“Duduklah, Annelies,” tutur Frans yang bangkit dari kursinya saat melihat wanita itu datang.Annelies yang masih berada di dekat pintu masuk, kini melangkah dengan tatapan heran.“Tunggu. Apa maksudnya ini? Kenapa kau yang ada di sini, Frans?” Wanita tersebut bertanya bingung.“Maaf tidak memberitahumu lebih awal. Cosmo Group telah mengakuisisi Pasar Raya Prince. Kau pasti terkejut karena kabar ini tidak tersebar ke media,” ujar Frans menjelaskan.Annelies melipat kedua tangan ke depan dada. Tatapannya tampak bangga melihat sosok Frans yang sekarang. Padahal dulu Annelies melihat sendiri betapa susahnya lelaki ini membayar biaya kuliah. Namun, Annelies juga tahu betul, seberapa besar usaha Frans belajar bisnis dari mendiang ayahnya.“Oho! Kau bukan Frans Lenon yang aku kenal dulu.” Annelies berujar disertai senyuman.“Cih! Apa yang kau katakan?” Sang lelaki menyahut canggung.Dia menarik kursi untuk Annelies duduk. Dengan cemas, dirinya bertanya, “bagaimana kondisimu sekarang? Apa kau
Frans tersenyum. Kedua matanya berubah seperti bulan sabit dan itu terlihat menggemaskan. Namun, bagi Dan Theo ekspresi tersebut seolah menantangnya. “Biarkan saya memperkenalkan diri dengan formal. Saya Frans Lenon. Kita pernah bertemu di acara resepsi pernikahan putri Tuan Logan. Dari situ saya tau, Anda suami yang siaga menjaga Annelies, Tuan Dan Theo,” tutur Frans tenang. Lawan bincangnya menyeringai. “Kau mengingatku? Tapi maaf, aku bukan tipe orang yang mengingat hal-hal tidak penting.”Frans kembali menaikkan sudut-sudut bibirnya. Tapi belum sampai menimpali, Dan Theo kembali berujar, “katakan tujuanmu yang sebenarnya. Mustahil seorang Presdir sampai turun tangan untuk pekerjaan seperti ini!”“Ya, itu memang mustahil. Saya memang sengaja datang karena merindukan Annelies!” sahut Frans yang sontak memicu Annelies membelalak. Apalagi Dan Theo. Pria obsesif itu tentunya tak bisa diam saja saat lelaki lain mengincar istrinya!“Hah … kau tau? Jika ada seseorang yang mencoba mere
Velos melirik Kaelus yang terus menunduk di sebelahnya. Dia menarik napas panjang dan malah meraih botol alkohol, lalu menuangkannya ke gelas. “Dia tidak mau bicara sejak tadi,” katanya. Dirinya mengangkat gelas itu dan menyodorkannya ke depan. “Duduklah, Dan Theo. Abaikan saja Kakak.”Dan Theo mengernyit. Dirinya tak pernah melihat Kaelus frustasi seperti itu setelah bertahun-tahun. Bahkan saat Velos menghilang, kaelus tak menunjukan rasa tertekannya secara terbuka. Pria itu duduk, lalu berkata, “Velos, kita semua tau tidak ada hal yang bisa membuat Kaelus seperti ini kecuali insiden itu.”“Kau benar. Tapi aku pikir Kakak sudah melupakan kejadian itu. Jadi mustahil Kakak sampai minum-minum karena mengingatnya lagi,” sahut Velos menyatukan alisnya. Kaelus yang sejak tadi bungkam, tiba-tiba menjulurkan tangan dan menyambar botol alkohol. “Ehei, apa yang Kakak lakukan? Berhenti minum sekarang!” Velos coba menghentikannya.Namun, Kaelus yang pikirannya kacau, langsung menampik tanga
“Aku bilang pergi!” Cloe berusaha menendang pria bermasker hitam yang hendak berjongkok di depannya.Namun, sial sekali karena tubuhnya belum pulih benar, gerakan Cloe sangat mudah terbaca. Pria itu mencekal sebelah kaki Cloe dan menyeretnya keluar toilet.“Argh!” Wanita itu menjerit. “Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Lepas sekarang!”Dia memberontak, tapi pria itu kalah kuat. Apalagi luka Cloe belum sembuh dan tenaganya sudah terkuras karena menahan pintu tadi.Namun, belum sampai keluar toilet, Cloe langsung memegang kusen pintu dengan kuat.“Lepaskan aku. Siapa kau sebenarnya, hah?!” dengusnya menatap tegang.“Aish, sialan! Jalang ini sangat merepotkan!” sambar sang pria kesal.Mendengar suara itu, Cloe langsung mengenalinya. Amukannya pun naik ke mercu kepala.“Aegon?!” ujarnya menerka dengan sorot tajam.Benar saja, pria itu membuka masker hitam yang semula menampakkan mata dan bibirnya. Wajah Aegon Peralta terpampang nyata di sana.“Hah! Kau mau apa lagi? Kau tidak puas sebel
“Uh … ugh!” Dave membelalak saat melihat Lewis datang.Pria itu berlutut dengan kedua tangan terikat rantai besar di tengah dua pilar. Mulutnya tersumpal kain hingga membuatnya tak bisa bicara. Ya, Dave sudah mendekam di ruang bawah tanah itu sejak Logan membongkar perselingkuhannya dengan Grace.Grace pun sudah menduga bahwa Logan menghukum adiknya di sini. Tapi Grace tak ada kesempatan untuk menengoknya karena para bawahan Logan mengawasinya dengan ketat. Bahkan tak membiarkan Grace mendekati Pavilun.“Apa kabar, Paman?” Lewis bertanya saat menghentikan langkah tepat di hadapan Dave.Sepasang manik tajamnya memindai wajah Dave yang kusut, lalu turun ke dadanya yang telanjang. Bahkan di sana ada bekas cambukan.‘Daddy tidak berubah,’ batin Lewis yang bisa menerka apa saja hukuman Dave.Benar, seb
“Ternyata Anda mengenali suara saya?” ujar Velos dari seberang. “Aneh sekali, kenapa Nona menghubungi kakak saya, bukannya Dan Theo?” Mendengar itu, Annelies langsung mendapukkan alisnya. Dia ingat Dan Theo tidak terlihat di penthouse sejak pagi. Bahkan mungkin semalam tidak pulang. Dengan ragu, wanita itu bertanya, “jadi Dan Theo bersama kalian?” “Wah … apa ini? Bukankah kalian pasangan suami-istri? Kenapa tidak tahu keberadaan satu sama lain?” sahut Velos terdengar mengembuskan napas panjang. “Tolong jangan bertengar lama-lama dan cepat selesaikan masalah kalian. Dan Theo benar-benar membuat saya pusing.” Annelies berdehem. Dia jadi merasa tak enak hati karena egonya, orang lain jadi repot. “Maaf mengenai itu. Aku akan bicara dengan Dan Theo nanti. Tapi, di mana Kaelus sekarang? Aku harus bicara padanya,” tutur Annelies kemudian. Velos tak langsung menjawab. Dan itu membuat Annelies jadi bertanya-tanya. “Velos?” Annelies bahkan memanggil namanya, curiga lawan bincangnya tak la
Cloe perlahan menegakkan tubuhnya. Sepasang manik wanita itu langsung berubah seluas cakram saat melihat lelaki paruh baya dengan rambut ikal itu.‘Hah! Ti-tidak, bukankah dia ada di penjara? Bagaimana … bagaimana mungkin dia bebas sekarang?’ batin Cloe kesulitan menelan saliva.Dirinya yang berhasil melepas ikatan semua tali, diam-diam melirik pintu. Sialnya lelaki di hadapannya lebih dulu maju dan langsung menarik dagu Cloe agar menatapnya.“Putriku, kau tidak memberi salam pada ayahmu?” ujar lelaki itu seiring alisnya yang naik sebelah.Ya, dia memanglah ayah Cloe-Jacob Peralta!Lelaki itu harusnya mendekam dipenjara setelah melenyapkan istrinya sendiri. Dia kabur keluar pulau dan membuat polisi sulit melacaknya. Namun, setelah Cloe lulus dari perguruan tinggi dan bertemu ayahnya yang kecanduan judi, dia langsung melaporkannya ke polisi. Karena kesaksiannya, Jacob berhasil ditangkap, tapi Aegon malah menyiksa Cloe habis-habisan karena mendorong ayahnya sendiri ke dalam bui.Sejak s
Kaelus mengangkat telepon, tapi dia tak mendengar suara dari seberang. Dia curiga kalau nomor yang menghubungi adalah orang yang menculik Cloe.Namun, detik berikutnya malah terdengar suara berat lelaki yang berkata, “kau harus membayar perbuatanmu!”Kaelus mengernyit, tapi belum sampai menimpali, panggilan itu sudah terputus.“Kakak, apa yang terjadi?” Velos pun menyidik karena Kaelus memampangkan wajah kesal.Tak langsung menjawab, Kaelus justru mengirimkan nomor asing tadi pada adiknya.“Lacak nomor itu untukku!” titah Kaelus kemudian.Velos merogoh ponselnya dan menerima nomor tadi. Dia tahu Kaelus-lah yang paling ahli dalam melacak sesuatu. Tapi karena keadaan darurat, Velos pun bersedia membantu.“Tentang Sekretaris Annelies, aku mendapat rekaman CCTV wajah pria yang menculiknya. Ternyata dia kakaknya sendiri. Tapi dari data yang aku dapat, wanita itu sudah memutuskan hubungan keluarga dengannya,” ujar Velos menjelaskan.Tangan Kaelus mengepal geram. Padahal dia sudah menghajar
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba