Di peternakan. Mama Aluna terduduk lemas--di atas ranjang kecilnya, setelah percakapannya dan Deni--putra angkatnya berakhir. Shyok, bagaimana mungkin--semua ini bisa terjadi secara kebetulan-anak kandungnya--yang dia titipkan beberapa tahun silam pada mantan bosnya ternyata adalah mantan istri dari Devan, cucu-pemilik peternakan tempatnya bekerja. Masih shyok--dengan kenyataan yang baru dia ketahui hari ini, ada kenyataan lain yang mampu menggoreskan hati nya sebagai seorang ibu, kalau anaknya saat ini sedang mengandung, dan Darma Wijaya menentang keras hubungan anaknya dan cucunya, dan yang membuatnya lebih sakit, lelaki tua itu adalah dalang dari perpisahan mereka. "Maafkan mama, Nak--Maafkan mama. Gara-gara mama, membuat hidupmu begitu menderita,"ujar mama Ani, dalam isak tangisnya. Mama Ani masih terus meluapkan rasa sakit hati itu dengan terus saja menangis, hingga suara tangis itu tiba-tiba meredah, dia berpikir ingin menemui Rania. Mama Ani kembali memutuskan untuk menghu
Devan seperti seseorang yang kehilangan arah hidup. Mengetahui kebenaran hari ini, sungguh mengguncangkan dunianya. Devan merasa teramat menyesal, bahkan sangat menyesal, sebab cepat mengambil sebuah keputusan--tanpa mencari tahu kebenarannya. Rania, pasti begitu hancur setelah mengetahui dia sudah bertunangan dengan Sarah, padahal semua ini dia lakukan karena terpaksa. Sudah pukul 2 dini hari Devan belum juga tidur, pria itu bahkan lupa kalau saat ini bukan hati seorang Rania saja yang dia hancurkan, namun Sarah juga. Devan dan Deni, telah berada di dalam mobil--kedua pria itu bersiap untuk meninggalkan area apartemen. Namun, walaupun telah berada di kursi kemudi, Devan masih setia dengan diamnya-tanpa berniat menyalahkan mesin mobil. Kedua tangan Devan memegang bundaran setir, pria itu menenggelamkan kepalanya di sana. Deni yang berada disebelahnya--hanya bisa memandang, tanpa melakukan apa pun. Melihat bagaimana keadaan Tuannya saat ini, hatinya tertusuk. Satu detik Dua detik
Mengetahui penderitaan Rania--selama ini, membuat papa Akio membutakan mata-juga menulikan telinga. Tanpa memperdulikan perasaan anak dan istrinya, pria berkebangsaan Jepang itu tetap mencari keberadaan Rania, dan dia menemukan wanita itu yang kini bermukim di sebuah desa. Dion, pria itu yang menyambut kedatangan papa Akio. Kaget luar biasa, bahkan nyaris pingsan setelah mengetahui kenyataan kalau papa Akio, yang dia tahu sebagai ayah kandung dari Sarah, adalah ayah kandung dari wanita yang dia cintai, dan yang membuatnya lebih terkejut--kalau ibu angkat dari Deni, adalah ibu kandung Rania. Sebagai, orang yang pernah bekerja pada Darma Wijaya--tentunya Dion mengenal dengan baik sosok mama Ani itu. "Katakan ini tidak benar. Om pasti sedang berbohong pada saya. Om, mungkin punya niat buruk pada Rania--sebab Om, adalah ayah kandung dari Sirah!" tuduh Dion, marah bercampur shyok melebur jadi satu menyelimuti wajah pria itu. Dia seperti ingin menolak kebenaran ini. Papa Akio terkekeh te
"Sarah!" gumam Devan tanpa sadar, kaget juga shyok menyelimuti wajah tampan pria itu. Kemarahan yang selama ini dipendam oleh Sarah--seolah membuatnya buta sedang di mana diri nya saat ini. Tanpa memperdulikan adanya para rekan-rekan bisnis Devan yang sedang berada di dalam, Sarah menggiring langkah kakinya masuk ke dalam ruangan. Begitu dekat dengan pria yang berstatus tunangannya itu--Sarah segera meluapkan kemarahannya. "Kamu, kenapa tidak mengangkat telepone juga pesan dariku, Devan?! Kamu, sudah sangat keterlaluan! Apakah, kamu sudah lupa--kalau aku ini adalah tunanganmu, dan sebentar lagi kita akan menikah!" hardik Sarah dengan nada penuh emosi--bahkan dadanya sampai kembang-kempis akan kemarahannya yang meluap-luap. "Nona Sarah, ayo ikut saya!" pinta Deni dengan nada setengah berbisik, dan memegang tangan Sarah--Deni bermaksud membawa wanita itu ke luar dari dalam ruangan. Namun, Sarah yang tengah terbakar oleh api emosinya justru menghempaskan genggaman tangan Deni dengan k
"Apakah, kamu kira Devan masih mau bersama Sarah, kalau dia mengetahui kenyataan putri kita pernah mengandung anak dari pria lain dan menggugurkannya. Perginya Sarah tiba-tiba dari hidup Devan, karena kehamilannya dengan seorang laki-laki asing!"Wajah mama Winda mendadak kaku, bolamata wanita itu tak berkedip sama sekali-kaget, juga shyok menyelimuti wajah ibu satu anak itu. Dalam diri nya kini bertanya-tanya dari mana suaminya itu mengetahui rahasia yang dia tutupi rapat-rapat selama ini. "Kamu, terkejut? Kamu terkejut karena aku mengetahui hal, ini?! Padahal selama ini kamu begitu menutupi rapat-rapat dari aku, Winda. Jujur, aku sangat kecewa--mengetahui Sarah ternyata pernah mengandung dan juga menggugurkan. Dan, itu akibat pergaulan bebasnya!" ujar papa Akio, dia tersenyum getir akan rasa kecewa nya yang teramat sangat. Mama Winda menghembuskan napasnya dalam-dalam, dan membuangnya dengan perlahan. Perasaan nya saat ini tengah campur aduk. Namun, semua itu dia lakukan akibat ras
Wajah Rania mendadak kaku, dunianya seperti berhenti berputar setelah mendengar kenyataan dari Dion yang cukup mengguncangkan dunia nya. "Katakan-ini tidak benar, Dion. Katakan, kalau ini tidak benar," ujar Rania dengan suara yang telah berubah parau, bolamata nya pun telah berkaca-kaca. "Ini benar-Rania. Tuan Akio adalah ayah kandung mu, dan mama Ani, wanita yang bekerja di peternakan Darma Wijaya dan ibu angkat dari Deni, adalah ibu kandungmu!" Dion bersuara dengan tegas, pria itu berusaha meyakinkan Rania dengan apa yang dia katakan. Rania diam dan membisu. Wanita itu seolah kehilangan kata-kata. Bingung harus berkata-apa? Semua ini sangat mengejutkan untuknya. Selama ini yang dia tahu, dia adalah anak yang dibuang. Bahkan, Rania pernah menolak keinginan Devan yang ingin mencari tahu tentang kedua orang tuanya. Memikirkan semua itu, hati Rania bagai diremas dengan sangat kuat. "Aku anak yang tidak di-inginkan, Dion. Jadi, aku rasa sebenarnya kau tidak perlu repot-repot menga
Rania dan Dion--telah dalam perjalanan pulang ke kediaman Rania--yang ada di pinggiran kota. Dion sempat menawarkan pada Rania agar mereka berjalan-jalan sebentar, namun wanita itu menolak--dengan berbagai alasan. Devan hanya mencintaiku. Hanya aku satu-satu nya wanita dalam hidup nya. Kalimat itu terus saja menari-nari dalam pikiran Rania, membuat wanita itu hanyut dalam dunia nya sendiri. "Rania." Suara dari Dion--berhasil membelah lamunan Rania. Wanita itu nampak kaget, dan segera memalingkan wajah nya pada pria disebelahnya."Aku harap perkataan Sarah tidak mengusik pikiran-mu, Rania. Ingat! Kau saat ini sedang mengadung!" Dion bersuara dengan tegas, seolah apa yang dia peringatkan harus dipatuhi oleh Rania. Seperti baru disadarkan oleh keadaan--mimik wajah Rania seketika berubah--wanita itu nampak menyesali karena frustasi memikirkan Devan, padahal dia sudah berjanji pada diri nya sendiri kalau dia akan fokus pada kehamilan nya. "Aku sedang tidak memikirkan hal itu!" sangkal
Rania panik, juga kalut, mendapati Devan dan juga Dion, yang saling adu jotos hanya karena diri nya. Rania meneriaki kedua pria itu. "Aku mohon hentikan---!" teriaknya histeris, marah, kecewa, sedih, melebur jadi satu menyelimuti wajah wanita berambut hitam legam itu. Suara teriakkan Rania memalingkan wajah Devan juga Dion, pada asal suara. Amarah yang meletup-letup di dalam diri kedua pria itu menguap. Namun, sekejap mimik wajah kedua nya berubah saat mendapati Rania yang tiba-tiba meringis sembari menyentuh perut nya, Dion dan Devan segera menghampiri. "Rania, kau baik-baik saja?" tanya Dion, panik juga khawatir sudah menyelimuti wajah pria itu. Dion segera memegang tangan Rania dengan posesif, dan apa yang pria itu lakukan membuat Devan yang berada di sebelah nya begitu terbakar oleh api cemburu. Pria itu nampak tidak terima dengan apa yang Dion lakukan pada Rania. "Jangan menyentuh nya!" hardik Devan dengan nada penuh emosi, dengan kasar pria itu melepaskan genggaman tang
5 bulan kemudian Oeek---- Oeek---- Suara tangisan bayi menggema di dalam ruangan operasi, dan suara tangisan bayi yang terdengar, membuat sosok-sosok dewasa itu seketika mengucapkan rasa syukur. "Selamat ya, Deni, akhir nya kamu sudah menjadi ayah," ujar Devan, menghampiri Deni dan memeluk sebentar pria itu. "Terima kasih Tuan," ujar Deni, dengan senyum lepas di wajah--kebahagiaan nyata terlihat di wajah pria itu, di mana binar bahagia nyata terlihat di bola mata nya. "Deni----," panggil Rania beberapa menit kemudian. Datang nya sosok Rania, mengembangkan senyum di wajah Deni, namun ada nya air mata yang dia temukan pada kelopak mata kakak angkat nya, membuat Deni pun tak mampu membendung kesedihan itu lagi. Bagi Deni, Rania adalah sosok kakak yang baik untuk nya. Melangkah menghampiri, Deni segera memeluk tubuh wanita itu saat sudah berada dekat dengan nya. "Kau, sudah menjadi seorang, ayah, Deni, selamat!" ujar Rania dengan lirih, sudah ada butir kristal yang mene
Kaget, dengan bola mata yang membeliak penuh. Namun, menyadari bagaimana sambutan nya dengan segera Rania, mengembalikan mimik wajah nya. "Maaf," ujar Rania dengan kikuk, wanita itu nampak salah tingkah merasa tidak enak hati pada Sarah. Sarah yang menunduk, seketika mendongak--iris hitam nya, begitu dalam dan tajam, menatap manik hitam Rania. Masih menatap, Sarah akhir nya bersuara. "Apakah, kau tidak akan memaafkan aku?" tanya Sarah dengan lirih, ada mendung yang sudah menyelimuti wajah cantik wanita itu bagaimana mendapati sambutan Rania akan permintaan maaf dari nya. Wajah Rania mendadak kaku, terperangah--sebab merasa Sarah sudah salah sangkah pada nya," Oh, bukan begitu maksudku, kau salah sangkah! Aku, sudah memaafkan mu, sejak kau mengijinkan Papa, dan Mamaku untuk kembali bersatu " jelas Rania. "Benarkah?" ujar Sarah dengan senyum yang mengembang di wajah, wanita yang sedang mengandung 4 bulan itu terlihat sumringah, bola mata nya pun berbinar bahagia. "Yaa!"
Dua Minggu kemudian Duduk berdampingan, namun walaupun duduk bersama, Sarah, maupun Deni tak ada yang saling berbicara. Ntah, apa yang ada dalam pikiran kedua nya, namun kedua sosok itu lebih memilih untuk diam. Suasana canggung begitu terasa. Ingin berbicara, namun--Deni bingung harus memulai nya dari mana. Sarah terus saja mendiam kan nya. Alhasil, Deni tetap dengan diam nya--dengan sesekali melirik kan pandangan nya pada Sarah. Mendapati Sarah yang meremas jari-jari nya, pria itu hanya bisa mendesahkan napas nya berat. "Aku seperti melihat orang lain. Padahal Sarah yang aku kenal, adalah sosok yang arogant, dan suka, banyak bicara!" gumam Deni dalam hati, dengan diam-diam menatap pada Sarah. Hening--- Hening--- Sampai kapan--mereka saling, diam? Setidak nya itu lah yang ada di dalam pikiran Deni saat ini. Tak, mampu menahan diri itu lagi--Deni memilih untuk bersuara terlebih dahulu. "Kenapa, kau tidak memberitahukan padaku--kalau kau, sedang mengandung?" ujar Deni
Malam hari "Rania----." Suara panggilan membuat lamunan panjang Rania membelah, wanita berambut indah itu seketika memindai pandangan nya pada asal suara. "Dev---,"gumam nya, saat mendapati kedatangan sang suami. Sebagai seseorang yang sangat mengenal baik Rania, tentu Devan tahu-seperti apa istri nya itu. Air muka yang Rania tunjukkan saat ini, Devan yakin ada sesuatu yang begitu membebani istri nya itu saat ini. "Kamu, baik-baik saja'kan?" tanya Devan. Menutup pintu ruangan, pria itu menyeretkan langkah berat nya menuju Rania. Rania tak langsung menyambut pertanyaan yang Devan layangkan. Pertanyaan yang pria itu berikan, kembali menyadarkan Rania atas kenyataan yang dia ketahui hari ini. Diam, iris hitam Rania begitu lekat, dan dalam, menatap manik hitam Devan. "Tidak! Aku tidak boleh memberitahukan hal ini pada Devan." Rania bermonolog dalam hati, wanita itu sedang berperang dengan suara hati nya sendiri. "Aku baik-baik saja!" sahut Rania, memutuskan pandangan-ber
Sarah telah kembali berada di dalam mobil. Namun, bukan nya langsung pergi meninggalkan area depan restorant, Desicner perhiasan itu justru masih setia tetap berada di sana. Begitu malu saat Rania melihat tanda merah di leher nya, membuat Sarah menenggelamkan wajah nya sedalam mungkin di antara bundaran setir, dengan tak henti-henti nya menggerutu. "Sebel! Sebel! Bagaimana, bisa aku seceroboh ini?!" gerutu Sarah, sembari memukul-mukul kuat bundaran setir. Puas meluapkan kekesalan nya, Sarah mendongak, dan wanita itu mendapati Rania yang melintasi depan mobil nya. Mendapati Rania yang tersenyum--Sarah yakin kalau saudara tiri nya itu tengah menertawakan diri nya. Masih setia memandang Rania, hingga berakhir diri nya mendapati Ibu satu anak itu yang berlalu dengan sebuah mobil mewah. Lama memandang, Sarah memutuskan pandangan setelah teringat rencana nya yang akan berziarah ke makam sang Bunda. Menghidupkan mesin mobil, dan berlalu pergi meninggalkan depan restorant. **** *****
Beberapa hari ini Devan merasa ada yang berbeda dengan Deni. Orang kepercayaan, juga adik ipar nya. Menurut Devan sedang tidak baik-baik saja. Deni yang selalu smart, dan selalu terlihat gentle, akhir-akhir ini nampak tidak bersemangat. Terus memandang, Devan yang selama ini memendam rasa penasaran nya akhir nya bertanya. "Bolehkah, aku bertanya sesuatu?" tanya Devan, dengan nada suara yang terdengar ragu. Deni yang tengah memandang wajah ponsel, seketika menengadah--pria itu menatap Devan dengan lekat-lekat. Devan tak langsung melontarkan pertanyaan. Di tatap nya wajah Deni lamat-lamat, lingkaran hitam pada kelopak mata, wajah yang kusut, seperti nya pria itu akhir-akhir ini kurang beristirahat. "Apakah, kau sedang ada masalah? Sebab yang aku perhatikan beberapa hari ini kau nampak murung. Mata mu pun nampak menghitam. Bukankah, aku jarang memberikan kau pekerjaan yang membuat kau lembur. Atau jangan-jangan, kau sering menghabiskan waktu di Klup malam bersama para wani
Beberapa menit kemudian "Apa, menginap di sini?!" sahut Deni. Bola mata nya membeliak, kaget juga sedikit shyok setelah mendengar keinginan Sarah barusan. "I-ya," sahut Sarah dengan ragu, sambutan Deni menciptakan mimik wajah yang berubah pada wanita itu. Sarah nampak menahan malu. "Nggak!" Deni menolak dengan tegas, dan penolakan keras dari pria itu menciptakan kekecewaan, juga sedih di wajah Sarah. Namun, hanya sesaat saja. Seketika wanita cantik berdarah Jepang Indonesia itu, kembali memohon pada Deni. Memegang tangan pria itu dengan erat-erat, dan menatap nya dengan memohon. "Den, aku mohon-kali ini saja. Aku sedang benar-benar membutuhkan seseorang untuk berkeluh kesah. Kematian Mama, dan hubungan ku dan Papa yang merenggang, membuat aku merasakan rumahku seperti di neraka," pinta Sarah. Memasang wajah memelas nya, Sarah menatap Deni dengan bola mata berair. "Bukankah, kau memiliki teman? Jika kau tidak nyaman berada di rumah mu, kau bisa pergi menginap di rumah mer
Waktu telah berada di pukul 11 malam. Di saat banyak penghuni bumi sudah menjemput alam mimpi nya, hal serupa tak berlaku bagi Sarah. Walaupun telah dilanda rasa kantuk yang teramat sangat--namun Desicner cantik itu tak kunjung dapat tidur. Bangkit dari tidur nya, Sarah mengacak-ngacak rambut nya frustasi. "Kenapa, aku terus memikirkan omongan Rania, terus-sih?!" gerutu Sarah, dengan wajah frustasi nya. Karena tak dapat kunjung tidur, berakhir Sarah memutuskan untuk pergi ke dapur. Dia akan mengambil beberapa cemilan ringan, dan juga minuman soda, guna untuk menemani nya menonton film. Kedua kaki Sarah telah memijak di lantai dasar. Akan melangkah menuju arah dapur, namun hal itu Sarah urungkan saat dari jauh lebih tak sengaja wanita berkulit putih itu mendapati keberadaan papa Akio. "Papa," gumam Sarah, dengan pandangan tak terputus dari papa Akio, di mana pria paruh baya itu tengah berdiri di depan jendela kaca besar, sembari melemparkan pandangan nya ke arah luar. Lama me
Beberapa menit menempuh perjalanan dengan kendaraan roda empat nya Sarah akhir nya kembali tiba di rumah nya. Namun, saat mobil milik nya telah terparkir wanita cantik itu tak langsung berlalu dari dalam mobil. Masih setia berada di kursi nya, dengan pandangan yang menerawang begitu jauh. Seperti ada sesuatu yang begitu membebani pikiran nya. Sekian detik berada di sana, Sarah akhir nya berlalu dari dalam mobil. Menyeretkan langkah kaki nya ke dalam rumah, Sarah mendapati suasana rumah yang dalam keadaan lengang. Menelusuri setiap sudut ruangan, Sarah nampak seperti tengah mencari sesuatu. Hingga, terdengar suara langkah kaki, dan dia mendapati kedatangan salah satu pelayan rumah. "Bibi----," panggil Sarah dengan setengah teriakkan, dan itu membuat pelayan tua itu menghentikan langkah kaki nya, dan menghampiri nya. "Nona," ujar nya dengan sopan. "Di mana, Papa?" tanya Sarah dengan nada suara nya yang terdengar menuntut. "Tuan Besar sedang berada di taman samping rumah," j