“Kita bertemu lagi, bajingan! Kenapa? Kau terkejut?” ujar pria tinggi besar yang baru melepas masker hitamnya.Bukan terkejut, tapi Kaelus sangat kesal. Pria dengan rambut gondrong itu menggertakkan giginya, mengingat lawan bincangnya adalah rekan anggota Pavel yang dia lenyapkan di Laphileon Hall.“Brengsek! Aku baru tahu ternyata para Pavel semuanya pecundang. Kau tidak berani menantangku sendiri, jadi kau membawa pasukan sebanyak ini?!” Kaelus berkata dengan tatapan sinis.Alih-alih tersinggung, pria tinggi besar tadi malah tertawa. Dia kian terbahak-bahak saat mengamati sorot tajam Kaelus.“Hah! Kau takut?!” sambarnya mengejek. “Aku dengar Caligo organisasi paling besar di Sociolla, tapi ternyata hanya berisi tikus-tikus pengecut!”Kaelus menarik seringai miring. Diam-diam tangannya meraih senjata api dari selipan pinggangnya dan langsung mengacungkannya pada pria tadi.‘Enyahlah, sialan!’ batinnya memicing berang.Namun, sialnya anggota geng Pavel lainnya malah melucutkan peluru
“Ayo pergi, biarkan bajingan ini merasakan kematian paling menyakitkan sendirian!” dengus pria anggota geng Pavel yang memegang pentungan besi. Dia dan para anggota pun menjauhi mobil Kaelus. Mereka sengaja meninggalkan Kaelus karena tahu pria itu pasti terbakar hangus dengan api sebesar ini. Jika pun orang lain menemukannya, mungkin dia akan mengira ini kecelakaan.‘Sialan! Aku harus cepat keluar!’ batin Kaelus yang berada di tengah kobaran api.Dirinya berusaha keras melepas ikatan, tapi sialnya simpul tali itu berada di tengah punggung. Agaknya para anggota Pavel sengaja melakukannya agar Kaelus tak mudah kabur.“Brengsek!” Kaelus kembali mengumpat saat upayanya sia-sia. Ya, mungkin api akan melahap tubuhnya lebih dulu sebelum tali itu terlepas. “Aish, sial. Ini percuma saja. Aku harus keluar sebelum mobil ini meledak!’ batin Kaelus memutar otak. Dia mengubah taktik. Kakinya yang juga terikat tali, berusaha mendorong pintu mobil. Saat itulah dia mendengar dering telepon. Itu
“Dia mati?” Jacob bertanya saat melihat ekspresi tegang sang putra.Aegon masih bungkam. Rongga dadanya serasa hampa saat merasakan nadi adiknya amat lemah. Bahkan wajah Cloe semakin pucat seperti mayat hidup.“Apa saja yang Ayah lakukan padanya? Kenapa dia tidak bernapas?!” sahut Aegon memicing pada Ayahnya.Alis Jacob berkedut. Dia mematikan rokoknya ke asbak dengan kasar, lalu bangkit menghampiri putranya.“Dasar bodoh, kau pasti tidak mengeceknya dengan benar!” sentaknya menarik bahu Aegon agar menjauh.Jacob menekuk kakinya. Sebelah tangan menjulur memeriksa napas dari hidung Cloe.‘Sial!’ batinnya dalam hati.Dia beralih memeriksa nadi di pergelangan tangan dan leher putrinya. Denyutnya sangat lemah, bahkan nyaris tidak terasa.“Hah! Dia memang ringkih seperti ibunya!” Jacob mencecar kesal.Lelaki paruh baya itu melirik Aegon cukup tajam seraya melanjutkan. “Tenang saja, dia tidak mati. Sebentar lagi juga bangun. Bersihkan saja tubuhnya sebelum orang-orang itu menjemputnya.”“Ay
“Brengsek! Dia pasti sudah tidak waras!” Aegon memaki kasar.Dia bergegas lari ke arah balkon. Tangannya berpegangan pagar pembatas dan menilik ke bawah.“Ayah, bagaimana ini?!” Aegon sangat cemas jika Cloe jatuh dan kepalanya menghantam beton atau benda keras lainnya. Apalagi wanita itu melompat dari lantai sembilan. Cederanya pasti cukup parah. Bahkan jika kepala belakangnya menatap beton, bisa-bisa hidupnya berakhir saat itu juga.Namun, saat melihat ke bawah, rupanya Cloe tercebur ke kolam renang.“Aish! Cloe benar-benar membuatku gila. Bagaimana dia bisa melompat begitu saja?!” cecar Aegon memukul pagar dengan tangan kirinya.Jacob pun menyusul Aegon dengan kaki terseret. Lelaki paruh baya itu melirik ke bawah juga dengan raut wajah dinginnya.“Dia tidak akan mati,” tuturnya kemudian.“Ayah yakin?” Aegon menyahut dengan alis bertaut.Jacob pun berpaling ke sebelah seraya berkata, “cepat turun dan periksalah. Bisa gawat jika orang lain menemukannya lebih dulu.”Aegon mengangguk.
“Ahh!”Orang-orang memekik buncah. Mereka menutup telinga dan mencari tempat perlindungan, saat deru tembakan meluncur keluar area kolam renang.“Hah! Pria itu tertembak!” pekik salah satu petugas keamanan di sana.Perhatian rekannya tertuju pada bahu kiri Kaelus yang kini bercucuran darah segar.Pria gondrong tersebut seketika ambruk saat timah panas tenggelam ke tubuhnya. Tapi tangannya berusaha keras menopang tubuh, agar dirinya tak sampai menindih Cloe yang baru sadar. Sensasi menyakitkan di lengannya saja belum lenyap, tapi kini bahu kirinya terkoyak peluru juga. “Aish ….” Kaelus mendesis sambil menggertakkan giginya.Jelas sekali pria itu menahan lara. Tetapi Kaelus mati-matian menyangga tubuhnya, bahkan berupaya bangkit untuk melindungi Cloe. Sialnya peluru lain kembali terlesat ke punggungnya hingga Kaelus benar-benar ambruk di sebelah Cloe.“Hah!” Wanita yang masih lemas itu sontak membelalak.“Tu-tuan Kaelus? Tuan? Hah … hah, tidak! Tuan Kaelus?!” Cloe memanggilnya berulan
“Enyahlah, sialan!” Aegon langsung mendorong Velos menjauh.Adik Kaelus itu terjungkal ke belakang karena desakan yang tiba-tiba. Saat itulah peluang Aegon untuk kabur. Lelaki itu buru-buru bangkit, lantas lari dari area tersebut. Saat bersamaan, seorang lelaki membuka pintu lobi depan agar Aegon bisa kabur dengan cepat. Velos yang samar-samar melihatnya, langsung merengkuh pistol dan melesatkan tembakan. ‘Good shot!’ batinnya menyeringai puas.Ya, meski di suasana yang remang-remang, kemampuan menembak pria berlesung pipi itu sangat bisa diandalkan. Dia mengincar kaki Aegon dan timah panasnya tepat mengenai betis lelaki tersebut. Namun, saat hendak menyusulnya, Velos pun mengernyit karena kedua lelaki itu sama-sama berjalan pincang. Benar, lelaki lain yang membuka pintu lobi memanglah Jacob. Dia juga orang yang sengaja mematikan arus listrik di motel itu agar putranya bisa lepas dari Velos. “Brengsek! Aku tidak akan membiarkan mereka kabur!” tukas Velos penuh tekad.Di sana Aego
“Jika pasien tidak segera mendapat tranfusi darah, keselamatannya bisa terancam karena Dokter tidak bisa melanjutkan operasi,” tukas Suster itu merapatkan alisnya.Velos yang mendengarnya pun kian gelisah. Kaelus sudah sering menyelamatkannya, bahkan rela bertaruh nyawa untuknya. Namun, saat kakaknya itu butuh bantuan, kenapa dia tak bisa menolongnya? Velos benar-benar merasa buruk.‘Sial! Kenapa aku harus terluka saat seperti ini?!’ batinnya merutuki diri sendiri.“Suster, apa Anda sudah menghubungi rumah sakit lain untuk menanyakan persediaan darah AB-?” tanya Perawat tadi pada sang rekan di dekat Velos.“Saya akan menghubungi Rumah Sakit Medital sekarang,” sahut rekannya tersebut.Baru saja hendak pergi, tiba-tiba jalannya dihalangi oleh Cloe yang kini berdiri sambil membawa tiang infus.“Tidak perlu menghubungi rumah sakit lain, Suster. Saya akan mendonorkan darah saya untuk Pasien. Golongan darah saya O. Bukankah itu bisa menyelamatkannya?” tuturnya dengan bulu mata gemetar.Sang
“Apa yang kau lakukan, Frans?” bisik Annelies menautkan alisnya.Alih-alih langsung menjawab, Frans justru mendekati telinga Annelies. Tingkahnya itu malah semakin membuat Annelies terkejut, tapi dia tak bisa terang-terangan menolak pria itu mendekat.“Aku tidak ingat pernah mengundang orang aneh itu dan aku juga tidak tahu siapa dia. Tapi dia terus mengawasimu sejak kau datang,” tutur Frans yang seketika memicu Annelies melebarkan irisnya.Benar, sejak masih menyampaikan kata-kata sambutan di podium tadi, perhatian Frans memang terusik oleh pria berkacamata yang terus menatap Annelies dengan lekat. Frans tahu benar siapa saja yang datang ke acara ini. Jadi saat ada orang yang mencurigakan itu, dirinya langsung tahu.“Orang yang mengawasiku? Di mana?!” Annelies menyahut tegang.Dia melirik samping kiri, tapi Frans langsung berkata tegas. “Jangan menoleh, atau dia akan tau kalau kau sudah sadar diawasi!”“Aku tidak bisa diam saja. Aku harus tahu siapa orang itu!” sambar Annelies dengan
‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati. Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam. Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya. “Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras. Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang. “Ugh!” J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang. “Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding. J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulut
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala
“Ayah! Saya tidak menyetujui pernikahan ini!” Dan Theo berujar tegas. Sorot matanya amat tajam, seakan mengibarkan bendera perang pada Anthony. Namun, ayahnya juga tak gentar. Lelaki itu mengeraskan rahangnya seraya menimpali tedas. “Keputusan itu bukan ada di tanganmu, Theodore!”Tanpa menunggu balasan sang putra, Anthony langsung keluar dari ruangan tersebut. Eugen dan beberapa bawahannya pun menunduk hormat. “Awasi dia, jangan biarkan siapapun masuk. Panggil dia nanti malam saat keluarga Howard datang!” tukas Anthony memerintah. Eugen mengangkat kepala seraya menjawab tegas. “Baik, Tuan Besar!”Hingga malam harinya, Eugen benar-benar membebaskan Dan Theo. Ketika anak buahnya sibuk melepas ikatan rantainya, Eugen pun memberitahukan jadwal acara malam nanti. “Big Boss, pukul delapan malam keluarga Howard akan mendatangi Caligo. Tuan Besar meminta Anda bersiap dari sekarang,” tukas Eugen yang terus menatap Dan Theo. Lawan bincangnya yang bungkam, justru membuatnya was-was. Seba
Dan Theo melirik sekitar sembari memaki dalam batin, ‘sialan! Eugen dan anggotanya pasti membawaku ke Sociolla!’Asumsi pria itu semakin kuat kala mengingat ruangan ini. Dulu, Dan Theo remaja pernah disekap berbulan-bulan di tempat ini. Dirinya disiksa habis-habisan, bahkan betisnya tertembak tiga peluru karena mencoba kabur dari mansion Caligo. Itu saat Anthony memaksa Dan Theo membunuh manusia untuk pertama kalinya!Ya, meski Dan Theo berhasil menyelesaikan tugas berat itu, tapi dirinya nyaris gila. Anthony memaksanya melenyapkan sekelompok penyusup keesokan harinya. Setiap hari, jumlah orang yang harus Dan Theo bunuh semakin bertambah. Ini benar-benar mengikis kewarasannya. Bahkan beberapa anak angkat Anthony lainnya bunuh diri karena hilang akal. Di antara mereka, hanya Dan Theo yang mendekati kesempurnaan dan mampu bertahan di bawah tekanan Anthony. Semakin lama Dan Theo menyadari bahwa dirinya akan menjadi mesin pembunuh. Dia yang tak ingin melakukannya lagi, diam-diam keluar d
“J4?” Kaelus merapatkan alisnya begitu melihat tamu yang datang.Velos yang berada di sampingnya tak kalah heran. Tidak biasanya orang-orang Anthony mendatangi San Carlo langsung.“Tuan!” Lelaki berambut lurus panjang yang terikat ke bawah itu memberi salam hormat.“Ada apa kau datang ke sini, J4? Apa kau bersama Eugen?” tukas Velos menyelidik.Ya, Velos tau dia bawahan Eugen. Terakhir kali Eugen datang untuk mengawasi kinerja Dan Theo tentang Raica Ruby. Velos menebak masalah kali ini tak jauh beda.Lelaki yang dipanggil dengan kode nama J4 itu kembali mengangkat tatapan tegasnya.“Saya sendirian, Tuan Velos. Saya datang atas perintah Ketua,” tuturnya.Velos menatap lebih lekat, lalu menimpali, “katakan!”“Permintaan Raica Ruby meningkat tiga kali lipat. Ketua ingin saya ikut mengawasi proses produksi di San Carlo,” sahut J4 menjelaskan.“Tunggu, kau bilang tiga kali lipat. Bukankah ini gila?!” Kaelus langsung menyambar dengan keras.Pasalnya, untuk memenuhi satu kuota produksi, memb
“Tolong beri jalan. Saya harus segera menyusulnya!” tukas Annelies yang berusaha keluar.Namun, perawat perempuan di hadapannya langsung berkata, “Nyonya, ini sudah malam. Sebaiknya Anda kembali istirahat.”“Ti-tidak! Mereka akan membawanya pergi. Jika aku tidak menyusulnya, aku akan kehilangan jejak Dan Theo!” Annelies menyambar dengan tatapan panik.Sang suster mengernyit. Irisnya melirik ke sekitar ruang rawat dan tidak mendapati suami Annelies di sana. Dia pun curiga ada suatu hal, sebab tak biasanya pria itu meninggalkan istrinya sendiri. Jika tidak menunggu di depan, biasanya Dan Theo memang menemani Annelies di dalam ruang rawat saat wanita itu terlelap.“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Perawat tadi menyidik.“Se-seseorang, hah … tidak, ada beberapa orang yang membawa pergi suamiku!” Annelies merengkuh tangan Perawat tadi dengan buncah. “Suster, tolong hentikan mereka. Tolong beritahukan pada penjaga untuk menangkap mereka!”Mendengar itu iris sang perawat langsung
“Big Boss!” Eugen menunduk hormat saat Dan Theo menghampirinya.Ya, beberapa bulan tak bertemu, orang kepercayaan pemilik organisasi Caligo itu tampak lebih garang. Meski Dan Theo tidak begitu menyukai Eugen, tapi dia tak pernah melupakan jasanya yang telah mempertaruhkan nyawa dan terluka berat, demi menyelamatkan Annelies dulu.“Bicaralah, waktumu hanya sepuluh menit!” tukas Dan Theo disertai ekspresi datarnya.“Tuan Anthony meminta Anda kembali ke Sociolla, Big Boss!” sahut Eugen langsung ke inti.Mendengar itu, kening Dan Theo langsung mengenyit. Ayahnya pasti tidak akan menurunkan perintah karena hal sepele. Dan dia sepertinya tahu alasannya.“Jika karena masalah Jesslyn, katakan pada Ayah untuk tidak khawatir. Aku akan menanganinya sendiri dan kembali ke Sociolla kalau sudah waktunya.” Dan Theo berujar tenang, tapi sorot matanya tampak menggertak.“Ini tidak sesederhana yang Big Boss pikirkan,” balas Eugen terlihat berani. “Jika bisa selesai semudah itu, Tuan Anthony tidak akan
“Annelies, kau tahu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!” Dan Theo berkata tenang, tapi sorot maniknya menyimpan getaran.Sang istri mengencangkan lehernya. Membayangkan Dan Theo memasangkan cincin, bahkan memeluk Jesslyn, sungguh menyesakkan dadanya.“Tidak, kau sudah menjadi miliknya sebelum bertemu denganku,” sahut Annelies dengan tatapan dingin. “Kau menipuku. Kau membuatku bergantung padamu dan tidak bisa hidup tanpamu. Kau sudah berhasil, Dan Theo. Pasti sangat menyenangkan melihatku seperti orang bodoh selama ini!”“Istriku—”“Sekarang pergilah. Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi!” Annelies segera menyambar tanpa memberi suaminya kesempatan bicara.Bahkan wanita itu langsung melengos. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah Dan Theo.Namun, sang pria yang duduk di sebelah brankarnya tak bisa memaksa. Dan Theo tahu Annelies pasti kesal padanya.Dengan penuh sesal, dia lantas berkata, “maafkan aku, Annelies. Aku akan meninggalkan buburnya di sini. Aku mohon, makanlah sed
“Annelies?” Dan Theo melebarkan irisnya dengan bingung.Pria itu menilik sang istri lebih lekat, lalu ragu-ragu bertanya, “istriku, kau … tidak mengenaliku? Aku—”“Saya tidak mau bicara dengan orang asing. Tolong pergilah!” Annelies menyahut pelan, tapi raut wajahnya sangat muram.“Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah. Aku akan memanggil Dokter untuk memeriksamu!” Dan Theo berujar cemas.Ya, bagaimana mungkin dia tetap tenang kalau sang istri tidak mengingatnya? Dan Theo bingung, padahal kepala Annelies tidak membentur sesuatu. Sebab itu, dirinya berniat segera memanggil dokter.Namun, belum sampai beranjak, Annelies lantas berkata, “Dokter sudah cukup memeriksa. Saya hanya ingin Anda pergi, Tuan Theodore Caligo!”Wanita tersebut lebih meninggikan nada di akhir kalimatnya. Dan itu membuat sang pria tertegun dengan alis menyatu.“Annelies, apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau ….” Dan Theo tiba-tiba meredam ucapannya sendiri.Agaknya dia tahu, kenapa Annelies mengambil sikap