Jangan lupa tinggalkan komentar, dan juga follow akun IG @popy--yanni untuk melihat visual Rania dan Devan.
Wajah Rania mendadak kaku, dunianya seperti berhenti berputar setelah mendengar kenyataan dari Dion yang cukup mengguncangkan dunia nya. "Katakan-ini tidak benar, Dion. Katakan, kalau ini tidak benar," ujar Rania dengan suara yang telah berubah parau, bolamata nya pun telah berkaca-kaca. "Ini benar-Rania. Tuan Akio adalah ayah kandung mu, dan mama Ani, wanita yang bekerja di peternakan Darma Wijaya dan ibu angkat dari Deni, adalah ibu kandungmu!" Dion bersuara dengan tegas, pria itu berusaha meyakinkan Rania dengan apa yang dia katakan. Rania diam dan membisu. Wanita itu seolah kehilangan kata-kata. Bingung harus berkata-apa? Semua ini sangat mengejutkan untuknya. Selama ini yang dia tahu, dia adalah anak yang dibuang. Bahkan, Rania pernah menolak keinginan Devan yang ingin mencari tahu tentang kedua orang tuanya. Memikirkan semua itu, hati Rania bagai diremas dengan sangat kuat. "Aku anak yang tidak di-inginkan, Dion. Jadi, aku rasa sebenarnya kau tidak perlu repot-repot menga
Rania dan Dion--telah dalam perjalanan pulang ke kediaman Rania--yang ada di pinggiran kota. Dion sempat menawarkan pada Rania agar mereka berjalan-jalan sebentar, namun wanita itu menolak--dengan berbagai alasan. Devan hanya mencintaiku. Hanya aku satu-satu nya wanita dalam hidup nya. Kalimat itu terus saja menari-nari dalam pikiran Rania, membuat wanita itu hanyut dalam dunia nya sendiri. "Rania." Suara dari Dion--berhasil membelah lamunan Rania. Wanita itu nampak kaget, dan segera memalingkan wajah nya pada pria disebelahnya."Aku harap perkataan Sarah tidak mengusik pikiran-mu, Rania. Ingat! Kau saat ini sedang mengadung!" Dion bersuara dengan tegas, seolah apa yang dia peringatkan harus dipatuhi oleh Rania. Seperti baru disadarkan oleh keadaan--mimik wajah Rania seketika berubah--wanita itu nampak menyesali karena frustasi memikirkan Devan, padahal dia sudah berjanji pada diri nya sendiri kalau dia akan fokus pada kehamilan nya. "Aku sedang tidak memikirkan hal itu!" sangkal
Rania panik, juga kalut, mendapati Devan dan juga Dion, yang saling adu jotos hanya karena diri nya. Rania meneriaki kedua pria itu. "Aku mohon hentikan---!" teriaknya histeris, marah, kecewa, sedih, melebur jadi satu menyelimuti wajah wanita berambut hitam legam itu. Suara teriakkan Rania memalingkan wajah Devan juga Dion, pada asal suara. Amarah yang meletup-letup di dalam diri kedua pria itu menguap. Namun, sekejap mimik wajah kedua nya berubah saat mendapati Rania yang tiba-tiba meringis sembari menyentuh perut nya, Dion dan Devan segera menghampiri. "Rania, kau baik-baik saja?" tanya Dion, panik juga khawatir sudah menyelimuti wajah pria itu. Dion segera memegang tangan Rania dengan posesif, dan apa yang pria itu lakukan membuat Devan yang berada di sebelah nya begitu terbakar oleh api cemburu. Pria itu nampak tidak terima dengan apa yang Dion lakukan pada Rania. "Jangan menyentuh nya!" hardik Devan dengan nada penuh emosi, dengan kasar pria itu melepaskan genggaman tang
Wijaya Group Berdiri, dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celana--Devan tengah menikmati keindahan kota J disiang hari yang dihiasi gedung-gedung pencakar langit. Lama menatap, membawa pikiran Devan pada kejadian kemarin. "Bagaimana cara nya, aku harus bisa meyakinkan Rania--kalau aku benar-benar ingin kembali bersama nya," gumam Devan. Devan kembali termenung, larut dalam dunia nya sendiri. Dan, itu kembali menghantarkan ingatan pria itu pada perkatan Dion kemarin. Saya tulus mencintai Rania, dan ingin menikahinya. Devan mengusap wajah nya kasar, semakin frustasi membayangkan jika Dion benar-benar menikahi Rania dan tentu pria itu akan menjadi ayah dari anaknya nanti. "Tidak! Dion tidak boleh menikahi Rania, dan kalau dia menikahi Rania tentunya, anakku akan mengenal Dion sebagai ayah nya, bukan aku!" gerutu Devan, pria itu segera berbalik menghampiri meja kerja-Devan mengambil jas yang menggelantung membalutkan ke tubuh, dan berlalu pergi dari dalam ruangan set
"Tidak!" Sarah bersuara dengan tegas, "Pernikahan ini akan tetap berlanjut!" lanjut Sarah dengan suara bergetar menahan tangis, bola mata nya pun telah berkaca-kaca.Devan mendesahkan napas nya kasar, pria itu nampak frustasi dengan penolakan dari Sarah. Dia bingung--bagaimana cara nya meyakinakan wanita itu agar mau mengakhiri hubungan mereka. "Rania sedang mengandung Sarah, dia jauh lebih membutukan aku dibandingkan diri mu!" Suara Devan sudah merangkak naik, wajah nya mengeras--iris hitam Devan telah menggelap akan emosi yang sudah ada. Sarah terkekeh--tertahan, ada rasa menggelitik-ada pula perasaan marah. Hatinya semakin berkeping-keping, air mata yang ditahan nya kuat-kuat kini sudah meluncur membasahi kedua pipi nya. "Terus, bagaimana dengan diri-ku, Devan---? Bagaimana dengan diriku?" ujar Sarah dengan setengah teriakkan, butir-butir bening itu semakin saja deras mengalir. Wajah Devan kian mengeras, keras kepala Sarah yang tetap ingin mempertahankan hubungan ini membuat De
Ada perasaan kaget, ada juga perasaan menggelitik yang terselip, Deni seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Seorang Devan Wijaya yang selalu mengutamakan harga diri di atas segalahnya, kini bersimpu--memohon cinta di depan wanita yang merupakan saudari nya. "Kasian juga Tuan Devan. Dia begitu mencintai Rania, namun--terpaksa harus berpisah akibat ulah kakek nya sendiri," gumam Deni, wajah pria itu telah berubah sendu, dia menatap iba pada Tuan nya itu. Sementara Devan, pria itu masih setia berlutut--memohon agar Rania mau kembali bersama nya. "Aku-mohon, Rania--kembalilah bersamaku. Setidak nya lakukanlah ini demi anak kita," ujar Devan dengan lirih, pria itu memelaskan wajah--menatap Rania dengan penuh harap. "Kita sudah bercerai-Devan, apakah kau lupa itu?! Lagi pula, kau dan Sarah akan menikah!" tukas Rania dengan nada penuh amarah, akan melangkah masuk ke dalam rumah, namun-cekalan tangan Devan menghentikan alunan langkah kaki wanita itu. "Tidak akan pernah a
Seperti tidak percaya dengan apa yang dia dengar--mimik wajah papa Akio berubah kaget setelah mendengar kalimat yang baru saja mengalir dari mulut anak perempuannya--Rania."Kau, ingin pergi dari sini?" tanya papa Akio yang kembali memastikan ucapan putrinya itu.Menunduk, Rania mengangguk pelan--berusaha menyembunyikan kesedihan di wajah. Dia benar-benar ingin pergi sejauh mungkin, dan memulai kehidupan yang baru bersama anak nya nanti."Katakan. Apakah, ini karena Devan?" tanya papa Akio setelah sekian detik lama nya, iris hitam pria Jepang itu begitu dalam dan tajam menatap Rania yang masih setia menundukkan wajah nya. Rania menengadah--manik hitam legam nya--begitu lekat-lekat menatap bola mata sipit papa Akio setelah mendengar pertanyaan yang baru saja dia layangkan. "Aku hanya ingin memulai kehidupan yang baru bersama anakku, itu saja!" Rania bersuara dengan tegas, sebisa mungkin dia menyembunyikan kesedihan di wajah.Papa Akio bergeming, sembari mendesahkan napas nya berat. S
Beberapa hari kemudianSebuah mobil mewah melaju pelan--memasuki pekarangan rumah yang ditempati Rania. Mendapati kondisi rumah yang dalam keadaan gelap, membuat mimik wajah Devan berubah seketika."Seperti nya Rania, tidak ada-Tuan," ujar Deni memberitahu, sembari menatap Tuan nya dari kaca spion dalam mobil.Devan bergeming--namun pandangan itu tetap tertuju pada kediaman sederhana yang berada di depan nya. Membuka pintu mobil, pria itu segera berlalu dari dalam. Melangkahkan kaki nya dengan pelan, dalam diri Devan telah dipenuhi berbagai tanda tanya. Rania sedang bepergian sebentar? Atau, kembali bersembunyi dari nya. "Apakah, dia pernah menghubungi mu sebelum nya?" tanya Devan tiba-tiba. "Saya dan Rania, terakhir berkomunikasi dua hari yang lalu.""Coba, kau hubungi dia!" titah Devan tegas, dan langsung di iyakan oleh pria itu. Melakukan panggilan ke luar pada Rania, namun--kekecewaan harus Deni terima sebab nomor telepone milik Rania tidak aktif. "Rania,