Kalau dijawab tidak tahu pasti membuat Bella menjadi curiga. Rendy juga yakin Bella akan menyuruh Rendy untuk mengangkatnya. Maka Rendy terpaksa berbohong.“Itu klien Ayah. Ayah belum sempat menyimpan nomornya tadi,” jawab Rendy.“Lalu kenapa nggak diangkat, Yah?” tanya Bella semakin penasaran.Sementara Jona hanya bisa diam dan memerhatikan. Lalu Rendy menatap ke arah menantunya tersebut. “Jona. Sebaiknya kamu segera berangkat ke perusahaan aja. Ayah takut kamu bakal kesiangan,” sarannya.Kata-kata ayah Bella memang ada benarnya. Jona mengangguk-angguk setuju. Kemudian berpamitan kepada Rendy. “Iya, Ayah. Kalau begitu Jona berangkat kerja dulu.”Rendy tersenyum. “Iya. Hati-hati di jalan. Dan semoga hari ini pekerjaanmu lancar,” ucapnya.“Iya, Ayah. Terima kasih banyak,” sahut Jona.Rendy mengangguk. “Sama-sama.” Kemudian Jona berangkat bekerja. Di depan ayahnya Bella. Jona berusaha bersikap sewajar mungkin layaknya suami-suami lain yang akan berangkat bekerja. Yaitu berpamitan kepada
Tanpa meminta izin dari Bella. Jona kemudian mengelus perut Bella. Tepat pada bagian yang menonjol. “Astaga! Apa yang kamu lakukan?!” seru Bella karena panik.Jona dengan cepat membungkam mulut Bella. “Jangan berisik. Nanti kalau Ibu tau gimana?” tanya Jona sambil menatap mata Bella.Seketika ruangan itu menjadi panas. Atau hanya Bella saja yang merasakan hal itu. Karena grogi dengan Jona yang berada hanya beberapa sentimeter di depannya.“Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku tak berniat menyentuhmu aku cuma mau nenangin anakmu aja,” ucap Jona.Mulut Bella kelu. Dia tak bisa berkata-kata. Hanya bisa diam. Dan ajaibnya anak di kandungan Bella kini menjadi lebih tenang. Janin Bella tak lagi menendang. Lalu Bella bisa menghela napas dengan lega.“Gimana?” tanya Jona.“Apanya?” Bella bertanya balik karena tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Jona.“Bayi kamu udah diam. Kamu masih ngrasain sakit nggak?” tanya Jona memperjelas pertanyaannya.Bella mengangguk perlahan. “Udah,” jawabn
“Jangan marah,” ucap Jona.Tanpa kata Bella menoleh dengan wajah yang masih menahan kesal.Jona membujuknya. “Aku mau kok,” lanjutnya.Bella melirik ke arah pergelangan tangannya. “Iya, tapi lepasin tanganku,” ucapnya.Jona kemudian melepaskannya. Dan meminta maaf. “Sorry.”Setelah itu Bella berjalan kembali ke ranjang. Jona pikir Bella juga akan ke dapur untuk makan. Ternyata tidak. Jona kemudian bertanya. “Kamu emangnya nggak ikut makan?” “Nggak. Aku udah kenyang,” jawab Bella.“Lho. Katanya tadi mau makan makananku. Yang bener yang mana?” tanya Jona tak mengerti.“Iya itu kalau kamu nolak tadi. Kan mubazir kalau nggak dimakan,” jawab Bella dengan jujur.“Ya udah ayo. Paling nggak kamu kan bisa temenin aku makan,” ajak Jona.“Harus banget?” tanya Jona.“Harus pakai banget,” jawab Jona. Ia bersiap menghampiri Bella dan hendak meraih tangannya. Namun dengan cepat Bella menyadarinya dan menarik tangannya.“Aku bilang jangan pegang-pegang,” protes Bella.Jona mendekatkan wajahnya pada
“Kamu kok terkesan malas berbicara dengan ayahmu sendiri,” sahut ayahnya Jona di ujung telepon.Jona selalu seperti itu. Nampak tidak antusias saat berbicara dengan ayahnya sendiri. Dendam yang ia simpan dari kecil belum bisa Jona musnahkan dari dalam hatinya.“Langsung saja. Kenapa Ayah menghubungi Jojo di pagi buta seperti ini?” tanya Jona yang tak ingin lagi berlama-lama mendengar suara ayahnya.“Apalagi. Ayah hanya menunggu kamu pulang,” jawab ayah Jona.“Iya. Akan Jojo usahakan nanti. Udah dulu ya, Yah. Jojo ngantuk mau tidur lagi,” pamit Jona. Ia terpaksa berbohong. Padahal sejak tadi ia belum tidur.Masih ada 2 setel baju lagi milik Bella. Dengan cepat Jona menyetrikanya. Karena dia tak terbiasa meninggalkan pekerjaan yang tidak tuntas. “Hah… akhirnya selesai juga,” gumam Jona merasa lega. Melihat kasurnya yang empuk Jona rasanya rindu tidur di sana. Akan tetapi sudah ada Bella yang berbaring di sana dengan nyenyaknya. Wanita itu bisa berpikir macam-macam jika dia nekat tidur
“Apa yang kamu pikirkan? Kamu nggak mikir macem-macem kan sama kalimatku tadi?” tebak Jona yang menatap Bella dengan pandangan curiga.“Emangnya aku mikir apa?” Bella ternyata balik. “Aku kan tanya. Maksud kamu partner itu kayak gimana? Ini bukan rumah tangga normal kayak punyanya orang-orang Jona. Wajar kalau aku jadi bertanya-tanya dengan maksud kamu tadi,” lanjutnya.“Udahlah. Aku udah kesiangan ini. Nanti aja aku jelasin. Setelah pulang kerja,” ucap Jona. Dengan mantap kemudian ia melangkah pergi.“Tunggu, Jona! Aku belum selesai bicara sama kamu,” cegah Bella seraya bangkit dari tempat duduknya dan hendak menyusul Jona. Namun suara lonceng yang ibunya bunyikan membuat Bella mengurungkan niatnya. Lalu berjalan menuju ke kamar ibunya.“Iya. Tunggu sebentar Bu. Bella datang,” ucap Bella sambil berjalan.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Bella. Mita mengangguk. Kemudian memberikan kode bahwa dia ingin mandi. “Ibu mau mandi sekarang?” tanya Bella memastikan.Dan setelah ibunya mengang
“Maaf. Anda siapa ya?” tanya Bella pada seorang lelaki yang berdiri di hadapannya.“Saya adalah supir Pak Mike. Beliau adalah rekan bisnis dari Pak Jona. Saya ke sini karena ditugaskan untuk mengambil map berwarna merah bertuliskan Februari, Bu,” jawab supir rakan bisnis Jona tersebut.Bella sesaat terdiam. Tercengang dengan pernyataan dari lelaki di depannya. Kemudian perasaannya berubah menjadi kecewa. Karena Jona telah mengingkari janjinya.“Bu. Ibu baik-baik saja?” tanya supir Mike memecah lamunan Bella.“Iya, Pak. Tunggu sebentar. Saya akan ambilkan maunya,” jawab Bella.“Baik, Bu,” sahut supir Mike dengan ekpresi wajah yang masih bingung.Dengan menahan sesak di dada. Bella kemudian berjalan ke meja makan untuk mengambil map. Pandangannya mengarah pada meja makan. Menatap sebal benda berbahan kayu tersebut. Setelah meraihnya. Bella lalu berjalan kembali menghampiri supir Mike yang ada di depan pintu. Kemudian menyerahkan map tersebut.“Ini mapnya, Pak,” ucap Bella.“Baik, Bu. T
“Untuk bapak saja,” tolak Bella tanpa berpikir panjang. Hatinya masih kesal karena Jona benar benar melupakan janjinya. Padahal perutnya berbunyi keroncong karena menahan lapar.Usai tukang ojek itu pergi, Bella pun kembali masuk ke rumah dengan perasaan yang semakin rumit. Apalagi Jona selama seharian tidak memberikannya kabar, atau setidaknya meminta maaf padanya.“Benar benar keterlaluan,” gerutu Bella. Dia duduk lalu memandangi layar pada ponselnya. Berharap jika suaminya itu menghubunginya atau mengirimkan pesan mengapa dia tiba tiba membatalkan janjinya. Bella merasa dipermainkan oleh Jona.Namun, selama seharian Bella tidak mendapatkan apa yang dia harapkan. Telepon dari Jona, atau bahkan kabar dari lelaki itu. Sebab sampai malam tiba Jona tidak pulang ke rumah.Awalnya Bella tak peduli. Namun akhirnya Bella mondar mandir di depan rumah, menunggu kedatangan Jona meski tadi sempat sebal pada lelaki itu. Akan tetapi, jam berlalu sampai jam sembilan malam, Jona pun tidak kunjung p
Bella pagi itu menyiapkan sarapan untuk ibunya, dia berusaha bersikap biasa saja di depan ibunya meskipun dalam hatinya masih gelisah memikirkan keberadaan Jona sekarang.“Bisa bisanya dia gak telepon aku lagi,” gerutu Bella.Ibu Bella yang mendengarnya mengerutkan keningnya, wajahnya seakan bertanya apakah sedang ada masalah di antara Jona dan Bella? Lalu di mana Jona sekarang, mengapa tidak terlihat dari kemarin sore?Bella pun bingung akan menjawab apa, karena dia belum menyiapkan jawaban atas pertanyaan ibunya ini.“Jona udah berangkat lagi tadi pagi, Bu. Ibu gak tau soalnya masih tidur,” jelas Bella.“Kalian nggak ada masalah kan?” tanya ibu Jona menulis sesuatu di kertas.“Nggak ada, nggak ada masalah. Aku sama Jona baik baik saja, ibu tenang saja,” jawab Bella yang tak ingin ibunya tahu permasalahan rumah tangganya.“Kamu jangan ribut dengan suamimu. Dia adalah laki laki yang baik.” Tulis Mita menasehati.“Ah ibu selalu belain Jona terus, padahal anak ibu kan aku,” gerutu Bell