Jona terkejut. Ia tersadar dari lamunannya. Lalu menoleh ke arah Dila. “Nggak, nggak. Aku nggak kenapa-kenapa,” jawab Jona. Ia masih asyik memerhatikan Bella.Makanan yang dipesan oleh Bella belum jadi. Masih ada 1 antrian lagi. Akan tetapi dengan konyolnya Jona malah mengajak Bella untuk pergi meninggalkan tempat penjual bubur itu.“Udahlah. Nggak usah beli bubur. Kita cari makanan lain aja,” ucap Jona.Bella menghentikan sejenak aktivitasnya. Lalu menatap ke arah Jona. Ia memiringkan kepalanya menatap Jona, tak mengerti mengapa tiba-tiba Jona bersikap demikian.“Apa maksudmu. Kita tinggal nunggu satu antrian lagi lho. Nggak sabaran banget jadi orang,” omel Bella.“Udah, ayo!” paksa Jona sambil menarik pergelangan tangan Bella.“Eh, eh. Kok ditarik-tarik segala sih?” protes Bella.Bella yang merasa tak enak hati kepada Dila kemudian tertawa canggung. Lalu berpamitan pergi. “Dila. Maaf ya. Aku pergi duluan. Nggak tau nih kenapa Jona jadi aneh gini.”Dila hanya bisa memaksakan senyumny
Jona dengan sigap pasang badan menutupi badan Bella. Dan akhirnya dia yang terkena cipratan air yang berasal dari genangan di jalan. Bella membelakakan matanya atas aksi yang Jona lakukan untuknya. Sementara Jona memejamkan matanya.Suasana sempat hening sesaat. Sampai suara Ibu yang menjual sarapan membuyarkan lamunan mereka. “Gimana sih itu mobil?! Hati-hati dong, ngenain orang nih!” omelnya. Akan tetapi pemilik mobilnya mana dengar. Karena sudah terlanjur melaju dan tak memedulikan kekacauan yang dibuatnya.“Astaga Jona. Baju kamu kotor dan basah,” ucap Bella sambil memegangi lengan dan punggung Jona yang basah secara bergantian.Jona menghindar. Karena tak ingin Bella ikut kotor dan basah. “Udah, udah. Jangan pegang nanti kamu ikutan kotor. Aku nggak apa-apa kok.” Jona berbohong.“Nggak apa-apa gimana. Baju kamu basah kayak gini,” sahut Bella dengan nada cemas.“Kita kan mau pulang. Jadi nggak masalah nanti sekalian mandi,” kilah Jona.“Okey,” sahut Bella berusaha mengikuti kemaua
“Aku juga nggak tau dari siapa. Nomornya nggak tertera di kontak ku,” jawab Bella.Jona hanya manggut-manggut mengerti. Sementara Bella yang hampir menggeser tombol hijau pada layar, memutuskan untuk menundanya. “Lagian kenapa kamu tiba-tiba jadi penasaran gitu sih sama urusanku?” tanya Bella yang baru menyadari rasa penasarannya.“Ya. Aku cuma penasaran aja. Kenapa emangnya nggak boleh?” Jona bertanya balik.Bella diam. Bukan karena tidak tahu jawabannya. Akan tetapi karena ingin mengangkat telepon.“Halo. Selamat pagi. Dengan siapa saya bicara?” tanya Bella saat sambungan teleponnya sudah terhubung.Seperti biasanya, ternyata yang menghubungi Bella adalah calon klien dari Laura. Orang tersebut ingin menawarkan kerjasama dengan Laura.“Perkenalkan saya dari Stasiun Televisi A. Saya ingin menawarkan kerjasama. Apakah Anda bisa ke tempat kami pagi ini?” jawab seseorang dari pihak stasiun televisi.“Maaf, perlu saya informasikan sebelumnya bahwa saat ini artis kami, yaitu Bu Laura sedan
Kalau dijawab tidak tahu pasti membuat Bella menjadi curiga. Rendy juga yakin Bella akan menyuruh Rendy untuk mengangkatnya. Maka Rendy terpaksa berbohong.“Itu klien Ayah. Ayah belum sempat menyimpan nomornya tadi,” jawab Rendy.“Lalu kenapa nggak diangkat, Yah?” tanya Bella semakin penasaran.Sementara Jona hanya bisa diam dan memerhatikan. Lalu Rendy menatap ke arah menantunya tersebut. “Jona. Sebaiknya kamu segera berangkat ke perusahaan aja. Ayah takut kamu bakal kesiangan,” sarannya.Kata-kata ayah Bella memang ada benarnya. Jona mengangguk-angguk setuju. Kemudian berpamitan kepada Rendy. “Iya, Ayah. Kalau begitu Jona berangkat kerja dulu.”Rendy tersenyum. “Iya. Hati-hati di jalan. Dan semoga hari ini pekerjaanmu lancar,” ucapnya.“Iya, Ayah. Terima kasih banyak,” sahut Jona.Rendy mengangguk. “Sama-sama.” Kemudian Jona berangkat bekerja. Di depan ayahnya Bella. Jona berusaha bersikap sewajar mungkin layaknya suami-suami lain yang akan berangkat bekerja. Yaitu berpamitan kepada
Tanpa meminta izin dari Bella. Jona kemudian mengelus perut Bella. Tepat pada bagian yang menonjol. “Astaga! Apa yang kamu lakukan?!” seru Bella karena panik.Jona dengan cepat membungkam mulut Bella. “Jangan berisik. Nanti kalau Ibu tau gimana?” tanya Jona sambil menatap mata Bella.Seketika ruangan itu menjadi panas. Atau hanya Bella saja yang merasakan hal itu. Karena grogi dengan Jona yang berada hanya beberapa sentimeter di depannya.“Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku tak berniat menyentuhmu aku cuma mau nenangin anakmu aja,” ucap Jona.Mulut Bella kelu. Dia tak bisa berkata-kata. Hanya bisa diam. Dan ajaibnya anak di kandungan Bella kini menjadi lebih tenang. Janin Bella tak lagi menendang. Lalu Bella bisa menghela napas dengan lega.“Gimana?” tanya Jona.“Apanya?” Bella bertanya balik karena tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Jona.“Bayi kamu udah diam. Kamu masih ngrasain sakit nggak?” tanya Jona memperjelas pertanyaannya.Bella mengangguk perlahan. “Udah,” jawabn
“Jangan marah,” ucap Jona.Tanpa kata Bella menoleh dengan wajah yang masih menahan kesal.Jona membujuknya. “Aku mau kok,” lanjutnya.Bella melirik ke arah pergelangan tangannya. “Iya, tapi lepasin tanganku,” ucapnya.Jona kemudian melepaskannya. Dan meminta maaf. “Sorry.”Setelah itu Bella berjalan kembali ke ranjang. Jona pikir Bella juga akan ke dapur untuk makan. Ternyata tidak. Jona kemudian bertanya. “Kamu emangnya nggak ikut makan?” “Nggak. Aku udah kenyang,” jawab Bella.“Lho. Katanya tadi mau makan makananku. Yang bener yang mana?” tanya Jona tak mengerti.“Iya itu kalau kamu nolak tadi. Kan mubazir kalau nggak dimakan,” jawab Bella dengan jujur.“Ya udah ayo. Paling nggak kamu kan bisa temenin aku makan,” ajak Jona.“Harus banget?” tanya Jona.“Harus pakai banget,” jawab Jona. Ia bersiap menghampiri Bella dan hendak meraih tangannya. Namun dengan cepat Bella menyadarinya dan menarik tangannya.“Aku bilang jangan pegang-pegang,” protes Bella.Jona mendekatkan wajahnya pada
“Kamu kok terkesan malas berbicara dengan ayahmu sendiri,” sahut ayahnya Jona di ujung telepon.Jona selalu seperti itu. Nampak tidak antusias saat berbicara dengan ayahnya sendiri. Dendam yang ia simpan dari kecil belum bisa Jona musnahkan dari dalam hatinya.“Langsung saja. Kenapa Ayah menghubungi Jojo di pagi buta seperti ini?” tanya Jona yang tak ingin lagi berlama-lama mendengar suara ayahnya.“Apalagi. Ayah hanya menunggu kamu pulang,” jawab ayah Jona.“Iya. Akan Jojo usahakan nanti. Udah dulu ya, Yah. Jojo ngantuk mau tidur lagi,” pamit Jona. Ia terpaksa berbohong. Padahal sejak tadi ia belum tidur.Masih ada 2 setel baju lagi milik Bella. Dengan cepat Jona menyetrikanya. Karena dia tak terbiasa meninggalkan pekerjaan yang tidak tuntas. “Hah… akhirnya selesai juga,” gumam Jona merasa lega. Melihat kasurnya yang empuk Jona rasanya rindu tidur di sana. Akan tetapi sudah ada Bella yang berbaring di sana dengan nyenyaknya. Wanita itu bisa berpikir macam-macam jika dia nekat tidur
“Apa yang kamu pikirkan? Kamu nggak mikir macem-macem kan sama kalimatku tadi?” tebak Jona yang menatap Bella dengan pandangan curiga.“Emangnya aku mikir apa?” Bella ternyata balik. “Aku kan tanya. Maksud kamu partner itu kayak gimana? Ini bukan rumah tangga normal kayak punyanya orang-orang Jona. Wajar kalau aku jadi bertanya-tanya dengan maksud kamu tadi,” lanjutnya.“Udahlah. Aku udah kesiangan ini. Nanti aja aku jelasin. Setelah pulang kerja,” ucap Jona. Dengan mantap kemudian ia melangkah pergi.“Tunggu, Jona! Aku belum selesai bicara sama kamu,” cegah Bella seraya bangkit dari tempat duduknya dan hendak menyusul Jona. Namun suara lonceng yang ibunya bunyikan membuat Bella mengurungkan niatnya. Lalu berjalan menuju ke kamar ibunya.“Iya. Tunggu sebentar Bu. Bella datang,” ucap Bella sambil berjalan.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Bella. Mita mengangguk. Kemudian memberikan kode bahwa dia ingin mandi. “Ibu mau mandi sekarang?” tanya Bella memastikan.Dan setelah ibunya mengang
Waktu telah lama berlalu, Norma mulai menunjukkan tanda tanda perubahan. Dia terlibat dalam program program rehabilitasi di dalam penjara dan mulai memperdalam pemahamannya tentang dirinya sendiri. Dia belajar mengelola emosi dan membuat keputusan yang lebih bijaksana, serta merencanakan langkah langkah untuk masa depannya setelah keluar dari penjara.Ketika hari pembebasannya semakin dekat, Norma merasa campur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Dia tahu bahwa kehidupannya akan berubah lagi ketika dia kembali ke dunia luar, dan dia berharap bahwa dia siap untuk menghadapinya. Dengan dukungan dari keluarga dan tekad yang baru ditemukannya, Norma bersumpah untuk menjalani hidup yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab setelah dia dibebaskan.*** Norma duduk di sebuah kafe, mencerna sensasi kebebasan yang baru ia rasakan. Setelah beberapa tahun di penjara, setiap momen di luar terasa seperti anugerah yang tak terhingga baginya. Namun, di antara kegembiraannya, ada perasaan cemas
Nyonya Evelyn merasa prihatin dengan kondisi ibu kandung Jona yang sudah lumpuh bertahun tahun. Dia merasa perlu untuk mencari bantuan profesional yang terbaik untuk membantu kesembuhan ibu Jona. Setelah melakukan penelitian dan mencari referensi, Nyonya Evelyn menemukan seorang dokter ahli terkenal dalam rehabilitasi medis dan pemulihan kondisi fisik yang serius.Dokter tersebut dikenal karena keahliannya dalam merancang program rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kemampuan mereka. Dia memiliki pengalaman luas dalam merawat pasien dengan berbagai kondisi fisik, termasuk lumpuh, dan memiliki reputasi yang baik dalam membantu pasien mencapai kemajuan signifikan dalam pemulihan mereka.Dengan harapan untuk membantu ibu kandung Jona mendapatkan perawatan terbaik, Nyonya Evelyn mengatur pertemuan dengan dokter tersebut. Mereka bertemu di kantor dokter, di mana dokter tersebut melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi ibu Jona dan merencanakan program rehabilit
Kehadiran ibu kandung Jona, Nyonya Margaret, bersama dengan perawatnya, menyebabkan gemuruh di rumah Bella dan Jona. Meskipun Bella merasa sedikit tegang dengan kedatangan mendadak itu, dia menyambut ibu Jona dengan senyum hangat, memperkenalkan cucu cucunya dengan penuh kebanggaan.Nyonya Margaret, dengan wajah yang dipenuhi dengan campuran antara senyum dan raut penyesalan, mengamati Aurora dan Rafael dengan penuh kasih sayang. Meskipun ada ketegangan yang tersisa di udara, Bella berusaha untuk menciptakan suasana yang hangat dan ramah.Namun, ketegangan di rumah semakin bertambah ketika ayah Jona dan ibu tiri Jona tiba tak lama setelah itu. Kecanggungan yang luar biasa melanda ruangan saat ketiga orang itu bertemu di hadapan yang lainnya.Ayah Jona, seorang pria yang serius dan berwibawa, menyambut Bella dan anak anaknya dengan sapaan yang sopan, tetapi tetap menjaga jarak yang terasa tegang. Sementara itu, Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona, mencoba untuk menjaga ketenangan dengan senyu
Sembilan bulan kemudian…Sembari berbaring di ranjang rumah sakit, Bella menahan rasa sakit yang melanda tubuhnya dengan erat. Wajahnya terhuyung huyung di antara ekspresi keteguhan dan kelelahan yang tak terelakkan. Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona yang setia, berdiri di sampingnya dengan tatapan penuh perhatian dan kekhawatiran yang dalam.“Ibu akan di sini untuk menemani perjuanganmu, sayang,” ucap Ibu tiri Jona.“Berjuanglah, Sayang,” kata Bella ikut memberikan dukungan. Sementara Bella sibuk berkonsentrasi memperjuangkan kelahiran anaknya.Bunyi detak mesin yang mengawasi detak jantung bayi yang belum lahir terdengar di ruangan itu, menciptakan ketegangan yang mendalam. Dokter dan perawat bergerak dengan cepat dan cermat, siap untuk membantu Bella melalui proses yang mengharukan ini.Bella menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang luar biasa saat kontraksi mengguncang tubuhnya. Dia merasakan tubuhnya bergetar dengan kekuatan alam yang menggerakkan proses kelahiran. Tatapan mat
Bella, meskipun Norma telah dipenjara, masih merasakan dampak traumatis dari peristiwa yang telah terjadi. Dia merasa takut dan tidak aman, bahkan di lingkungan yang seharusnya memberinya perlindungan. Trust issue yang dia alami membuatnya sulit untuk mempercayai siapa pun, termasuk asisten pribadi yang diberikan oleh Jona untuk membantunya.Jona, yang sangat peduli dengan kesehatan mental Bella, berusaha keras untuk memberikan dukungan dan bantuan yang dia butuhkan. Dia berharap bahwa dengan hadirnya asisten pribadi, Bella akan merasa lebih terbantu dan didukung dalam mengatasi trauma yang dia alami.Namun, rencana Jona tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Bella tetap waspada dan tidak bisa membuka diri bahkan kepada asisten pribadi yang telah ditunjuk khusus untuknya. Setiap upaya yang dilakukan untuk mendekatinya bertemu dengan tembok percaya diri yang kokoh yang telah dibangun oleh pengalaman traumatisnya.“Aku tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghilangkan rasa traumatisnya
Setelah berjanji untuk berubah menjadi lebih baik, Norma tampaknya mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. Ketika dia mengetahui bahwa Bella sedang hamil anak Jona, gelombang kemarahan dan kecemburuan kembali memenuhi pikirannya. Meskipun dia telah berusaha untuk menahan diri, namun dorongan untuk membalas dendam terhadap Bella dan Jona kembali menghantui dirinya.“Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan. Seharusnya aku yang mengandung anak, Jona. Bukan kamu, Bella!” Norma mengamuk sambil menyapu semua yang ada di meja riasnya. Akibatnya semua peralatan make-up nya berserakan di lantai.“Kamu nggak boleh bahagia di atas penderitaanku, Bella. Tidak boleh. Aku harus lakukan sesuatu!”Tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya, Norma merencanakan sesuatu yang gelap. Dalam kegelapan malam, dia merayap ke rumah Bella dan Jona dengan niat yang tidak baik. Dengan hati yang penuh dendam, dia mencoba untuk menyakiti Bella, dan mungkin juga calon bayi mereka.Namun, sebelum dia dapat melaksanakan
Langkah Norma untuk memviralkan informasi tentang Zhe ke media sosial, menyebabkan kehebohan besar di antara para pengguna media sosial. Berita tersebut menyebar dengan cepat, mengguncang dunia hiburan dan industri musik di mana Laura, ibu Zhe, adalah figur terkenal.Tidak butuh waktu lama bagi berita tersebut untuk mencapai telinga Ronald, yang segera menyadari bahwa rencana Norma telah berbuah pahit bagi keluarganya. Dia merasa putus asa dan marah, meratapi kerugian besar yang dideritanya, baik secara pribadi maupun profesional.“Sial! Beritanya sudah menyebar,” umpat Ronald dengan penuh emosi. Laura, meskipun terguncang dengan paparan publik tentang masalah pribadi keluarganya, tetap tenang dan tegar. Dia memilih untuk fokus pada kesembuhan Zhe, meskipun hal tersebut berarti harus menghadapi konsekuensi dari tindakan Norma.Sementara itu, Bella dan Jona tidak terhindar dari dampak dari berita tersebut. Mereka mengalami tekanan tambahan dari publik dan media, yang menempatkan merek
Norma, yang telah lama menunggu aksi Ronald selanjutnya dalam menganggu bella dan Jona, merasa resah dengan keheningan yang terjadi belakangan ini. Dia memutuskan untuk mengambil inisiatif dan menemui Ronald, mencoba mencari tahu apakah dia benar benar telah berhenti mengganggu Bella dan Jona.Dengan hati yang berdebar, Norma mengetuk pintu rumah Ronald. Saat Ronald membukakan pintu, Norma langsung melontarkan pertanyaannya dengan penuh kekhawatiran."Ronald, aku harus tahu apa yang terjadi," ucap Norma dengan suara gemetar. "Langkah apa lagi yang akan kamu ambil terhadap Bella dan Jona? Mereka sudah cukup lama hidup tenang."Ronald menatap Norma dengan serius, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Norma, aku harus jujur padamu. Aku sudah berhenti," ujarnya dengan tegas.Norma merasa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. "Bagaimana mungkin aku percaya padamu setelah semua yang sudah terjadi?" kata Norma dengan nada yang tajam.Ronal
Keesokan harinya, suasana di rumah Zhe terasa hening. Zhe masih tertidur, terpapar oleh kelelahan dan ketidakpastian. Namun, keheningan itu tiba tiba terputus oleh suara keras dari pintu depan.Kedatangan polisi yang tak terduga membuat Ronald. Laura yang pagi itu datang untuk menemui Zhe tak kalah terkejut. Mereka bingung dan khawatir, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, kekhawatiran mereka mencapai puncaknya saat polisi meminta izin untuk memeriksa kamar Zhe.Dengan hati yang berdebar, Ronald dan Laura mengizinkan polisi masuk. Mereka menyaksikan dengan mata terbelalak ketika polisi menemukan paket kecil yang berisi narkotika di dalam laci meja Zhe.Ronald merasa dunianya hancur saat itu. Dia merasa bersalah karena telah menyia nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Zhe. Laura, sementara itu, hancur karena melihat anaknya yang terperangkap dalam lingkaran kejahatan yang gelap.Tanpa berkata sepatah kata pun, polisi membawa Zhe pergi untuk diperiksa lebih lanj