"Saya mungkin tidak bisa membahagiakan kamu. Masih belum bisa menjadi calon suami yang baik mungkin untuk kamu. Bahkan, saya tidak bisa memberikan kenangan manis untukmu atau bisa saja di masa depan saya akan mengecewakan kamu dan membuat kamu menangis. Tapi, yang saya janjikan saat ini hanyalah keseriusan saya untuk menikahi kamu. Kamu bisa lihat dari sikap perilaku saya terhadap kamu. Saya akan berusaha menjadi versi Dewa yang terbaik di depan calon istri saya," katanya tampak serius hingga membuat kedua bola mata Harum berkaca-kaca mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Dewa.
Harum tersenyum lebar. Ia memandangi wajah pria yang terpaut 12 tahun darinya itu dengan pikiran yang tenang, mata yang teduh dan hati yang meluap-luap karena saking bahagianya ia bisa mendengar sebuah kalimat manis dari seorang pria hingga membuatnya tersentuh.Belum pernah ia mendengar kalimat manis itu terucap dari siapa pun termasuk kekasihnya ; Haris. Haris memang bukan tipikal pria yang romantis dan bermulut manis. Tapi, Haris adalah sosok pria keren yang baik hati dan menjunjung tinggi sopan-santun.Selama 3 tahun berpacaran dengannya, Harum selalu merasa nyaman di dekatnya walau terkadang ada beberapa sifat yang ia tidak sukai dari sosok kekasihnya itu.Harum kembali menatap wajah Dewa yang tengah memandanginya. "Terimakasih untuk tidak banyak berjanji kepadaku, Kak. Karena bagaimana pun, aku memang tidak suka dengan sifat pria yang banyak janjinya."Dewa tertawa kecil. Ia memegang kepala gadis yang berada di hadapannya itu dengan lembut dan menatap kedua bola matanya dengan tatapan mata yang menyejukkan hingga membuat Harum merasa tenang dan nyaman saat memandangi Dewa meski kedua bola matanya tertutupi kacamata tebalnya."Mau sampai kapan lihatin saya terus? Kamu nggak akan kuliah?" katanya mengejek hingga membuat Harum tersadar kalau sejak tadi ia belum pergi juga."Oh iya, aku lupa," katanya cengengesan kemudian membuka pintu mobil seraya merapihkan kembali rambutnya di kaca spion."Udah cantik, ko," tutur Dewa pelan kembali hingga membuat Harum tersipu malu mendengarnya."Apaan sih, Kak. Ngejek aku terus, deh.""Saya muji kamu, loh. Nggak ada maksud buat ngejek.""Iya. Terimakasih atas pujiannya.""Harum!" panggil seseorang hingga membuat Harum yang namanya di panggil langsung menoleh ke belakang dan membuat Dewa juga menoleh ke arah seorang pria tinggi yang tengah memanggil nama calon istrinya itu."Haris??" seru Harum yang terkejut begitu melihat sosok Haris berada di belakangnya yang tengah memandanginya dengan tatapan mata yang tajam dan sangat menusuk. "Sejak kapan kamu di situ? Dari tadi?" tanya Harum gugup."Dia siapa, Rum? Kamu di antar sama dia?" selidik Haris dengan mata tak bersahabat."Iya, Harum saya yang antar. Kenapa? Ada masalah?" tanya Dewa yang langsung ke luar dari mobilnya hingga membuat suasana menjadi canggung dan tak menyenangkan lagi.Melihat Haris dan Dewa saling beradu pandang dengan tak bersahabat, membuat Harum begitu gugup. Ia takut hal yang tak dia inginkan akan terjadi di sini sebelum ia menjelaskan semuanya secara mendetail kepada kekasihnya."Siapa lo?" tanya Haris sinis."Har, tenang dulu. Biar nanti aku jelasin semuanya sama kamu.""Saya Dewa, pria yang dijodohkan orang tuanya Harum yang secara tidak langsung adalah calon suaminya. Anda siapa? Apa anda pacarnya Harum?" tanya Dewa hingga membuat suasana terlihat semakin memanas."Rum, bisa kamu jelasin sama aku. Apa yang di katakan pria ini bener?"Harum memejamkan matanya sejenak dan menutupi wajahnya dengan tangannya karena hari ini, ia pasti akan mengalami hal yang akan menyulitkannya."Rum, bener nggak apa yang di katakan pria ini?" tanya Haris kembali untuk memastikan dan nada penekanan.Dengan sangat terpaksa, Harum menganggukkan kepalanya pelan dan menunduk dengan pasrah."Kenapa kamu nggak pernah bilang apa pun tentang masalah ini sama aku?" tanya Haris dengan nada yang terdengar kesal dan ekspresi wajah yang terlihat kecewa."Sorry, Har. Aku bukannya nggak mau cerita sama kamu, kejadiannya mendadak. Orang tuaku baru cerita kemarin. Aku juga baru ketemu kak Dewa kemarin. Beneran, deh. Aku nggak bohong sama kamu.""Terus, kamu mau nikah sama pria ini?" tanya Haris kembali yang sudah mulai terlihat emosi.Harum terdiam beberap saat dan menatap wajah kekasihnya itu dengan tatapan sendu, mulut bergetar dan bola mata yang memerah."Maaf, tapi ini keinginan orang tuaku. Aku nggak bisa menolak," jawabnya sambil menundukkan kepala."Tapi, kan, kamu masih kuliah dan belum bekerja. Kamu mau nikah muda? Terus, aku gimana? Kamu nggak mau memperjuangkan hubungan kita?" tanya Haris kembali dengan kedua bola matanya yang ikut memerah juga.Haris dan Harum saling beradu pandang dengan sangat lama. Melihat sepasang kekasih ini terlihat dalam situasi yang tegang dan merasa kehadiran Dewa di sini seperti pengganggu, Dewa pun memutuskan untuk pergi dan meninggalkan mereka berdua agar mereka bisa berbicara dengan leluasa tanpa ada yang mengganggu."Saya pergi dulu, Rum. Kalian bicarakan saja dulu masalah ini pelan-pelan berdua. Saya tidak akan mengganggu lagi," katanya pelan kemudian pergi."Tunggu, elo jangan pergi!" sergah Haris yang mencegah Dewa untuk tidak pergi hingga membuat langkah Dewa pun terhenti dan terdiam di tempatnya. "Elo jangan pergi, karena gue juga butuh lo di sini untuk jelasin masalah ini dari sudut pandang lo.""Kamu mau saya menjelaskan apa? Kamu sudah dengar semuanya dari Harum, kan?""Elo tetap mau menikahi Harum?" tanya Haris tampak serius."Iya," jawab Dewa singkat dan begitu lugas.Degghh, jantung Haris berdegup kencang begitu mendengar jawaban Dewa barusan."Emangnya lo suka sama cewe gue? Elo tahu sendiri kan dia punya pacar dan kami saling mencintai. Hubungan kami pun sudah berlangsung selama 3 tahun lamanya," katanya yang berjalan selangkah lebih maju dan lebih dekat dengan Dewa hingga jarak keduanya begitu dekat sekali."Saya tahu. Saya juga sangat menghargai hubungan kalian berdua," jawab Dewa terlihat santai."Lantas?" tanya Haris kembali masih tak mengerti."Saya akan mengatakannya sekali dan kamu dengarkan perkataan saya baik-baik," tegasnya seraya menatap wajah Haris yang berdiri di hadapannya dan menatapnya seperti tatapan mata seorang musuh."Saya menyukai Harum sebelum Harum bertemu dengan kamu, bahkan saya menyetujui perjodohan ini pun karena saya sudah lama menyukai kekasihmu. Saya tidak akan merebut Harum dengan cara yang salah, semua keputusan ada padanya. Apa pun keputusannya saya akan menghargainya. Karena bagaimana pun, walau saya di jodohkan dengannya oleh keluarga kami berdua, tapi saya tidak ingin menikah dengan Harum kalau dia menolak saya. Karena saya juga tidak ingin menikah dengan seseorang yang menolak saya dengan keras. Sudah jelas kan jawaban dari sudut pandang saya? Apa kamu sudah puas mendengarnya?" katanya panjang lebar.Begitu mendengar jawaban Dewa, entah kenapa untuk kesekian kalinya Harum merasa tersentuh dengan semua perkataannya Dewa. Rasa suka Dewa terhadapnya juga terlihat begitu tulus, walau datang di waktu yang tidak tepat."Jadi, apa keputusanmu"? tanya Haris sambil memandangi wajah Harum dengan ekspresi wajah yang cukup khawatir, kedua bola mata yang terlihat sedih, sendu juga gugup."Har, aku . . .""Kamu mau kita putus seperti ini?" tanya Haris memotong pembicaraan hingga membuat Harum yang mendengar kata putus meluncur dari mulut Haris begitu terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Kamu mau kita putus, Har?" tanya Harum dengan mata berkaca-kaca."Kamu tidak bisa menolak perjodohan ini bukan? Kamu juga tidak mau memperjuangkan hubungan kita kan, Rum? Jadi, salah satu caranya mungkin kita ya harus putus.""Semudah itu kamu bilang kata putus setelah 3 tahun kita mengukir kenangan manis kita bersama?" Harum menitikkan air matanya hingga membuat Dewa yang melihat air mata Harum membasahi kelopak matanya merasa bersalah karena sudah membuat mereka bertengkar."Lalu, aku harus bagaimana? Kamu juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena rasa sayang kamu terhadap orang tua kamu bukan
"Kita pernah bertemu saat kamu masih SMA. Di kota Bandung, tepatnya saat kamu berlibur dengan keluargamu di sebuah villa. Saat itu kita bertemu dan saat itulah pertama kalinya saya jatuh cinta kepada seorang gadis berusia 16 tahun dan berharap suatu hari nanti kita bisa bersama dan di sandingkan di atas pelaminan.""Serius, Kak?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengarDewa menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Masa iya saya bohong soal perasaan saya sendiri?"Harum tersenyum tipis. Kedua bola matanya kembali menitikkan air mata hingga membuat Dewa dengan cepat menghapus air matanya agar tidak terus menetes ke luar."Patah hati wajar. Itu pasti terjadi dalam suatu hubungan agar kamu belajar dari pengalaman untuk lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan asmaramu, Rum. Jadi, jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.""Maaf ya, Kak," katanya terlihat menyesal."Maaf untuk apa?" Dewa kembali bingung."Maaf, karena kakak jadi melihat kej
Semenjak perjodohannya dengan Dewa dan perpisahannya dengan Haris, Harum terlihat termenung dan menyendiri di halaman belakang rumahnya sembari menatap langit malam yang tak berbintang. Sambil mengenang kembali kenangan manisnya dengan Haris, Harum memandangi sebuah aquarium kecil berisi 2 kura-kura yang masih kecil, pemberian dari Haris saat ulang tahunnya tahun lalu."Kenapa, Sayang? Ko, ngelamun?" Sang ibu yang baru saja pulang bekerja langsung menghampiri anaknya dan duduk di sampingnya begitu melihatnya."Mih, apa keputusan Harum sudah tepat untuk memilih berpisah dengan Haris dan menerima perjodohan ini?" Harum menatap wajah ibunya dengan tatapan sendunya."Kamu kecewa dengan perjodohan ini, Nak?"Harum menghela napas pendek dan kembali memandangi kura-kura miliknya dengan mata penuh kerinduan kepada sang pemilik asli kura-kura tersebut."Harum putus sama Haris hari ini, Mih. Bahkan, perpisahan ini disaksikan sendiri oleh kak Dewa.""Dewa? Kalian bertemu hari ini?"Harum mengan
Setelah mendengar cerita tentang Dewa yang sudah menyukainya sejak dulu dari ibunya, Harum terlihat sedang duduk di tempat tidurnya seraya memandangi foto profile whatssapp Dewa beberapa saat.Mungkin, ia sedikit lupa kenangan manis tentang dirinya dengan Dewa dulu, tapi Harum tidak pernah lupa dengan sebuah kenangan tentang dirinya yang tiba-tiba saja melamar Dewa saat ia masih kecil dulu."Ternyata, pria itu adalah kamu, Kak. Maaf, kalau aku lupa. Soalnya, muka kak Dewa dulu sama sekarang itu beda banget. Dulu kan, kamu nggak pake kacamata, terus badannya juga kurus banget nggak kaya sekarang yang udah bagus pake banget. Hmm, jadi, apa gue harus menerima lamaran ini dan menikah dengannya?" gumamnya pelan dan terlihat men zoom beberapa kali foto profile whatssapp Dewa.Karena terlalu sibuk memandangi foto Dewa, Harum sampai terkejut begitu handphonenya bergetar karena tiba-tiba saja Dewa meneleponnya. Karena merasa gugup dan menjdi salah tingkah, Harum langsung mengangkat telepon dar
Harum memandangi 2 buah cincin pemberian dari Dewa di atas meja belajar yang berada di dalam kamarnya. Cincin yang sangat berarti dan memiliki makna tersebut merupakan cincin pemberian dari Dewa dalam jangka waktu yang tak lama, bahkan hanya terpaut beberapa hari saja.Cincin pertama yang berbentuk bunga mawar itu adalah pemberian dari Dewa untuk pertama kalinya. Cincin itu diberikannya sebagai tanda ketulusan dan keseriusannya untuk menjalin hubungan perjodohan ini. Untuk cincin kedua, dengan mutiara putih yang berkilauan diberikan oleh Dewa sebagai cincin yang menandakan bahwasanya Dewa secara resmi melamar Harum sebagai tanda pengikat hubungan mereka untuk ke tahap selanjutnya yaitu sebuah pernikahan.Harum tersenyum tipis memandangi dua buah cincin itu yang sengaja ia pakai dua-duanya sekaligus. Cincin berbentuk mawar merah di jari tengah dan cincin mutiara putih itu di jari manisnya."Semoga, aku tidak salah mengambil langkah. Aku akan menjaga baik-baik kedua cincin ini," katany
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun, Dewa masih terlihat di kantornya dan masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Karena terlalu lelah berada di depan komputer berjam-jam lamanya, Dewa membuka kacamatanya seraya memijat-mijat leher dan keningnya yang terasa pegal dan juga penat.Begitu melihat handphonenya yang ia anggurkan berjam-jam karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, ia begitu terkejut karena ada pesan whatssapp masuk dari Harum jam 7 malam tadi. Kak, sibuk nggak? Bisa ketemu nggak malam ini? Aku lagi butuh teman mengobrol.Begitu membaca pesan tersebut, Dewa langsung meneleponnya dengan terburu-buru karena merasa bersalah karena tidak membalas pesannya secepat mungkin."Hallo, Harum? Maaf, saya telat balas pesan kamu. Saya hari ini sibuk banget dengan kerjaan di kantor, makanya nggak megang handphone dari tadi. Maaf, yah?" katanya terdengar menyesal dan merasa bersalah."Iya, nggak apa-apa ko, Kak," katanya terdengar serak dengan suara paraunya."Rum, kamu baik-bai
Harum dan Dewa langsung terdiam tak bersuara begitu mereka berada di dalam mobil setelah kejadian di tempat makan tadi. Karena sama-sama malu, Harum dan Dewa saling melirik satu sama lainnya. Bahkan, saat Dewa menoleh ke arahnya, kedua pipi Harum bersemu merah hingga seperti warna tomat yang merah menyala."Kak, jangan lihat aku terus kaya gitu," katanya terdengar malu-malu."Rum, kamu serius tadi?" tanyanya lagi untuk memastikan."Serius apanya?" Harum terlihat bingung."Ngajak saya menikah?" katanya kembali masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Harum saat ia mengajaknya menikah tadi."Aku serius, Kak." Harum terlihat serius."Kamu nggak akan tiba-tiba mengubah atau menarik perkataanmu tadi, kan?"Harum menghela napas pendek. Ia menatap wajah Dewa yang tengah memandanginya. Ia juga memegang kedua pipi Dewa dan menatapnya dalam-dalam."Aku tidak akan menarik lagi perkataanmu tadi, Kak. Aku serius untuk mengajak kamu menikah."Dewa terlihat masih tidak percaya dan menatap kedua
"Gimana skripsimu?" tanya Dewa yang baru saja datang berkunjung ke rumah Harum, kemudian duduk bersama di teras rumah calon istrinya itu."Baru nyari judul sih, Kak. Tapi, selebihnya lumayan lancarlah.""Dosen pembimbingnya gimana? Tidak mempersulit, kan?" tanya Dewa kembali.Harum membulatkan kedua bola matanya dan menatap wajah Dewa dengan tatapan sedih yang sepertinya sudah mengerti dengan ekspresi wajah Harum kalau sudah seperti itu."Killer, yah?" tanya Dewa kembali seraya tertawa kecil.Harum menganggukkan kepalanya pelan, dan kembali memasang ekspresi wajah memelasnya. "Dosenku terkenal pelit nilai dan sangat menyulitkan anak didiknya. Sudah banyak tuh, korban dosen pembimbingku yang seperti itu."Dewa tertawa kecil kembali seraya menyeruput teh manis yang dibuatkan Harum untuknya. "Harusnya, kamu senang mempunyai dosen pembimbing yang tipikal killer seperti itu.""Seneng gimana? Ke depannya aku pasti bakalan dipersulit terus. Nanti, jadwal sidangku pasti ditunda-tunda! Ah, aku
Malam hari itu, cahaya senja memancar memasuki jendela rumah Harum dan Dewa. Ruangan itu dihiasi dengan bunga segar yang menyebar wangi dengab lembut. Setelah kejadian di kantor tadi siang, Dewa dengan senyum lembut di wajahnya, menciptakan suasana makan malam yang indah dan romantis di tengah-tengah rumah mereka. Meja makan mereka terhias dengan kain putih yang elegan, piring-piring cantik, dan lilin-lilin kecil yang menyala dengan lembut. Malam hari ini Dewa sengaja menciptakan makan malam romantis, sebagai tanda permintaan maafnya dan kesungguhannya atas rasa cintanya kepada istrinya itu."Harum, aku ingin membuat malam ini istimewa. Aku ingin kita merayakan hari ini bersama, baik sebagai pasangan maupun sebagai rekan bisnis yang sukses. Ayo duduk, makan malam kita sudah siap."Harum terkesima dengan keindahan yang dibuat suaminya, dengan hati yg berdebar-debar ia duduk dengan lembut di kursi yang telah disiapkan sang suami. Dewa yang begitu perhatian dan romantis, membuat hati Ha
"Hay, Martin. Sudah lama yah kita tak berjumpa!" katanya menyapa ramah, dengan sorotan matanya yang terlihat bersahabat, dan merindukan sosok pria bernama Martin itu."Jesika? Sedang apa kau ada di sini?" Martin membelalak.Kedua bola matanya membulat tajam dengan sempurna. Ia terlalu terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai, dengan rambut bergelombang kecoklatan itu, tiba-tiba saja membuka pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Dewa.Perempuan cantik bernama Jesika itu melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Martin, bersama dengan Gladis yang berada dibelakangnya."Dia jadi brand ambassador new brand fashion milik perusahaan Dewa bersamaku. Bagaimana kabarmu, Martin?" tanya Gladis sambil mengulurkan tangannya.Martin tersenyum dan membalas uluran tangan Gladis. "Aku baik, bagaimana kabarmu?""Nice. Kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanyanya kembali dan sedikit melirik ke arah Dewa yang sejak tadi hanya diam saja dan tampak kaku."2 hari yang lalu," tutur Martin menjawab
Hari itu, Harum membantu Dewa seharian penuh di perusahaannya. Dengan kemampuan yang ia miliki dan mengerti sangat jelas tentang dunia fashion dan desain, ia berada di ruang rapat bersama tim riset dan tim desain perusahaan Dewa. Mereka semua tampak sibuk mempersiapkan acara peluncuran brand baru fashion yang akan menjadi tonggak bersejarah bagi perusahaan Lumiere Mode."Wah, koleksi ini sudah sangat bagus, tapi saya punya ide untuk sedikit mengubah dan memperbaharui desainnya," ujar Harum sambil melihat-lihat desain fashion milik perusahaan suaminya."Tentu, Ibu Harum. Kami sangat terbuka dengan saran dan ide Anda. Bagaimana Anda ingin merubahnya?" tanya salah satu tim desain."Pertama, saya pikir kita bisa menambahkan sedikit sentuhan warna yang lebih cerah. Mungkin dengan menambahkan aksen warna cerah seperti kuning, merah, atau biru pada beberapa busana, ini akan membuat koleksi kita lebih menarik dan mencuri perhatian," katanya memberi saran."Itu ide yang bagus. Warna cerah bisa
"Ini tidak mungkin terjadi! Bagaimana bisa Startlight menciptakan brand yang sangat mirip dengan brand baru kita? Ini bisa mengacaukan peluncuran kita nanti!" seru Dewa dengan ekspresi terkejut dan rasa cemas begitu ia sampai di ruang meeting, ketika pagi tadi dihubungi oleh sekertarisnya, untuk segera datang ke kantor."Kami juga sangat terkejut dengan situasinya. Kami sedang menyelidikinya untuk melihat, apakah ada pelanggaran hak cipta yang terjadi. Namun, sepertinya mereka telah menemukan celah dalam sistem perlindungan kita, Pak," tutur Ria menjelaskan.Dewa menggenggam tangannya dengan ketat, ekspresi wajahnya terlihat kecewa dan amarahnya sangat terlihat diwajahnya."Ini benar-benar tidak masuk akal. Peluncuran brand baru kita adalah langkah besar bagi perusahaan kita.""Kami sepenuhnya memahami, Pak. Kami sudah memeriksa legalitas desain dan nama merk kita, dan kami meyakini bahwa kita memiliki hak yang sah atas brand ini. Namun, kita harus mencari tahu langkah apa yang harus d
Pagi yang cerah menyambut Harum dan Dewa, sepasang pengantin muda yang baru saja bangun tidur. Matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar mereka yang dipenuhi dengan cahaya hangat. Harum membuka matanya perlahan dan tersenyum melihat Dewa yang masih terlelap di sampingnya.Ah, pagi yang indah," tutur Harum pelan begitu membuka mata dari mimpi indahnya, serta menggaruk-garuk ke dua matanya sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi, Sayangku. Sudah siap menyambut hari yang penuh kebahagiaan?" ucap Dewa lembut sambil memandangi wajah istrinya yang berbaring disampingnya, kemudian memeluk istrinya dengan mesra.Harum tersipu malu begitu suaminya memeluknya dengan mesra. Rasanya sangat aneh, seperti mimpi ia telah resmi menjadi istri sah dari seorang CEO muda dan tampan seperti Dewa. "Pagi, Sayangku. Aku selalu siap menghadapi hari yang cerah seperti ini," sahutnya sambil membalas pelukan suaminya, kemudian bermanja-manja dalam pelukan suaminya itu."Oya, bgaimana kalau kita memulai hari
"Martin? Sedang apa kau di sini?" Pria berbadan tinggi tegap itu datang menghampiri Dewa. Begitu jarak ke duanya cukup dekat, ia tiba-tiba saja mengulurkan tangannya seraya tersenyum lebar."How are you, Dewa?""Fine. Long time no see, Martin!" serunya sembari membalas uluran tangan pria bernama Martin itu kemudian memeluknya dengan erat, "jadi, kapan lo balik ke Indonesia?" tanyanya begitu mereka berdua berada di ruangan kerja Dewa."Hm, yesterday the day after. How?" tanya Martin yang membuat Dewa bingung."Bagaimana apanya?" Dewa mengernyitkan keningnya bingung."Life after marriage?"Dewa tertawa lebar. Ia melipat ke dua tangannya kemudian menatap Martin, sepupunya yang sudah lama tinggal di New York dan baru saja kembali lagi ke Indonesia."Kenapa lo tertawa? Apa pernikahanmu tidak menyenangkan?" tanya Martin dengan mata menyelidik."It's fun. It's amazing and just what i imagined all along. Menyusullah kalau sudah ada pasangan," tutur Dewa menggoda sepupunya.Martin hanya terta
"Iya, aku sepertinya akan segera menikah."Entah kenapa, perasaan Harum mendengar pernyataan Haris yang sepertinya akan menikah dalam waktu dekat, rasanya terdengar sangat aneh. Bagaimanapun, Haris dan dirinya pernah sama-sama saling mencintai dan menghabiskan waktu beberapa tahun, sebelum Dewa datang dan menjadi calon suaminya secara mendadak."Jadi, kamu beneran bakalan menikah, Har?" tanya Harum kembali memastikan.Haris menganggukkan kepalanya dan kembali menatap wajah mantan kekasihnya itu lirih. "Apa kau mengizinkanku untuk menikah?"Harum terdiam membisu. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu perpustakaan kampus. Haris menoleh dan menatap wajah Harum dengan mata berkaca-kaca."Kau mengizinkanku untuk menikah kan, Rum?" tanya Haris kembali.Harum menitikkan air matanya. Dengan cepat, ia menyeka air matanya kemudian kembali memberanikan dirinya untuk menatap wajah Haris."Tentu aku akan mengizinkanmu menikah. Aku ingin kamu bahagia dan menemukan kebahagianmu, Har.""Ben
"Semangat revisiannya, yah. Nanti, kamu pulang sendiri nggak apa-apa, kan?" tanya Dewa saat mereka sudah tiba di depan kampus Harum."Iya, nggak apa-apa. Aku bisa pakai taksi online. Lagian, hari ini aku cuma mau revisi skripsi aja, sambil mengisi kekosongan waktu sebelum minggu depan aku wisuda.""Istriku hebat. Sebentar lagi wisuda dan punya gela Sarjana," tutur Dewa pelan sambil membelai rambut Harum dengan lembut dan menatapnya dengan penuh cinta, "lain kali, kamu ke kampus pakai mobil aja. Biar nggak pakai taksi online terus kalau aku nggak bisa jemput. Kamu kan bisa nyetir, kenapa gak mau bawa mobil ke kampus?"Harum melepas sealbelt yang menempel di tubuhnya. Kemudian, ia memegang ke dua pipi suaminya itu dan menatapnya dengan tatapan mata penuh rasa sayang."Kakak tahu kan cerita ketika aku kecelakaan 2 tahun lalu karena aku nyetir sendiri?"Dewa menganggukkan kepalanya. Ia teringat perkataan istrinya beberapa bulan lalu sebelum mereka menikah. Harum pernah mengatakan, ia pern
"Gladis??" seru Dewa tampak terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai dan bertubuh langsing bagaikan seorang model, "sedang apa kau di sini?"Perempuan bernama Gladis itu tersenyum lebar. Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan mendekati Dewa kemudian memeluknya, hingga membuat Ria tampak terkejut dan langsung memalingkan wajahnya."I miss you so much, Dewa," katanya berbisik, kemudian mencium pipi Dewa hingga membuat lipstik merahnya menempel di pipi Dewa."Maafkan saya, Pak. Perempuan ini memaksa masuk ke dalam. Padahal, saya sudah melarangnya," tutur seorang perempuan bernama Siska yang merupakan seorang resepsionist di perusahaan tempat Dewa bekerja.Dewa yang terkejut langsung melepaskan pelukan perempuan bernama Gladis itu dari tubuhnya dengan cepat. "Untuk apa kau datang ke perusahaanku? Apa kau tidak malu dengan sikapmu yang seperti itu?"Setelah diminta Dewa untuk pergi dengan diberikannya sebuah kode dari matanya kepada sekertarisnya, Ria pun langsung berp