“Apa yang kamu pikirkan? Kamu nggak mikir macem-macem kan sama kalimatku tadi?” tebak Jona yang menatap Bella dengan pandangan curiga.“Emangnya aku mikir apa?” Bella ternyata balik. “Aku kan tanya. Maksud kamu partner itu kayak gimana? Ini bukan rumah tangga normal kayak punyanya orang-orang Jona. Wajar kalau aku jadi bertanya-tanya dengan maksud kamu tadi,” lanjutnya.“Udahlah. Aku udah kesiangan ini. Nanti aja aku jelasin. Setelah pulang kerja,” ucap Jona. Dengan mantap kemudian ia melangkah pergi.“Tunggu, Jona! Aku belum selesai bicara sama kamu,” cegah Bella seraya bangkit dari tempat duduknya dan hendak menyusul Jona. Namun suara lonceng yang ibunya bunyikan membuat Bella mengurungkan niatnya. Lalu berjalan menuju ke kamar ibunya.“Iya. Tunggu sebentar Bu. Bella datang,” ucap Bella sambil berjalan.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Bella. Mita mengangguk. Kemudian memberikan kode bahwa dia ingin mandi. “Ibu mau mandi sekarang?” tanya Bella memastikan.Dan setelah ibunya mengang
“Maaf. Anda siapa ya?” tanya Bella pada seorang lelaki yang berdiri di hadapannya.“Saya adalah supir Pak Mike. Beliau adalah rekan bisnis dari Pak Jona. Saya ke sini karena ditugaskan untuk mengambil map berwarna merah bertuliskan Februari, Bu,” jawab supir rakan bisnis Jona tersebut.Bella sesaat terdiam. Tercengang dengan pernyataan dari lelaki di depannya. Kemudian perasaannya berubah menjadi kecewa. Karena Jona telah mengingkari janjinya.“Bu. Ibu baik-baik saja?” tanya supir Mike memecah lamunan Bella.“Iya, Pak. Tunggu sebentar. Saya akan ambilkan maunya,” jawab Bella.“Baik, Bu,” sahut supir Mike dengan ekpresi wajah yang masih bingung.Dengan menahan sesak di dada. Bella kemudian berjalan ke meja makan untuk mengambil map. Pandangannya mengarah pada meja makan. Menatap sebal benda berbahan kayu tersebut. Setelah meraihnya. Bella lalu berjalan kembali menghampiri supir Mike yang ada di depan pintu. Kemudian menyerahkan map tersebut.“Ini mapnya, Pak,” ucap Bella.“Baik, Bu. T
“Untuk bapak saja,” tolak Bella tanpa berpikir panjang. Hatinya masih kesal karena Jona benar benar melupakan janjinya. Padahal perutnya berbunyi keroncong karena menahan lapar.Usai tukang ojek itu pergi, Bella pun kembali masuk ke rumah dengan perasaan yang semakin rumit. Apalagi Jona selama seharian tidak memberikannya kabar, atau setidaknya meminta maaf padanya.“Benar benar keterlaluan,” gerutu Bella. Dia duduk lalu memandangi layar pada ponselnya. Berharap jika suaminya itu menghubunginya atau mengirimkan pesan mengapa dia tiba tiba membatalkan janjinya. Bella merasa dipermainkan oleh Jona.Namun, selama seharian Bella tidak mendapatkan apa yang dia harapkan. Telepon dari Jona, atau bahkan kabar dari lelaki itu. Sebab sampai malam tiba Jona tidak pulang ke rumah.Awalnya Bella tak peduli. Namun akhirnya Bella mondar mandir di depan rumah, menunggu kedatangan Jona meski tadi sempat sebal pada lelaki itu. Akan tetapi, jam berlalu sampai jam sembilan malam, Jona pun tidak kunjung p
Bella pagi itu menyiapkan sarapan untuk ibunya, dia berusaha bersikap biasa saja di depan ibunya meskipun dalam hatinya masih gelisah memikirkan keberadaan Jona sekarang.“Bisa bisanya dia gak telepon aku lagi,” gerutu Bella.Ibu Bella yang mendengarnya mengerutkan keningnya, wajahnya seakan bertanya apakah sedang ada masalah di antara Jona dan Bella? Lalu di mana Jona sekarang, mengapa tidak terlihat dari kemarin sore?Bella pun bingung akan menjawab apa, karena dia belum menyiapkan jawaban atas pertanyaan ibunya ini.“Jona udah berangkat lagi tadi pagi, Bu. Ibu gak tau soalnya masih tidur,” jelas Bella.“Kalian nggak ada masalah kan?” tanya ibu Jona menulis sesuatu di kertas.“Nggak ada, nggak ada masalah. Aku sama Jona baik baik saja, ibu tenang saja,” jawab Bella yang tak ingin ibunya tahu permasalahan rumah tangganya.“Kamu jangan ribut dengan suamimu. Dia adalah laki laki yang baik.” Tulis Mita menasehati.“Ah ibu selalu belain Jona terus, padahal anak ibu kan aku,” gerutu Bell
“Tentu saja bahagia, anak kita sehat. Memangnya alasan apalagi yang perlu membuatku bahagia?” Jona menegaskan. Ia tersenyum tanpa menatap ke arah Bella.Berbeda dengan Bella yang asyik memandangi Jona dari samping. “Tapi …” Bella tidak melanjutkan kalimatnya.“Dia juga anakku,” sambar Jona seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh Bella.“Ya, dia anak kita,” ucap Bella yang kemudian ikut tersenyum.Jona memeluk pinggang Bella dan mengecup puncak kepala wanita itu dengan lembut. Anehnya Bella tak menolaknya. Semua natural seakan mereka pasangan suami istri yang berbahagia pada umumnya.Bella merasakan sebuah ketulusan dari Jona. Dari sikap bahkan dari tutur katanya, dia yakin jika Jona serius dengan ucapannya dan tidak hanya ingin membuatnya senang saja.“Habis ini mau ke kantor?” tanya Bella.“Iya. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Jona.“Kalau begitu aku pulang dengan ibu saja, kamu duluan saja di kantor. Aku nggak mau kamu kena omel,” suruh Bella.“Kamu serius n
“Apa katamu?” Ronald sontak berdiri ketika mendengar bahwa Laura baru saja membatalkan kontrak pekerjaannya. Yang membuat Ronald murka ini untuk kesekian kalinya.“Kamu tau sendiri, aku baru saja keluar dari rumah sakit. Aku belum bisa banyak bekerja.”“Harusnya kamu lebih berhati-hati kalau begitu. Kamu selalu mengambil semua job lalu dengan mudah membatalkannya.“Dulu kamu membatalkannya juga karena masalah kesehatanmu. Waktu itu aku masih mengerti. Tapi kali ini kontrakmu bernilai 4 milliar!” bentak Ronald, sambil mengacak rambutnya dengan kasar.“Aku pun nggak mau kalau sakit! Kalau bisa memilih aku lebih memilih untuk sehat nggak keluar masuk rumah sakit!” sahut Laura dengan mata yang mulai basah.“Lalu bagaimana sekarang?” tanya Ronald sekarang.“Bantu aku, aku mohon,” jawab Laura.Ronald mendecakkan lidahnya. “Lalu beberapa bulan kemudian kamu akan bilang kalau kamu baru saja membatalkan kontrak kerjamu lagi. Kamu selalu seperti ini, selalu mengandalkanku jika ada masalah seper
“Masalah apa? Kamu nggak dikeluarin dari sekolah kan? Atau jangan jangan kamu bertengkar dengan teman kamu di sana,” tuduh Ronald.“Bukan, Pa,” jawab Zhe dengan raut wajah ketakutan.“Lalu? Mama kamu sudah berkali kali membuat masalah. Dan kali ini kamu?” Ronald mengembuskan napasnya dengan berat. Dia duduk di sofa dan menyuruh mereka berdua untuk duduk di hadapannya.“Katakan sekarang, apa masalahmu. Sekalian saja aku pusing memikirkan kalian.” Ronald memijat kepalanya yang berdenyut pusing. Belum cukup masalah yang Laura timbulkan kini dia harus mendengar jika anak perempuannya terlibat masalah.“Itu …” Zhe membuka suara.“Anakmu hamil,” kata Laura.Awalnya Ronald diam saja. Hingga beberapa detik kemudian dia membuka matanya. “Hamil? Dengan siapa?” tanyanya dengan dingin.“Pacarnya.” Laura yang menjawabnya. Sementara Zhe menunduk dengan ekspresi wajah yang ketakutan.“Bawa pacarmu ke hadapanku. Akan kubunuh dia sekarang juga,” ancam Ronald.“Masalahnya pacarnya kabur dan nggak mau b
“Sudahlah, jangan pikir omongan ayahmu. Dia memang seperti itu. Toh mama bisa nyari uang sendiri.”“Mama mau kerja? Mama kan sakit?”“Nggak apa apa, mama masih kuat. Kamu harus makan Zhe, jangan sampai kamu sakit.”Zhe mengangguk.“Mama akan suruh pembantu membawakan kamu sarapan untukmu ke kamar.”Laura pun segera menghubungi Bella. Memintanya untuk segera datang untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dan saat itu Bella sedang sarapan dengan Jona di ruang makan berdua. Karena ibunya Bella sudah hampir sembuh dan pulang ke rumahnya sendiri.“Halo, Bella. Lagi ngapain?” tanya Laura saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Bella.“Saya sedang sarapan dengan Jona, Bu Laura,” jawab Bella.“Bisa nggak, habis ini kamu ke rumahku. Aku mau bahas soal pekerjaan sama kamu.”“Baik, Bu Laura. Saya akan segera ke rumah Bu Laura setelah ini,” Setelah itu sambungan telepon mereka berakhir. “Bu Laura ambil pekerjaan lagi memangnya sudah sembuh betul?” tanya Jona.Bella mengedikan pundaknya. “Mun