Ronald masih membayangkan bagaimana pertemuanya dengan Bella kembali. Dia sangat ingin lebih banyak waktu bicara dengan Bella meski hal itu tidak mungkin. Dia penasaran bagaimana bayi yang ada di dalam kandungannya. Apakah ada foto USG nya.Karena meski bagaimanapun anak yang dikandung oleh Bella adalah anaknya sendiri. Apalagi anak mereka berdua adalah laki laki.“Anak Bella laki laki,” gumam Ronald.“Sudah lama aku ingin punya anak laki laki.”Ronald merasa tak akan mendapatkan kesempatan dua kali lagi untuk mendapatkan anak laki-laki. Laura sudah tak bisa memberikannya keturunan lagi. Rahimnya diangkat karena pernah mengalami kecelakaan dulu.Entah mengapa terbesit dalam pikiran Ronald untuk mengambil anak Bella. Agar dia bisa merawatnya. Menjadikan anak itu penerus di perusahaan. Tak seperti Zhe yang akhirnya hanya membuat masalah. Ronald takut Zhe akan melakukan kesalahan yang sama, atau lebih parah lagi di masa yang akan datang. Akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan karena
Pagi itu Bella menemui Laura, dia ingin mengatakan pada atasannya itu jika sekarang akan mengundurkan diri menjadi manajernya dan ingin fokus pada kehamilannya.Laura yang mendengar itu tentu saja kecewa apalagi Bella adalah seseorang yang dapat dia andalkan selama ini. “Padahal aku masih dalam keadaan seperti ini, tapi kamu malah meninggalkanku,” kata Laura.“Atau jangan jangan kamu begini karena aku sepi job dan banyak masalah?” tebak Laura penuh curiga.“Bukan begitu,” sambar Bella. “Kehamilan saya semakin hari semakin tua. Saya sudah nggak bisa segesit dulu, sepertinya ada baiknya kalau kamu memiliki manajer yang lebih muda.”“Apa suamimu yang menyuruhmu?” tebak Laura yang kali ini benar.Bella diam.“Aku iri padamu,” kata Laura tiba tiba, Bella terkejut mendengar hal itu.“Kamu memiliki suami yang sangat perhatian padamu. Berbeda dengan Ronald.”“Memang kenapa dengan Pak Ronald?”“Dia berubah. Dia sangat tidak peduli padaku. Mungkin jika aku mati dia tak akan peduli.”“Tolong jan
Beberapa bulan kemudian …Bella merasakan mulas pada perutnya. Awalnya dia pikir dia hanya sakit perut biasa. Namun, ketika melihat bercak merah di celana dalamnya, Bella menyadari jika dia akan melahirkan sebentar lagi.“Bu, aku sepertinya mau melahirkan,” kata Bella setengah panik pada ibunya. Menjelang anaknya lahir ibunya memang siap siaga menemani Bella. Takut terjadi sesuatu pada putrinya tersebut.Jona masih bekerja, sementara hari itu masih pagi dan Jona belum ada dua jam di kantor.“Kalau begitu kita ke rumah sakit saja sekarang, nanti kita hubungi suamimu,” kata ibunya yang kini sudah sembuh mulutnya.Bella pun menurut. Bersyukur semua pakaian dan segala macam kebutuhan untuk melahirkan sudah dia siapkan sebelumnya. Jadi dia tinggal pergi ke rumah sakit saat itu.Di perjalanan, Bella mencoba menghubungi Jona. Akan tetapi lelaki itu tak langsung mengangkatnya.“Ke mana sih dia, padahal lagi darurat begini,” gumam Bella di dalam taksi.“Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Ata
Wajah Bella memucat karena Ronald dan rasa sakit yang dia rasakan. Dia bahkan tidak sanggup untuk menampar Ronald karena tenaganya yang sudah habis karena menahan kesakitan.“Aku akan pergi, tapi aku akan kembali untuk melihat anakku,” kata Ronald dengan tatapan penuh ancaman. Dia kemudian keluar dan meninggalkan stress pada Bella. Keringat dingin mulai mengucur. Perawat masuk dan mengatakan jika Bella masih harus menunggu hingga semua pembukaan selesai.Bella tak tahu sampai kapan dia harus merasakan sakit ini apalagi pembukaannya tak mengalami peningkatan.“Kalau sampai nanti sore gak ada peningkatan, kita harus melakukan cesar,” kata dokter kandungan yang menanganinya.“Tapi …”“Kalau nggak, bayi Anda dalam bahaya. Karena air ketubannya akan semakin berkurang, bahkan habis,” jelas dokter panjang lebar.“Bella, sebaiknya kamu dengarkan saja apa kata dokter,” ucap ibunya. Dia teramat sangat mencemaskan putrinya, sekaligus calon cucunya.“Tapi Bu.” Lagi-lagi Bella harus menggigit bibi
Zhe langsung bergegas pulang sebelum ayahnya memrgoki dirinya ada di sana. Bisa bisa dia akan dikurung di dalam kamarnya kalau sampai ayahnya tau , kalau dia melakukan hal yang memalukan seperti itu.Tapi ketika dia hendak keluar dari lobi, dia tak sengaja bertemu dengan Jona yang hendak pergi keluar untuk membeli makan sebentar.“Zhe?” “Om Jona?”“Kamu ngapain di sini?” tanya Jona.“Oh itu… temenku ada yang sakit,” jawabnya bohong. Tak mungkin dia mengatakan kalau dia sedang mengkuti ayahnya ke sana.“Temen kamu sakit apa?”“Tipes Om. Kalau gitu aku pulang dulu ya.” Zhe segera melarikan diri dari Jona sebelum lelaki itu memergoki dirinya sedang berbohong.Untung saja Jona saat itu tidak berpikir aneh aneh dan percaya dengan ucapan Zhe.**Jam sebelas malam, Zhe masuk ke rumah. Tapi dia menemukan ibunya ada di ruang tamu dengan pandangan yang mengerikan.“Baru dari mana kamu?” tanya Laura.“Rumah sakit.”“Ngapain? Kamu sakit?” tanya Laura lagi. Sambil mengikuti anaknya ke kamarnya.“
Siangnya, Laura menjenguk Bella. Dia jelas harus menjenguknya karena meski bagaimanapun dia adalah mantan manajernya. Siang itu Bella sedang menyusui anaknya. Tak ada Jona di sana karena lelaki itu sedang bekerja.“Bagaimana keadaan kalian berdua?” tanya Laura pada Bella yang saat itu terlihat sedikit gemuk.“Baik, Bu Laura. Terima kasih sudah menjenguk saya,” kata Bella.“Anak kamu ganteng,” puji Laura.“Terima kasih.”“Mirip kamu,” tambah Laura. Tapi entah mengapa hati kecilnya berkata lain.“Bell, apa tadi malam suamiku ke sini?” tanya Laura.Bella yang tadinya tersenyum langsung menyembunyikan senyumnya.“Kenapa Bu Laura tanya begitu? Tentu saja tidak. Tadi malam cuma ada ibu dan Jona.”“Begitu ya? Padahal suamiku semalam ke sini. Katanya jenguk kamu.”“Oh… ya?”“Dia udah mulai berbohong,” kata Laura.“Zhe bilang kalau suamiku punya wanita lain. Tapi aku belum memergokinya.”“Kenapa Zhe bisa bilang begitu?” tanya Bella sedikiit gugup. Padahal dia juga bukan selingkuhan Ronald. Han
Saat itu Jona sedang di rumah sakit. Dia mengobrol dengan Bella yang rupanya harus berada di rumah sakit dua hari lagi. “Bell, nanti ketika sudah pulang, kita harus serius membicarakan nama untuk bayi kita yang baru lahir.” Jona memandang bayi yang baru lahir itu sedang dipeluk ibunya. “Iya, tapi aku sudah punya ide nama yang sempurna,” sahutnya antusias. Dia melupakan kejadian kemarin ketika Laura menemuinya. “Serius? Bagaimana dengan nama-nama yang pernah kita bicarakan sebelumnya?”“Aku pikir kita harus memberinya nama yang benar-benar unik, seperti "Bunga Matahari" atau "Bintang Malam".”“Eh, tunggu dulu. Kita harus memikirkan bagaimana nama itu akan terdengar saat dipanggil di sekolah atau nanti ketika dia dewasa.” Jona terdengar serius memberikan nama untuk anaknya tersebut. “Baiklah, kalau begitu bagaimana dengan "Sinar Mentari" atau "Pesona Bulan".”“Hmm, mungkin kita bisa menemukan nama yang lebih umum tapi tetap istimewa. Bagaimana dengan "Ariandra".”“Ariandra... itu te
Setelah ibu Bella keluar dari ruangan, dia terkejut mendapati Ronald di depan kamar Bella. Ekspresi wajahnya terlihat campur aduk antara terkejut dan sedih."Pak Ronald, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya ibu Bella dengan heran.Ronald menatap ibu Bella dengan tatapan kosong. "Maafkan aku, tante. Saya hanya ingin menjenguk Bella baik-baik saja."Ibu Bella mengangguk mengerti, tetapi tetap terlihat khawatir. “Anda harus pergi, Pak Ronald. Bella butuh ketenangan.”"Apakah hubungan Pak Ronald dan Bu Laura baik baik saja?" tanya Bella pada Jona saat ibunya keluar. "Aku gak yakin soal itu. Tapi sepertinya mereka sedang ada masalah,” jawab Jona.“Tapi tetap saja kan. Apalagi Pak Ronald mengunjungiku kemarin. Aku nggak enak,” kata Bella. Jona terkejut karena Ronald rupanya sudah ke rumah sakit. Tapi kenapa?“Kupikir dia mau merebut anakku,” kata Bella. “Bella, mungkin kamu sedang terlalu emosional dan terbawa perasaan. Apakah kamu yakin Ronald benar-benar ingin merebut anakmu? Bisa ja