“A-aku akan kembali lagi nanti!” Annelies berbalik.Dia berniat keluar, bahkan sudah menarik pintu. Namun, tiba-tiba Dan Theo mendorong pintu dari belakang hingga membuatnya tertutup lagi. Pria itu mendekati telinga Annelies dan lantas berbisik, “kau mau kabur, istriku?”Sial, Annelies jadi sulit menelan saliva saat napas hangat Dan Theo menyapu lehernya. “Sepertinya aku datang terlalu cepat, aku tidak tahu kau baru selesai mandi. Pa-pakai dulu bajumu, aku akan menunggu di luar,” tutur Annelies terbata.Dia memutar kenop pintu, tapi tangan besar Dan Theo malah merengkuhnya seraya berkata, “tetaplah di sini. Lagi pula aku tidak perlu memakai baju.”Annelies tersentak. Dia malu sendiri melihat Dan Theo yang telanjang dada! Ya, suaminya itu hanya mengenakan handuk putih untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Walau mereka sudah menikah, tapi hubungan ini didasari kontrak dan bayaran ‘kan?Belum sampai Annelies menjawab, Dan Theo kembali berujar, “aku butuh bantuanmu. Jadi jangan pergi,
“Tidak, a-aku hanya melihatnya saat transaksi di benua Woll tahun lalu,” tutur wanita geng Ceko itu.Urat di leher Kaelus menegang. Jika itu transaksi, berarti memang benar. Bahkan waktu dan tempat yang disebutkan juga tepat.“Bagaimana bisa kau bertemu dengannya? Apa organisasi kalian menangkap orang ini?!” Kaelus bertanya dengan rahang mengeras.“Aku tidak tahu. Saat itu anggota kami sudah menahannya. Aku tidak tahu kenapa pria ini bisa masuk ke kapal kami,” sahut wanita tadi mengalihkan pandang.Melihat eksresinya yang berubah panik, Kaelus pun jadi curiga.‘Velos bukan orang sembarangan. Dia penembak jitu yang sulit tertangkap, meski musuhnya ada puluhan orang!’ batin Kaelus mengernyit. ‘Aku yakin ada sesuatu yang sembunyikan wanita ini!’Dia merapatkan pistol ke pelipis sanderanya, hingga wanita itu kembali tegang.“Hei, a-apa lagi yang kau lakukan? Bukankah aku sudah menjawab semuanya?!” Wanita tersebut protes.“Katakan, apa yang kalian lakukan padanya?!” Mata Kaelus bergetar s
“Benar, Tuan Lovis terkena demensia beberapa tahun lalu dan kehilangan ingatannya. Beliau tidak bisa mengingat kenangan atau orang-orang yang beliau kenal. Tapi ada kalanya beliau ingat peristiwa atau orang tertentu,” tutur petugas panti jompo Laviere.Bukan mustahil jika mantan kepala pelayan mansion Langford itu terkena demensia. Usianya juga sudah tua saat melayani keluarga Langford. Namun, bagi Logan, kalimat terakhir petugas panti jompo itu seperti angin di tengah sesaknya ruangan.“Ijinkan saya bertemu dengannya. Siapa tahu dia mengingat saya!” tukas Logan bertekad.Ya, meski kemungkinannya kecil, Logan harus bertemu mantan kepala pelayan atau dia akan frustasi karena dokumen tes DNA itu.Setelah menimang-nimang, akhirnya petugas panti jompo itu membalas, “baiklah, Anda bisa menemuinya, Tuan. Tapi tolong jangan memaksanya jika beliau tidak mengingat Anda.”Petugas tadi lantas membawa Logan ke lantai empat gedung tersebut.Dia mengetuk salah satu kamar di sana, seraya berkata, “T
‘Dan Theo?!’ batin Annelies menatap tegang.Ya, Dan Theo yang melihat Logan menjambak rambut sang istri, sontak menggertakkan gigi.“Lepas, atau aku akan mematahkan tangan busukmu!” decaknya penuh ancaman.Seringai berbahaya seketika merayapi bibir Logan. Baru kali ini dia menatap wajah murka Dan Theo, sungguh menarik.“Kau mengancamku? Apa kau tidak takut mati?!” Logan menyambar tanpa takut.Ya, dia sudah menghadapi banyak bajingan. Tapi Dan Theo terasa lebih seru karena dia bisa menekannya melalui Annelies.“Jalang ini, aku ingin sekali membunuhnya!” tukas Logan seiring jambakannya yang kian kuat.Annelies mendongak kesakitan, tapi dia tak sudi memohon. Namun, itu semakin memicu amukan Dan Theo.Pria tersebut masuk ke mobil, tangannya bergerak cepat memukul leher Logan. Karena itu, Logan hilang fokus, cengkermannya dari rambut Annelies melonggar. Saat itulah, Dan Theo menangkis tangannya sampai Logan melepaskan Annelies.“Keluarlah!” tukas Dan Theo melirik sang istri.Annelies menur
***“Aku penasaran, hadiah apa yang kau tinggalkan?” tutur Annelies begitu tiba di penthouse.Ya, tanpa disangka dirinya berhasil menembak target di titik sempurna. Wanita itu menagih hadiah yang dijanjikan, tapi Dan Theo bilang hadiahnya sudah dia letakkan di kamarnya.“Kau akan tahu setelah melihatnya, istriku,” sahut Dan Theo yang berjalan sambil memeluk pinggangnya.“Cih!” Annelies pun mendesis.Namun, Dan Theo tiba-tiba menahan sebelum Annelies masuk ke kamarnya.“Apa kau sibuk besok malam?” tanya sang pria.Annelies mengernyit, lalu menjawab, “mungkin tidak.”“Kalau begitu, kita bertemu Kaelus besok malam.”“Baiklah, aku akan memesan tempat di Hotel & Resto PeterSoul. Besok akhir pekan, siapa tahu kita bisa bertemu Felix Einberg lagi.” Annelies berbinar saat menyebut nama tersebut dan itu mengubah raut wajah suaminya jadi muram.Dan Theo seketika melipat kedua tangannya ke depan dada. Dia melangkah mendekati Annelies dengan tatapan dingin.“A-ada apa? Heuh, kenapa kau terus ….”
“Anda salah, kami bukan pas—”“Anda memiliki mata yang bagus.” Dan Theo memotong ucapan Kaelus seraya beralih menatap Pelayan tadi.Pelayan itu tersenyum, lalu membalas, “kebetulan sekali. Kami memiliki rekomendasi menu untuk pasangan kencan ganda.”Annelies yang sebelumnya tidak pernah berkencan dan hanya sibuk kerja, jadi penasaran tentang itu. Dia ingin tahu, seperti apa pasangan muda menghabiskan waktu bersama. Apalagi kencan ganda. “Sepertinya menarik. Apa kalian tidak masalah jika kita memesannya?” Annelies bergantian menatap orang-orang di mejanya.Cloe tentunya mengikuti keinginan Annelies, tapi Kaelus hanya menampilkan ekspresi dingin. “Bagaimana, Kaelus?” Annelies malah sengaja bertanya pada pria gondrong itu.Kaelus mengedutkan alisnya, lalu mendecak sinis. “Terserah saja!”“Baiklah, tolong berikan kami menu pasangan kencan ganda,” tutur Annelies tersenyum pada Pelayan.“Baik, Nyonya. Kami akan segera membawakannya,” sahut Pelayan tadi pamit.Kaelus yang sejak tadi muram,
“Felix?!” seru seorang pria botak berjas merah dari belakang podium.Dia adalah manager Felix Einberg. Dirinya segera berlari ke podium bersama beberapa petugas keamanan.“Felix, bangunlah! Apa kau mendengarku?!” Manager itu merengkuh tubuh Felix.Tangannya memeriksa hidung sang pianis. Dan saat itulah pupilnya berubah lebar karena tidak merasakan napas Felix. Bahkan ketika mengecek nadi dan jantungnya, manager itu juga tidak menemukan denyutan.“Hah … tidak mungkin. Ba-bagaimana bisa? Felix, ti-tidak mungkin!” Manager botak itu tercengang.Dia meminta beberapa penjaga membawa Felix ke belakang untuk menghindari keributan.Namun, baru saja Felix digotong pergi, beberapa penggemar dan tamu di resto PeterSoul itu langsung berkerumun.“Apa yang terjadi pada Felix? Kenapa dia tiba-tiba pingsan?” tanya seorang perempuan rambut panjang.Temannya yang bermata abu pun bertanya juga. “Apa Felix sakit? Mengapa dia harus tampil saat tubuhnya tidak sehat? Tolong katakan sesuatu!”Manager Felix ta
“Lepaskan! Anda salah orang, Tuan!” Cloe memekik keras. Dia yang semula berjalan menuju mobilnya di parkiran sebelah timur, tiba-tiba ditarik ke belakang. Iris Cloe membelalak begitu menatap pria gempal yang hendak memeluknya. Beruntung Cloe langsung menahan, tapi sialnya pria tadi malah mencekal lengannya. Bahkan dia mendorong Cloe hingga tersudut di mobil. “Istriku, aku menyesal. Ayo pulang, aku merindukanmu,” tutur pria gempal tadi dengan tatapan nanar. “Sepertinya Anda mabuk. Saya bukan istri Anda!” Cloe menyentak, tapi pria tadi seolah tuli. Dia menggeleng dan lantas menyambar, “tidak, Sayang. Aku berjanji tidak akan mabuk atau judi lagi. Tapi aku mohon, kembali-lah padaku!” Dia merengkuh bahu Cloe dan hendak mendekapnya. “Ah!” Cloe pun menjerit dengan mata terpejam. Namun, tanpa diduga ada seseorang yang menahan pundak pria gempal itu. Cloe perlahan membuka maniknya. Betapa terkejutnya dia saat melihat Kaelus di sana. “Kau tuli atau apa? Dia bilang kau salah orang, siala
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala
“Ayah! Saya tidak menyetujui pernikahan ini!” Dan Theo berujar tegas. Sorot matanya amat tajam, seakan mengibarkan bendera perang pada Anthony. Namun, ayahnya juga tak gentar. Lelaki itu mengeraskan rahangnya seraya menimpali tedas. “Keputusan itu bukan ada di tanganmu, Theodore!”Tanpa menunggu balasan sang putra, Anthony langsung keluar dari ruangan tersebut. Eugen dan beberapa bawahannya pun menunduk hormat. “Awasi dia, jangan biarkan siapapun masuk. Panggil dia nanti malam saat keluarga Howard datang!” tukas Anthony memerintah. Eugen mengangkat kepala seraya menjawab tegas. “Baik, Tuan Besar!”Hingga malam harinya, Eugen benar-benar membebaskan Dan Theo. Ketika anak buahnya sibuk melepas ikatan rantainya, Eugen pun memberitahukan jadwal acara malam nanti. “Big Boss, pukul delapan malam keluarga Howard akan mendatangi Caligo. Tuan Besar meminta Anda bersiap dari sekarang,” tukas Eugen yang terus menatap Dan Theo. Lawan bincangnya yang bungkam, justru membuatnya was-was. Seba
Dan Theo melirik sekitar sembari memaki dalam batin, ‘sialan! Eugen dan anggotanya pasti membawaku ke Sociolla!’Asumsi pria itu semakin kuat kala mengingat ruangan ini. Dulu, Dan Theo remaja pernah disekap berbulan-bulan di tempat ini. Dirinya disiksa habis-habisan, bahkan betisnya tertembak tiga peluru karena mencoba kabur dari mansion Caligo. Itu saat Anthony memaksa Dan Theo membunuh manusia untuk pertama kalinya!Ya, meski Dan Theo berhasil menyelesaikan tugas berat itu, tapi dirinya nyaris gila. Anthony memaksanya melenyapkan sekelompok penyusup keesokan harinya. Setiap hari, jumlah orang yang harus Dan Theo bunuh semakin bertambah. Ini benar-benar mengikis kewarasannya. Bahkan beberapa anak angkat Anthony lainnya bunuh diri karena hilang akal. Di antara mereka, hanya Dan Theo yang mendekati kesempurnaan dan mampu bertahan di bawah tekanan Anthony. Semakin lama Dan Theo menyadari bahwa dirinya akan menjadi mesin pembunuh. Dia yang tak ingin melakukannya lagi, diam-diam keluar d
“J4?” Kaelus merapatkan alisnya begitu melihat tamu yang datang.Velos yang berada di sampingnya tak kalah heran. Tidak biasanya orang-orang Anthony mendatangi San Carlo langsung.“Tuan!” Lelaki berambut lurus panjang yang terikat ke bawah itu memberi salam hormat.“Ada apa kau datang ke sini, J4? Apa kau bersama Eugen?” tukas Velos menyelidik.Ya, Velos tau dia bawahan Eugen. Terakhir kali Eugen datang untuk mengawasi kinerja Dan Theo tentang Raica Ruby. Velos menebak masalah kali ini tak jauh beda.Lelaki yang dipanggil dengan kode nama J4 itu kembali mengangkat tatapan tegasnya.“Saya sendirian, Tuan Velos. Saya datang atas perintah Ketua,” tuturnya.Velos menatap lebih lekat, lalu menimpali, “katakan!”“Permintaan Raica Ruby meningkat tiga kali lipat. Ketua ingin saya ikut mengawasi proses produksi di San Carlo,” sahut J4 menjelaskan.“Tunggu, kau bilang tiga kali lipat. Bukankah ini gila?!” Kaelus langsung menyambar dengan keras.Pasalnya, untuk memenuhi satu kuota produksi, memb
“Tolong beri jalan. Saya harus segera menyusulnya!” tukas Annelies yang berusaha keluar.Namun, perawat perempuan di hadapannya langsung berkata, “Nyonya, ini sudah malam. Sebaiknya Anda kembali istirahat.”“Ti-tidak! Mereka akan membawanya pergi. Jika aku tidak menyusulnya, aku akan kehilangan jejak Dan Theo!” Annelies menyambar dengan tatapan panik.Sang suster mengernyit. Irisnya melirik ke sekitar ruang rawat dan tidak mendapati suami Annelies di sana. Dia pun curiga ada suatu hal, sebab tak biasanya pria itu meninggalkan istrinya sendiri. Jika tidak menunggu di depan, biasanya Dan Theo memang menemani Annelies di dalam ruang rawat saat wanita itu terlelap.“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Perawat tadi menyidik.“Se-seseorang, hah … tidak, ada beberapa orang yang membawa pergi suamiku!” Annelies merengkuh tangan Perawat tadi dengan buncah. “Suster, tolong hentikan mereka. Tolong beritahukan pada penjaga untuk menangkap mereka!”Mendengar itu iris sang perawat langsung
“Big Boss!” Eugen menunduk hormat saat Dan Theo menghampirinya.Ya, beberapa bulan tak bertemu, orang kepercayaan pemilik organisasi Caligo itu tampak lebih garang. Meski Dan Theo tidak begitu menyukai Eugen, tapi dia tak pernah melupakan jasanya yang telah mempertaruhkan nyawa dan terluka berat, demi menyelamatkan Annelies dulu.“Bicaralah, waktumu hanya sepuluh menit!” tukas Dan Theo disertai ekspresi datarnya.“Tuan Anthony meminta Anda kembali ke Sociolla, Big Boss!” sahut Eugen langsung ke inti.Mendengar itu, kening Dan Theo langsung mengenyit. Ayahnya pasti tidak akan menurunkan perintah karena hal sepele. Dan dia sepertinya tahu alasannya.“Jika karena masalah Jesslyn, katakan pada Ayah untuk tidak khawatir. Aku akan menanganinya sendiri dan kembali ke Sociolla kalau sudah waktunya.” Dan Theo berujar tenang, tapi sorot matanya tampak menggertak.“Ini tidak sesederhana yang Big Boss pikirkan,” balas Eugen terlihat berani. “Jika bisa selesai semudah itu, Tuan Anthony tidak akan
“Annelies, kau tahu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!” Dan Theo berkata tenang, tapi sorot maniknya menyimpan getaran.Sang istri mengencangkan lehernya. Membayangkan Dan Theo memasangkan cincin, bahkan memeluk Jesslyn, sungguh menyesakkan dadanya.“Tidak, kau sudah menjadi miliknya sebelum bertemu denganku,” sahut Annelies dengan tatapan dingin. “Kau menipuku. Kau membuatku bergantung padamu dan tidak bisa hidup tanpamu. Kau sudah berhasil, Dan Theo. Pasti sangat menyenangkan melihatku seperti orang bodoh selama ini!”“Istriku—”“Sekarang pergilah. Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi!” Annelies segera menyambar tanpa memberi suaminya kesempatan bicara.Bahkan wanita itu langsung melengos. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah Dan Theo.Namun, sang pria yang duduk di sebelah brankarnya tak bisa memaksa. Dan Theo tahu Annelies pasti kesal padanya.Dengan penuh sesal, dia lantas berkata, “maafkan aku, Annelies. Aku akan meninggalkan buburnya di sini. Aku mohon, makanlah sed
“Annelies?” Dan Theo melebarkan irisnya dengan bingung.Pria itu menilik sang istri lebih lekat, lalu ragu-ragu bertanya, “istriku, kau … tidak mengenaliku? Aku—”“Saya tidak mau bicara dengan orang asing. Tolong pergilah!” Annelies menyahut pelan, tapi raut wajahnya sangat muram.“Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah. Aku akan memanggil Dokter untuk memeriksamu!” Dan Theo berujar cemas.Ya, bagaimana mungkin dia tetap tenang kalau sang istri tidak mengingatnya? Dan Theo bingung, padahal kepala Annelies tidak membentur sesuatu. Sebab itu, dirinya berniat segera memanggil dokter.Namun, belum sampai beranjak, Annelies lantas berkata, “Dokter sudah cukup memeriksa. Saya hanya ingin Anda pergi, Tuan Theodore Caligo!”Wanita tersebut lebih meninggikan nada di akhir kalimatnya. Dan itu membuat sang pria tertegun dengan alis menyatu.“Annelies, apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau ….” Dan Theo tiba-tiba meredam ucapannya sendiri.Agaknya dia tahu, kenapa Annelies mengambil sikap
‘Kau tahu, Nona tidak menerima kegagalan!’ batin anak buah Jesslyn sambil menginjak gas mobilnya amat dalam.Ya, dia sengaja menabrak sang rekan yang tak berhasil menyuntikkan racun pada Annelies. Jesslyn memang memberinya perintah untuk menghabisi rekannya itu jika dia gagal.Lelaki itu merasakan guncangan keras saat menabrak rekannya tadi. Alih-alih berhenti, dia hanya melirik sekilas dari kaca spion dan mendapati sang rekan terkapar di tengah aspal. Tapi bukannya peduli, lelaki tersebut malah semakin memacu mobilnya dengan kencang.Antek Jesslyn itu melirik bangku samping mobilnya dan baru menyadari topi rekannya tertinggal di sana.“Aish, brengsek!” Lelaki tersebut mengumpat geram.Dia lantas meraih topi tadi dan membuangnya dari jendela. Kakinya menginjak pedal gas lebih dalam, membuat kendaraannya melaju cepat menuju jembatan San Manila.Ya, setelah cukup lama mengemudi, lelaki itu berbelok dan menuruni bawah jembatan layang di area sungai San Manila. Di sana Jesslyn sudah menun