“Tentu saja bahagia, anak kita sehat. Memangnya alasan apalagi yang perlu membuatku bahagia?” Jona menegaskan. Ia tersenyum tanpa menatap ke arah Bella.Berbeda dengan Bella yang asyik memandangi Jona dari samping. “Tapi …” Bella tidak melanjutkan kalimatnya.“Dia juga anakku,” sambar Jona seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh Bella.“Ya, dia anak kita,” ucap Bella yang kemudian ikut tersenyum.Jona memeluk pinggang Bella dan mengecup puncak kepala wanita itu dengan lembut. Anehnya Bella tak menolaknya. Semua natural seakan mereka pasangan suami istri yang berbahagia pada umumnya.Bella merasakan sebuah ketulusan dari Jona. Dari sikap bahkan dari tutur katanya, dia yakin jika Jona serius dengan ucapannya dan tidak hanya ingin membuatnya senang saja.“Habis ini mau ke kantor?” tanya Bella.“Iya. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Jona.“Kalau begitu aku pulang dengan ibu saja, kamu duluan saja di kantor. Aku nggak mau kamu kena omel,” suruh Bella.“Kamu serius n
“Apa katamu?” Ronald sontak berdiri ketika mendengar bahwa Laura baru saja membatalkan kontrak pekerjaannya. Yang membuat Ronald murka ini untuk kesekian kalinya.“Kamu tau sendiri, aku baru saja keluar dari rumah sakit. Aku belum bisa banyak bekerja.”“Harusnya kamu lebih berhati-hati kalau begitu. Kamu selalu mengambil semua job lalu dengan mudah membatalkannya.“Dulu kamu membatalkannya juga karena masalah kesehatanmu. Waktu itu aku masih mengerti. Tapi kali ini kontrakmu bernilai 4 milliar!” bentak Ronald, sambil mengacak rambutnya dengan kasar.“Aku pun nggak mau kalau sakit! Kalau bisa memilih aku lebih memilih untuk sehat nggak keluar masuk rumah sakit!” sahut Laura dengan mata yang mulai basah.“Lalu bagaimana sekarang?” tanya Ronald sekarang.“Bantu aku, aku mohon,” jawab Laura.Ronald mendecakkan lidahnya. “Lalu beberapa bulan kemudian kamu akan bilang kalau kamu baru saja membatalkan kontrak kerjamu lagi. Kamu selalu seperti ini, selalu mengandalkanku jika ada masalah seper
“Masalah apa? Kamu nggak dikeluarin dari sekolah kan? Atau jangan jangan kamu bertengkar dengan teman kamu di sana,” tuduh Ronald.“Bukan, Pa,” jawab Zhe dengan raut wajah ketakutan.“Lalu? Mama kamu sudah berkali kali membuat masalah. Dan kali ini kamu?” Ronald mengembuskan napasnya dengan berat. Dia duduk di sofa dan menyuruh mereka berdua untuk duduk di hadapannya.“Katakan sekarang, apa masalahmu. Sekalian saja aku pusing memikirkan kalian.” Ronald memijat kepalanya yang berdenyut pusing. Belum cukup masalah yang Laura timbulkan kini dia harus mendengar jika anak perempuannya terlibat masalah.“Itu …” Zhe membuka suara.“Anakmu hamil,” kata Laura.Awalnya Ronald diam saja. Hingga beberapa detik kemudian dia membuka matanya. “Hamil? Dengan siapa?” tanyanya dengan dingin.“Pacarnya.” Laura yang menjawabnya. Sementara Zhe menunduk dengan ekspresi wajah yang ketakutan.“Bawa pacarmu ke hadapanku. Akan kubunuh dia sekarang juga,” ancam Ronald.“Masalahnya pacarnya kabur dan nggak mau b
“Sudahlah, jangan pikir omongan ayahmu. Dia memang seperti itu. Toh mama bisa nyari uang sendiri.”“Mama mau kerja? Mama kan sakit?”“Nggak apa apa, mama masih kuat. Kamu harus makan Zhe, jangan sampai kamu sakit.”Zhe mengangguk.“Mama akan suruh pembantu membawakan kamu sarapan untukmu ke kamar.”Laura pun segera menghubungi Bella. Memintanya untuk segera datang untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dan saat itu Bella sedang sarapan dengan Jona di ruang makan berdua. Karena ibunya Bella sudah hampir sembuh dan pulang ke rumahnya sendiri.“Halo, Bella. Lagi ngapain?” tanya Laura saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Bella.“Saya sedang sarapan dengan Jona, Bu Laura,” jawab Bella.“Bisa nggak, habis ini kamu ke rumahku. Aku mau bahas soal pekerjaan sama kamu.”“Baik, Bu Laura. Saya akan segera ke rumah Bu Laura setelah ini,” Setelah itu sambungan telepon mereka berakhir. “Bu Laura ambil pekerjaan lagi memangnya sudah sembuh betul?” tanya Jona.Bella mengedikan pundaknya. “Mun
Satu minggu kemudian… setelah menjalani semua aktifitasnya. Pagi itu Laura tiba tiba ambruk. Dia harus dilarikan ke rumah sakit setelah satu minggu penuh tanpa istirahat dan terus bernyanyi di atas panggung demi dapat membayar pinaltinya.Bella langsung menghubungi Ronald begitu membawa Laura ke rumah sakit. Namun sesampainya di rumah sakit. Hanya Zhe yang datang.“Mama gimana keadannya?” tanya Zhe pada Bella.“Dia sedang diperiksa oleh dokter,” jawab Bella.“Papa belum dihubungi?” tanya Zhe.“Udah dihubungi tapi dia belum sampai,” jawab Bella.Zhe langsung kecewa dengan sikap ayahnya saat ini karena seolah tidak memperhatikan mamanya sama sekali. Papanya seolah hanya sibuk dengan pekerjaannya di kantor.“Apa sedang ada masalah?” tanya Bella penasaran.“Papa sudah mulai berubah,” gumam Zhe.Bella mendapati perut Zhe yang berubah. Ia pikir Zhe gemuk, tapi sepertinya bukan.Dari arah berlawanan Ronald gegas berjalan ke arah mereka. Namun dia yang melihat Zhe ada di sana langsung membent
Ronald masih membayangkan bagaimana pertemuanya dengan Bella kembali. Dia sangat ingin lebih banyak waktu bicara dengan Bella meski hal itu tidak mungkin. Dia penasaran bagaimana bayi yang ada di dalam kandungannya. Apakah ada foto USG nya.Karena meski bagaimanapun anak yang dikandung oleh Bella adalah anaknya sendiri. Apalagi anak mereka berdua adalah laki laki.“Anak Bella laki laki,” gumam Ronald.“Sudah lama aku ingin punya anak laki laki.”Ronald merasa tak akan mendapatkan kesempatan dua kali lagi untuk mendapatkan anak laki-laki. Laura sudah tak bisa memberikannya keturunan lagi. Rahimnya diangkat karena pernah mengalami kecelakaan dulu.Entah mengapa terbesit dalam pikiran Ronald untuk mengambil anak Bella. Agar dia bisa merawatnya. Menjadikan anak itu penerus di perusahaan. Tak seperti Zhe yang akhirnya hanya membuat masalah. Ronald takut Zhe akan melakukan kesalahan yang sama, atau lebih parah lagi di masa yang akan datang. Akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan karena
Pagi itu Bella menemui Laura, dia ingin mengatakan pada atasannya itu jika sekarang akan mengundurkan diri menjadi manajernya dan ingin fokus pada kehamilannya.Laura yang mendengar itu tentu saja kecewa apalagi Bella adalah seseorang yang dapat dia andalkan selama ini. “Padahal aku masih dalam keadaan seperti ini, tapi kamu malah meninggalkanku,” kata Laura.“Atau jangan jangan kamu begini karena aku sepi job dan banyak masalah?” tebak Laura penuh curiga.“Bukan begitu,” sambar Bella. “Kehamilan saya semakin hari semakin tua. Saya sudah nggak bisa segesit dulu, sepertinya ada baiknya kalau kamu memiliki manajer yang lebih muda.”“Apa suamimu yang menyuruhmu?” tebak Laura yang kali ini benar.Bella diam.“Aku iri padamu,” kata Laura tiba tiba, Bella terkejut mendengar hal itu.“Kamu memiliki suami yang sangat perhatian padamu. Berbeda dengan Ronald.”“Memang kenapa dengan Pak Ronald?”“Dia berubah. Dia sangat tidak peduli padaku. Mungkin jika aku mati dia tak akan peduli.”“Tolong jan
Beberapa bulan kemudian …Bella merasakan mulas pada perutnya. Awalnya dia pikir dia hanya sakit perut biasa. Namun, ketika melihat bercak merah di celana dalamnya, Bella menyadari jika dia akan melahirkan sebentar lagi.“Bu, aku sepertinya mau melahirkan,” kata Bella setengah panik pada ibunya. Menjelang anaknya lahir ibunya memang siap siaga menemani Bella. Takut terjadi sesuatu pada putrinya tersebut.Jona masih bekerja, sementara hari itu masih pagi dan Jona belum ada dua jam di kantor.“Kalau begitu kita ke rumah sakit saja sekarang, nanti kita hubungi suamimu,” kata ibunya yang kini sudah sembuh mulutnya.Bella pun menurut. Bersyukur semua pakaian dan segala macam kebutuhan untuk melahirkan sudah dia siapkan sebelumnya. Jadi dia tinggal pergi ke rumah sakit saat itu.Di perjalanan, Bella mencoba menghubungi Jona. Akan tetapi lelaki itu tak langsung mengangkatnya.“Ke mana sih dia, padahal lagi darurat begini,” gumam Bella di dalam taksi.“Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Ata