Semoga, aku tidak salah mengambil langkah. Aku akan menjaga baik-baik kedua cincin ini," katany
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun, Dewa masih terlihat di kantornya dan masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Karena terlalu lelah berada di depan komputer berjam-jam lamanya, Dewa membuka kacamatanya seraya memijat-mijat leher dan keningnya yang terasa pegal dan juga penat.Begitu melihat handphonenya yang ia anggurkan berjam-jam karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, ia begitu terkejut karena ada pesan whatssapp masuk dari Harum jam 7 malam tadi. Kak, sibuk nggak? Bisa ketemu nggak malam ini? Aku lagi butuh teman mengobrol.Begitu membaca pesan tersebut, Dewa langsung meneleponnya dengan terburu-buru karena merasa bersalah karena tidak membalas pesannya secepat mungkin."Hallo, Harum? Maaf, saya telat balas pesan kamu. Saya hari ini sibuk banget dengan kerjaan di kantor, makanya nggak megang handphone dari tadi. Maaf, yah?" katanya terdengar menyesal dan merasa bersalah."Iya, nggak apa-apa ko, Kak," katanya terdengar serak dengan suara paraunya."Rum, kamu baik-bai
Malam hari itu, cahaya senja memancar memasuki jendela rumah Harum dan Dewa. Ruangan itu dihiasi dengan bunga segar yang menyebar wangi dengab lembut. Setelah kejadian di kantor tadi siang, Dewa dengan senyum lembut di wajahnya, menciptakan suasana makan malam yang indah dan romantis di tengah-tengah rumah mereka. Meja makan mereka terhias dengan kain putih yang elegan, piring-piring cantik, dan lilin-lilin kecil yang menyala dengan lembut. Malam hari ini Dewa sengaja menciptakan makan malam romantis, sebagai tanda permintaan maafnya dan kesungguhannya atas rasa cintanya kepada istrinya itu."Harum, aku ingin membuat malam ini istimewa. Aku ingin kita merayakan hari ini bersama, baik sebagai pasangan maupun sebagai rekan bisnis yang sukses. Ayo duduk, makan malam kita sudah siap."Harum terkesima dengan keindahan yang dibuat suaminya, dengan hati yg berdebar-debar ia duduk dengan lembut di kursi yang telah disiapkan sang suami. Dewa yang begitu perhatian dan romantis, membuat hati Ha
"Hay, Martin. Sudah lama yah kita tak berjumpa!" katanya menyapa ramah, dengan sorotan matanya yang terlihat bersahabat, dan merindukan sosok pria bernama Martin itu."Jesika? Sedang apa kau ada di sini?" Martin membelalak.Kedua bola matanya membulat tajam dengan sempurna. Ia terlalu terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai, dengan rambut bergelombang kecoklatan itu, tiba-tiba saja membuka pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Dewa.Perempuan cantik bernama Jesika itu melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Martin, bersama dengan Gladis yang berada dibelakangnya."Dia jadi brand ambassador new brand fashion milik perusahaan Dewa bersamaku. Bagaimana kabarmu, Martin?" tanya Gladis sambil mengulurkan tangannya.Martin tersenyum dan membalas uluran tangan Gladis. "Aku baik, bagaimana kabarmu?""Nice. Kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanyanya kembali dan sedikit melirik ke arah Dewa yang sejak tadi hanya diam saja dan tampak kaku."2 hari yang lalu," tutur Martin menjawab
Hari itu, Harum membantu Dewa seharian penuh di perusahaannya. Dengan kemampuan yang ia miliki dan mengerti sangat jelas tentang dunia fashion dan desain, ia berada di ruang rapat bersama tim riset dan tim desain perusahaan Dewa. Mereka semua tampak sibuk mempersiapkan acara peluncuran brand baru fashion yang akan menjadi tonggak bersejarah bagi perusahaan Lumiere Mode."Wah, koleksi ini sudah sangat bagus, tapi saya punya ide untuk sedikit mengubah dan memperbaharui desainnya," ujar Harum sambil melihat-lihat desain fashion milik perusahaan suaminya."Tentu, Ibu Harum. Kami sangat terbuka dengan saran dan ide Anda. Bagaimana Anda ingin merubahnya?" tanya salah satu tim desain."Pertama, saya pikir kita bisa menambahkan sedikit sentuhan warna yang lebih cerah. Mungkin dengan menambahkan aksen warna cerah seperti kuning, merah, atau biru pada beberapa busana, ini akan membuat koleksi kita lebih menarik dan mencuri perhatian," katanya memberi saran."Itu ide yang bagus. Warna cerah bisa
"Ini tidak mungkin terjadi! Bagaimana bisa Startlight menciptakan brand yang sangat mirip dengan brand baru kita? Ini bisa mengacaukan peluncuran kita nanti!" seru Dewa dengan ekspresi terkejut dan rasa cemas begitu ia sampai di ruang meeting, ketika pagi tadi dihubungi oleh sekertarisnya, untuk segera datang ke kantor."Kami juga sangat terkejut dengan situasinya. Kami sedang menyelidikinya untuk melihat, apakah ada pelanggaran hak cipta yang terjadi. Namun, sepertinya mereka telah menemukan celah dalam sistem perlindungan kita, Pak," tutur Ria menjelaskan.Dewa menggenggam tangannya dengan ketat, ekspresi wajahnya terlihat kecewa dan amarahnya sangat terlihat diwajahnya."Ini benar-benar tidak masuk akal. Peluncuran brand baru kita adalah langkah besar bagi perusahaan kita.""Kami sepenuhnya memahami, Pak. Kami sudah memeriksa legalitas desain dan nama merk kita, dan kami meyakini bahwa kita memiliki hak yang sah atas brand ini. Namun, kita harus mencari tahu langkah apa yang harus d
Pagi yang cerah menyambut Harum dan Dewa, sepasang pengantin muda yang baru saja bangun tidur. Matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar mereka yang dipenuhi dengan cahaya hangat. Harum membuka matanya perlahan dan tersenyum melihat Dewa yang masih terlelap di sampingnya.Ah, pagi yang indah," tutur Harum pelan begitu membuka mata dari mimpi indahnya, serta menggaruk-garuk ke dua matanya sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi, Sayangku. Sudah siap menyambut hari yang penuh kebahagiaan?" ucap Dewa lembut sambil memandangi wajah istrinya yang berbaring disampingnya, kemudian memeluk istrinya dengan mesra.Harum tersipu malu begitu suaminya memeluknya dengan mesra. Rasanya sangat aneh, seperti mimpi ia telah resmi menjadi istri sah dari seorang CEO muda dan tampan seperti Dewa. "Pagi, Sayangku. Aku selalu siap menghadapi hari yang cerah seperti ini," sahutnya sambil membalas pelukan suaminya, kemudian bermanja-manja dalam pelukan suaminya itu."Oya, bgaimana kalau kita memulai hari
"Martin? Sedang apa kau di sini?" Pria berbadan tinggi tegap itu datang menghampiri Dewa. Begitu jarak ke duanya cukup dekat, ia tiba-tiba saja mengulurkan tangannya seraya tersenyum lebar."How are you, Dewa?""Fine. Long time no see, Martin!" serunya sembari membalas uluran tangan pria bernama Martin itu kemudian memeluknya dengan erat, "jadi, kapan lo balik ke Indonesia?" tanyanya begitu mereka berdua berada di ruangan kerja Dewa."Hm, yesterday the day after. How?" tanya Martin yang membuat Dewa bingung."Bagaimana apanya?" Dewa mengernyitkan keningnya bingung."Life after marriage?"Dewa tertawa lebar. Ia melipat ke dua tangannya kemudian menatap Martin, sepupunya yang sudah lama tinggal di New York dan baru saja kembali lagi ke Indonesia."Kenapa lo tertawa? Apa pernikahanmu tidak menyenangkan?" tanya Martin dengan mata menyelidik."It's fun. It's amazing and just what i imagined all along. Menyusullah kalau sudah ada pasangan," tutur Dewa menggoda sepupunya.Martin hanya terta
"Iya, aku sepertinya akan segera menikah."Entah kenapa, perasaan Harum mendengar pernyataan Haris yang sepertinya akan menikah dalam waktu dekat, rasanya terdengar sangat aneh. Bagaimanapun, Haris dan dirinya pernah sama-sama saling mencintai dan menghabiskan waktu beberapa tahun, sebelum Dewa datang dan menjadi calon suaminya secara mendadak."Jadi, kamu beneran bakalan menikah, Har?" tanya Harum kembali memastikan.Haris menganggukkan kepalanya dan kembali menatap wajah mantan kekasihnya itu lirih. "Apa kau mengizinkanku untuk menikah?"Harum terdiam membisu. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu perpustakaan kampus. Haris menoleh dan menatap wajah Harum dengan mata berkaca-kaca."Kau mengizinkanku untuk menikah kan, Rum?" tanya Haris kembali.Harum menitikkan air matanya. Dengan cepat, ia menyeka air matanya kemudian kembali memberanikan dirinya untuk menatap wajah Haris."Tentu aku akan mengizinkanmu menikah. Aku ingin kamu bahagia dan menemukan kebahagianmu, Har.""Ben
"Semangat revisiannya, yah. Nanti, kamu pulang sendiri nggak apa-apa, kan?" tanya Dewa saat mereka sudah tiba di depan kampus Harum."Iya, nggak apa-apa. Aku bisa pakai taksi online. Lagian, hari ini aku cuma mau revisi skripsi aja, sambil mengisi kekosongan waktu sebelum minggu depan aku wisuda.""Istriku hebat. Sebentar lagi wisuda dan punya gela Sarjana," tutur Dewa pelan sambil membelai rambut Harum dengan lembut dan menatapnya dengan penuh cinta, "lain kali, kamu ke kampus pakai mobil aja. Biar nggak pakai taksi online terus kalau aku nggak bisa jemput. Kamu kan bisa nyetir, kenapa gak mau bawa mobil ke kampus?"Harum melepas sealbelt yang menempel di tubuhnya. Kemudian, ia memegang ke dua pipi suaminya itu dan menatapnya dengan tatapan mata penuh rasa sayang."Kakak tahu kan cerita ketika aku kecelakaan 2 tahun lalu karena aku nyetir sendiri?"Dewa menganggukkan kepalanya. Ia teringat perkataan istrinya beberapa bulan lalu sebelum mereka menikah. Harum pernah mengatakan, ia pern
"Gladis??" seru Dewa tampak terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai dan bertubuh langsing bagaikan seorang model, "sedang apa kau di sini?"Perempuan bernama Gladis itu tersenyum lebar. Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan mendekati Dewa kemudian memeluknya, hingga membuat Ria tampak terkejut dan langsung memalingkan wajahnya."I miss you so much, Dewa," katanya berbisik, kemudian mencium pipi Dewa hingga membuat lipstik merahnya menempel di pipi Dewa."Maafkan saya, Pak. Perempuan ini memaksa masuk ke dalam. Padahal, saya sudah melarangnya," tutur seorang perempuan bernama Siska yang merupakan seorang resepsionist di perusahaan tempat Dewa bekerja.Dewa yang terkejut langsung melepaskan pelukan perempuan bernama Gladis itu dari tubuhnya dengan cepat. "Untuk apa kau datang ke perusahaanku? Apa kau tidak malu dengan sikapmu yang seperti itu?"Setelah diminta Dewa untuk pergi dengan diberikannya sebuah kode dari matanya kepada sekertarisnya, Ria pun langsung berp