“A-apa dia bilang?!” Lelaki berambut gondrong langsung bangkit.
Dia berjalan menuju Annelies dan menariknya menjauh dari Dan Theo-pria berkemeja putih.
“Hei, Nona! Kau tahu apa yang kau katakan? Pria ini—”
“Saya tahu. Dia seorang Gigolo ‘kan? Kalian semua pria yang menerima bayaran dari wanita untuk tidur bersama. Saya juga mau membayar kalian!” sahut Annelies dengan tatapan tajam.
Semua orang tercengang seolah tak percaya dengan ucapan wanita itu.
“Kenapa? Kalian tidak mau menerima uang saya?” Annelies menantang.
Lelaki gondrong tadi mencekal Annelies lebih kuat. Namun, belum sempat menimpali, Dan Theo lebih dulu berkata, “semua uang berharga. Ayo kita lakukan, tidur bersama!”
“Dan Theo!” sambar lelaki gondrong tadi, tapi Theo tidak menggubris.
“Jadi nama Anda Dan Theo? Baiklah, ke mana kita pergi? Saya butuh kamar, secepatnya!” tukas Annelies dengan tatapan tajam, tapi entah mengapa Dan Theo bisa melihat getaran di matanya.
Pria itu mengamati penampilan Annelies yang berantakan. Annelies menekuk jari kakinya ke dalam saat Theo memperhatikannya. Tanpa diduga Dan Theo malah melepas sepatunya dan menyodorkannya ke depan Annelies.
“Pakai ini dan ikuti saya,” tuturnya.
Annelies mengernyit, jelas sekali sepatu itu kebesaran untuk kakinya yang mungil. Namun, Dan Theo sudah berjalan keluar ruangan lebih dulu.
‘Aish, kenapa dia tidak menungguku?’ batin Annelies terpaksa memakai sepatu tadi.
Baru saja hendak mangkir, lelaki gondrong tadi kembali menahannya.
“Sebaiknya kau berhenti. Kau tidak tahu siapa sebenarnya Dan Theo!” decaknya memberi peringatan.
“Tenang saja, saya akan membayar mahal!” sahut Annelies menghempas tangan lelaki itu.
Dia mengikuti Dan Theo naik ke lantai lima, lalu masuk ke ruang VIP. Alih-alih ke dalam, Annelies malah berdiri tegang di dekat pintu. Mungkin sekarang dia aman dari petugas rumah sakit jiwa atau pria misterius yang tadi melecehkannya, tapi tiba-tiba Annelies gugup saat hanya berdua dengan Theo di kamar itu.
“Masuklah, bukankah Anda tadi bersemangat?” ujar Dan Theo seraya melepas kemeja putihnya yang tersiram wine.
“Kenapa Anda melepas baju?” Annelies bertanya dengan iris membesar.
Dan Theo mendapukkan alisnya dan menjawab, “bukankah memang harus dilepas? Saya professional.”
“Sa-saya mau mandi dulu!” Annelies asal menyambar dan buru-buru ke kamar mandi.
Dia menutup pintunya dengan kencang, lalu menguncinya.
“Tu-tunggu, apa yang kau lakukan, Annelies? Kau malu?” tutur Annelies pada diri sendiri.
Dia tertawa konyol sembari melanjutkan. “Aish, sial! Kenapa harus malu? Aku kan tidak benar-benar melakukannya. Aku di sini hanya untuk sembunyi!”
Wanita itu menyugar belahan rambutnya, merasa frustasi.
Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya Annelies keluar. Dia mengenakan bathrope putih yang tersedia di kamar mandi, lalu menghampiri Dan Theo yang duduk di sofa.
‘Sekarang dia terlihat seperti manusia,’ batin Dan Theo saat bertatapan mata dengan Annelies.
Dia bangkit seraya bertanya, “Anda mencuci rambut?”
“Iya, saya sedikit kotor, jadi ….” Annelies meredam ucapnya saat Theo mendekatinya.
“Saya penasaran dengan sesuatu.” Pria itu terus mengikis jarak sampai kaki Annelies menatap ranjang.
“A-apa yang Anda lakukan?!” Annelies memicing, tapi Dan Theo malah menjulurkan tubuhnya hingga Annelies ambruk ke kasur.
Alih-alih mundur, Theo justru ikut naik ke ranjang dan mengungkung Annelies dengan tubuh atletisnya. Sial, leher Annelies tiba-tiba menegang melihat dada bidang pria itu.
“Nona, mengapa Anda memilih saya?” Dan Theo bertanya dengan sorot dingin.
Bulu mata Annelies bergetar saat membalas, “ka-karena Anda yang paling tampan?”
Seketika, seringai tipis merayapi sebelah bibir Dan Theo.
Belum sempat pria itu menimpali, Annelies berkata lagi. “Jangan salah paham. Anda terlihat bisa diajak diskusi dan saya memilih Anda untuk hal lain!”
“Apa itu?” sahut Theo penasaran.
“Menikah,” balas Annelies yang sontak memicu alis pria itu menyatu. “Saya serius, menikahlah dengan saya!”
“Anda membuang waktu saya, Nona!” decak Dan Theo yang lantas menarik diri.
Dia bangun, meraih kemeja putihnya dari sofa dan memakainya lagi.
“Bukankah Anda bilang semua uang berharga?!” Annelies mendengus saat bangkit. “Saya akan membayar mahal jika Anda mau menjadi suami saya selama satu tahun!”
‘Aish, sepertinya dia memang wanita gila!’ batin Theo sibuk mengancing kemejanya.
Annelies bergegas turun dari ranjang dan kembali mendecak, “satu miliar!”
Dan Theo menyeringai mendengar tawaran itu. Dia sulit percaya. Namun, Annelies langsung melepas satu antingnya dan menyerahkannya pada Theo.
“Saya tidak bohong, saya punya uang dan saya butuh Anda untuk menjadi suami!” katanya tegas.
Dilihat sekilas, anting Annelies memang tampak mahal. Ya, itu perhiasan koleksi musim semi yang bernilai ratusan juta dari brand Calline.
“Kenapa saya harus menjadi suami Anda?” tukas Dan Theo melirik tajam.
Annelies sempat terdiam lama. Dia menurunkan pandangan dan kemudian membalas, “saya harus menikah dalam waktu 6 bulan ini dan membuktikan pada semua orang kalau saya tidak gila. Bukankah Anda bekerja seperti ini demi uang? Menerima tawaran saya akan sangat menguntungkan, tanpa perlu menjadi Gigolo lagi.”
Dan Theo mengernyit mendengarnya. Anneline tampak jujur, tapi Theo merasa wanita itu masih menyembunyikan sesuatu dan itu membuatnya semakin penasaran.
Pria itu menatap lekat, lalu berkata, “bukankah satu miliar terlalu sedikit?”
“Kita bisa negosiasikan bayarannya lagi. Lusa, datanglah ke kantor L&F Cosmetic, saya akan menyiapkan detail kontraknya,” balas Annelies meyakinkan.
“Menarik,” sahut Dan Theo disertai seringai samar.
Malam itu Annelies benar-benar tidur di Miracle Night. Namun, saat bangun di pagi hari, Dan Theo sudah tidak ada di sana. Wanita itu mengernyit saat melihat sesuatu di sofa tempat Dan Theo berbaring semalam.
‘Dress?’ batin Annelies saat meraihnya.
Sebelah alis wanita itu terangkat. Dia tak menyangka Dan Theo memperhatikan bajunya.
“Aku harap dia benar-benar menerima tawaranku,” tutur Annelies yang lantas bersiap-siap.
Dia keluar dari Miracle Night, lalu menuju mansion Langford.
Begitu tiba di sana, tempat itu kembali mewah. Nuansa kabung atas kematian Feanton sudah hilang, padahal baru dua hari lalu ayahnya tersebut meninggal.
‘Mereka begitu cepat menyingkirkan kenangan Ayah!’ batin Annelies menggertakkan giginya, saat tak melihat lukisan diri Feanton di ruang tengah.
“Bibi Annelies?!” Samantha-putri Logan Langford itu terkejut dan menghentikan langkahnya di tengah tangga. “Apa-apaan ini? Bukankah Bibi harusnya di rumah sakit jiwa?!”
Annelies berpaling. Dengan tatapan tajamnya dia menyambar, “kenapa aku harus di rumah sakit jiwa?!”
“Kenapa lagi? Tentu saja karena Bibi gila!” dengus Samantha mengernyit jijik. “Bibi Annelies tidak ingat? Saat ucapara pemakaman Kakek, Bibi menggila seperti orang kerasukan! Bibi sangat berbahaya, jadi—”
“Tutup mulutmu, Samantha! Aku tahu kalian yang melakukannya. Kalian menjebakku!” sahut Annelies.
Samantha menyeringai, lalu turun mendekati Annelies. “Bibi tidak punya bukti. Tunggu saja, aku akan menelepon pihak rumah sakit karena ada pasien gilanya yang kabur!”
Baru saja Samantha mengeluarkan ponselnya, dia langsung tersenyum karena ada seseorang yang datang.
“Ah … sudah sampai?” katanya.
Annelies berpaling, maniknya seketika melebar saat melihat orang yang tiba.
“Sayang, akhirnya kita bertemu lagi!” tukas Harvey sambil menatap lurus pada Annelies.“Sayang, aku sangat merindukanmu.” Samantha menyambar dengan suara yang dibuat imut.Dia menghampiri Harvey dengan kening mengernyit. “Kau terluka? Apa yang terjadi padamu?”Samantha menjulurkan tangan, hendak memeriksa luka di bibir dan sekitar pelipis Harvey. Namun, pria itu langsung menahan tangannya.“Ini luka kecil saat dinas di luar kota. Aku sangat merindukanmu, Sayang,” balas Harvey yang lantas memeluk Samantha.“Astaga, baru beberapa hari jauh dariku, kau langsung terluka. Aku mencemaskanmu,” sahut wanita itu menekuk bibirnya sedih.Meski Harvey mendekap dan membelai punggung Samantha, tapi sorot matanya masih terpaku pada Annelies yang berada di belakang tunangannya. Tatapannya itu seolah membayangkan bahwa wanita yang dipeluknya adalah Annelies.‘Kenapa luka Harvey sama persis dengan luka pria miesterius yang menemuiku di rumah sakit tadi malam?’ batin Annelies dengan manik gemetar. ‘Sial
“Siapa yang mau menikahi wanita gila, hah?!” Samantha mendecak dengan mata terbelalak.Semua orang heran karena selama ini Annelies tak pernah dekat dengan pria dan hanya sibuk kerja. Itu membuat mendiang Feanton cemas jika Annelies jadi perawan tua. Hingga dia pun menambahkan syarat bahwa Annelies harus menikah dalam kurun waktu enam bulan untuk mendapat hak waris. Jika tidak, Feanton akan menyumbangkan seluruh asetnya ke yayasan panti jompo dan anak yatim piatu.Karena inilah Logan murka habis-habisan dan berusaha menyingkirkan Annelies. Dia yang merupakan putra tertua malah tidak mendapat apa-apa.“Benarkah? Kau mau menikah?” Seringai berbahaya merayapi bibir Logan, seiring tangannya yang melepaskan leher Annelies. Annelies menatap tajam, tapi belum sempat menimpali, Logan kembali berkata, “baiklah, kita lihat apa kau bisa melakukannya!”“Daddy! Apa yang Daddy katakan? Jika Bibi Annelies menikah … aish, intinya dia tidak boleh menikah, Daddy! Daddy ta
“Dan Theo?!” Leher Annelies menegang.Alih-alih menjawab, pria itu langsung menarik Annelies bersembunyi di balik dinding.“Dan Theo, kenapa kau—”“Sstt … dia akan mendengarnya,” sahut Dan Theo menutup mulut Annelies saat lelaki misterius tadi celingukan di lobi.Manik Annelies kembali melebar ketika lelaki itu berjalan ke arah mereka. Dia kian cemas, dan Theo menyadari itu. “Diam dan bersembunyilah di sini,” bisik Theo menenangkan.Tanpa menunggu sahutan Annelies, dia langsung berbalik dan memukul wajah lelaki misterius tadi hingga terhuyung.“Argh, brengsek!” umpat lelaki itu kesal.Dia menyipit, tapi tak bisa melihat wajah Dan Theo dengan jelas.“Siapa kau? Beraninya ikut campur urusanku!” sambungnya geram.Dan Theo menghampirinya, tapi lelaki itu mengeluarkan belati dan melayangkannya ke arah Theo. Beruntung Dan Theo berhasil menghindar, lalu dengan cepat menonjok wajah lelaki tadi lebih keras.Darah menggelenyar dari sudut mulut lelaki tersebut. Dengan geram dia menggenggam bela
Annelies membuka pintu lebih lebar usai beberapa saat dan masuk bersama Dan Theo.“Tempat ini agak berantakan, aku belum merapikan semuanya,” tutur wanita itu yang lantas melirik sofa. “Hanya ada satu ranjang, apa kau tidak masalah tidur di sana?”Alih-alih menjawab, Dan Theo malah balik bertanya, “apa hal seperti itu sering terjadi?”Leher Annelies menegang saat Dan Theo membahas terror tadi. Itu memicu sensasi empedu naik ke tenggorokannya dan membuatnya mual.“Ini baru pertama kali,” sahutnya dengan manik gemetar.Dia meraih bantal dan selimut, lalu menyerahkannya pada Dan Theo. “Kau bisa memakainya.”Pria itu hanya diam, tapi bisa melihat jelas bahwa Annelies masih sangat terkejut. Bahkan ketika wanita itu tidur, Dan Theo mendengar dia merintih.‘Dia mengigau?’ batin pria tersebut yang lantas bangkit dari sofa.Dirinya memeriksa Annelies yang mengigil di ranjang.‘Demam?’ geming Dan Theo saat menyentuh dahi wanita itu.Ya, tubuh Annelies sangat panas, mulutnya terus merisik dan me
“Apa ini jelas untuk kalian?!” tukas Annelies saat menarik diri.Sorot matanya yang tajam membuat semua wartawan diam. Bahkan Dan Theo hanya tersenyum miring melihat langkah berani istrinya ini. Satu tindakan Annelies, akan menggilas rumor buruk kesehatan jiwanya, sekaligus pengumuman perang pada Logan.“Mari, suamiku. Kita harus menetapkan tanggal dan mengurus resepsi pernikahan!” decaknya merengkuh lengan Dan Theo.“Tolong permisi,” tutur pria itu membelah kerumunan.Para wartawan itu mundur, tapi masih haus berita.“Nona, kalau begitu tolong beritahu kami tanggal dan lokasi pernikahan Anda nanti!”“Benar, Nona. Tolong katakan juga, apa keluarga Langford merestui penikahan Anda?” tanya Wartawan sambil mengejar Annelies.Seorang lainnya bahkan menghadang dan bertanya, “Jadi, apa Nona Samantha bohong soal penyakit mental Anda?”Annelies tetap bungkam, tapi para wartawan itu berdesakan dan mendorongnya hingga hampir jatuh. Beruntung Dan Theo memeganginya, hingga Annelies tak sampai amb
“Aku sangat muak, tapi malam ini kita harus datang ke mansion Langford!” Wajah Annelies berubah masam usai mendapat telepon dari kuasa hukum mendiang Feanton. Dirinya menatap sang suami, seraya melanjutkan. “Dan Theo, apapun yang mereka katakan nanti, kau tidak perlu meladeninya. Mereka lebih gila dari pasien rumah sakit jiwa!”Pria itu menaikan sebelah alisnya sebagai respon. Dan malamnya, Annelies benar-benar datang bersama Dan Theo ke mansion yang belum lama ditinggalkannya. Dia mengenakan dress formal hitam yang tampak elegan, berjalan menggandeng Dan Theo dengan setelan jas warna senada. ‘Ayah, aku tidak tahu apa maksudmu memberiku tanggung jawab besar ini. Tapi aku yakin, Ayah pasti punya tujuan ‘kan?’ batin Annelies mengingat mendiang Feanton kala melewati rumah kaca, tempat ayahnya biasa merawat bonsai.Mereka menuju ruang keluarga di bangunan utama. Di sana, semua anggota Langford sudah berkumpul.“Astaga, bukankah pertemuan ini hanya untuk anggota keluarga Langford? Kenap
Dan Theo mendekap Annelies, lalu berguling ke samping tepat saat Dave menghantamkan batu ke arahnya. “Brengsek!” Dave mengumpat saat mereka berhasil menghindar. Dia buru-buru lari layaknya pengecut, begitu Dan Theo hendak mengejarnya. Namun, Annelies menahan lengan Dan Theo seraya berkata, “aku ingin pulang.” Dan Theo tahu Annelies sangat terkejut, jadi dirinya pun mengantar sang istri kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya bungkam, itu membuat Dan Theo jadi bertanya-tanya. “Aku akan menemanimu lagi malam ini,” tutur Dan Theo melirik Annelies sekilas. “Tidak perlu, kau istirahatlah di rumah karena besok mulai pemotretan,” sahut Annelies tanpa berpaling padanya. Saat tiba di apartemennya, Annelies melihat bekas cekikan Dave yang membuat lehernya merah. ‘Kak Dave, apa kau benar-benar ingin membunuhku?’ batinnya menatap diri di cermin. Annelies menyugar rambutnya, lalu menarik resleting belakang dress-nya untuk ganti pakaian. Namun, tiba-tiba saja ad
Annelies menelan saliva berat, lalu berkata, “bu-bukankah kau ada di pihakku?”“Maksudku bukan sebagai musuh,” sahut Dan Theo menaikkan sebelah alisnya.“Lalu?!” Dagu Annelies terangkat, kini dia waspada pada Dan Theo. Pria itu malah menjulurkan wajahnya hingga hidungnya nyaris bertumbukan dengan Annelies. “Aku juga seorang pria, Annelies. Kau tidak takut aku melakukan sesuatu padamu?” bisik Dan Theo yang memicu manik Annelies selebar cakram.Wanita itu baru sadar kalau pakaiannya sangat terbuka. Dia buru-buru menutup tubuhnya dengan outer lingerie tipis itu dan berdehem canggung. “Ma-maaf, aku lupa kalau kita tinggal bersama,” tutur Annelies kikuk. Irisnya berputar, lalu melanjutkan. “Aku sangat mengantuk, aku akan tidur sekarang.”Wanita itu segera beranjak menuju kamarnya. Dan Theo melipat tangan ke depan dada, dia terus mengawasi punggung Annelies menjauh sampai masuk ke kamar.‘Menarik,’ batinnya menyeringai samar.Sementara di kamar, Annelies tak hentinya merutuki diri sendi
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba
“Ah!” Annelies merintih sakit selaras dengan kontraksi yang mendominasi perutnya.Dia mundur, coba mencari pegangan untuk menyangga diri. Beruntung di sebelahnya ada nakas, hingga Annelies sigap berpegangan. Tapi tangannya yang asal menumpu, tak sengaja menyenggol vas bunga sampai jatuh ke lantai.Bunyi pekak beling yang pecah, seketika menyita perhatian dua bodyguard yang berjaga di depan pintu.“Apa yang terjadi?” tukas salah satu di antara mereka.Rekannya tampak bingung sembari menimpali, “Big Boss sedang keluar. Apa terjadi sesuatu pada Nyonya?”“Mari kita lihat!” Bodyguard berambut cepak bergegas mengetuk pintu.Keduanya memanggil Annelies bergantian, tapi tidak mendapat sahutan. Hanya suara rintihan samar yang terdengar menyakitakan.“Minggir!” tukas Bodyguard rambut cepak tadi.Dirinya mundur, mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu ruang tidur Annelies.Ya, dengan satu tendangan keras, pintu tersebut berhasil terbuka. Tapi begitu menilik ke dalam, kedua bodyguard tadi l
“Bukankah ini lebih baik dari ice cream?” bisik Dan Theo saat melepas pagutannya sejenak. Sang istri tersenyum tipis, lalu menimpali, “kau curang, Dan Theo!”“Apanya yang curang? Bukankah kau menyukainya?” Pria itu membalas sambil mengusap bibir bawah Annelies dengan ibu jarinya. Sentuhan itu membuatnya ingin menjajah kian dalam, hingga detik berikunya Dan Theo tak ragu mengulum bibir Annelies lagi. Kali ini Dan Theo melumatnya lebih manja, sengaja menyalurkan hasrat menggelora yang cukup lama ditahannya. Ya, sebab selama di mansion Caligo, Anthony lebih ketat mengawasi Annelies. Bahkan Dan Theo juga disibukkan dengan beberapa pekerjaan di organisasi. Malam ini Dan Theo ingin melipur diri dan membuat Annelies bahagia. Tangan pria itu menyusup ke belakang leher sang istri, seiring dengan lidah yang masuk ke mulutnya. Mereka saling beradu saliva dengan manik terpejam. Bahkan desiran ombak pantai itu, seakan lebih menghanyutkan keduanya dalam aliran gairah. “Ahh ….” Annelies meleng
Dan Theo yang menyadari amukan di wajah istrinya, langsung mengangkat tangan kiri sebagai tanda penolakan pada wanita seksi tadi. “Are you serious, Sir?” tukas wanita itu seakan memberi kesempatan lagi. Entah mengapa dia menonjolkan payudara padat di balik bikini merahnya. Itu membuat Annelies semakin risih. Bahkan di manik hazelnya sudah menggantung amarah yang membara. Dan Theo mungkin akan sulit memadamkannya. Hingga dengan tegas, pria itu pun berkata, “sorry!” Sorot matanya yang tajam, seketika membuat wanita seksi tadi melepas pagutan. Dia lantas berlalu tanpa merasa bersalah. “Hah! Aku harus memberi pelajaran Eugen! Dia tidak bilang jika di tempat ini ada wanita seperti itu,” ujar Dan Theo tiba-tiba. Ya, dia inisiatif menjelaskan sebelum Annelies merajuk dan kesal. Terlebih suasana hati istrinya lebih sensitive akhir-akhir ini. Hanya dia yang Annelies punya. Jadi Dan Theo tak mau membuatnya sedih. Tapi bukannya menjawab, Annelies justru menggenggam garpu amat erat. Dia be
*** Di persimpangan jalan Etnea tiba-tiba pengemudi motor sport bermantel hitam mengejar Dan Theo. Dia melaju dengan kecepatan tinggi, bahkan menyalip beberapa mobil yang ada di depannya. “Lebih cepat! Kita harus hentikan motor sport hitam di depan!” tukas P7 yang baru menerima perintah Eugen dari earpiece-nya.“Baiklah!” sahut K4-rekannya yang tengah mengemudi. K4 menginjak pedal gas amat dalam, memicu mobilnya melesat cepat menembus jalanan malam. Sementara P7, kini menekan tombol earpicenya, lalu berkata pada rekannya di mobil lain, “kejar bajingan itu dari berbagai sisi. Prioritas kita melindungi Big Boss dan Nyonya!”Di depan sana, pengemudi misterius tadi sudah lebih dulu mendekati Dan Theo. Dari jarak beberapa meter, dia mengeluarkan belati lipat dari sakunya dan terus memutar gas. ‘Tamatlah riwayat kalian!’ cecarnya dalam batin. Tangannya pun membelokkan setir agar lebih mepet motor Dan Theo, lalu bersiap menusuk Annelies yang duduk di jok belakang motor Harley itu. Nam
“Kau mau dengar?” Annelies berujar sambil tersenyum tipis. Dan Theo berkedip tak mengerti. Saat itulah Annelies merengkuh wajanya, lalu mengarahkan kembali ke perutnya. “Dia berbisik ‘kan? Aku tidak bohong,” sambung Annelies melebarkan sepasang manik hazelnya. Dan Theo menyeringai samar. Baru kali ini dia mendapati tingkah Annelies di luar kebiasaannya. Dan itu sungguh lucu. ‘Apa dia seperti ini karena bawaan bayi dalam kandungan? Hem … apa ya istilahnya?’ batin Dan Theo bertanya-tanya.“Dan Theo, kau tidak ingin bayi kita merajuk di perutku ‘kan?” tutur Annelies tiba-tiba manja. Sang suami mendongak dengan tatapan binar. Sungguh, wajah memohon istrinya benar-benar menggemaskan. Rasanya dia ingin memanggul wanita itu dan merebahkannya di ranjang. Tapi kewarasan masih menahannya. Tangan Dan Theo membelai pipi Annelies seraya berujar, “apapun keinginanmu, istriku.”Malam itu juga, Dan Theo meminta Eugen menyiapkan motor Harley yang selalu dia gunakan saat masih remaja. Ya, selain
“Kau lihat? Ayahku tidak akan membiarkan Caligo begitu saja!” dengus Jesslyn yang diakhiri tawa ejekan. Eugen yang berada di hadapannya kembali menyelipkan pistol ke belakang pinggang. Dia tak menyangka Howard bergerak secepat itu. “Di mana dia sekarang?” tanya Eugen menyidik. “Ada di ruang tunggu mansion. Beliau ingin bertemu Big Boss, tapi saya rasa lebih baik memanggil Anda dulu,” tukas Bodyguard tadi.Eugen mengangguk paham. Dia pun beranjak dan berniat menemui orang yang dimaksud bawahannya tersebut. Namun, tiba-tiba saja Jesslyn memekik, “hei, Eugen! Jangan pergi sebelum kau melepaskanku. Hei, dasar sialan. Kau sengaja tidak mendengarku?!”Mau sekeras apapun Jesslyn menjerit, Eugen tetap tak peduli. Jika Dan Theo atau Anthony belum menurunkan perintah, Jesslyn tak akan dilepaskan. Begitu tiba di sana, rupanya Dan Theo sudah menemui orang suruhan dari Howard tersebut. ‘Hah! Ternyata yang datang Jackson Howard?!’ batin Eugen mengerjap tegang. Ya, tak disangka kakak angkat J
Annelies menarik napas cekat, lalu berkata, “Ayah mertua memintaku melahirkan bayi kita di mansion Caligo. Beliau menginginkan bayi laki-laki sebagai penerus Organisasi Caligo, Dan Theo!”Mendengar itu, wajah Dan Theo langsung membeku. Tak heran, sebab Anthony bukan orang yang murah hati. Tapi ini sama halnya dengan Dan Theo melimpahkan tanggung jawab pada putranya. Akankah dia setega itu? Padahal Dan Theo sendiri sudah mengalami beragam penyiksaan yang hampir membuatnya mati.Namun, demi menjalani hidup bersama Annelies, dia harus membuat sang putra berdiri di tempatnya yang bagaikan neraka!“Saat masih di rumah sakit De Forte, Dokter sempat memeriksa kandunganku. Katanya aku mengandung dua bayi kembar, tapi Dokter belum bisa menentukan jenis kelaminnya karena saat itu usia kandungan baru masuk minggu keenam. Ayah mertua hanya mau anak laki-laki. Be-beliau bilang … akan melenyapkan bayinya jika itu perempuan, Dan Theo!” sambung Annelies dengan nada gemetar.Sebelah tangan Dan Theo ya