“A-apa? Itu konyol!” Kaelus berkata sambil merapatkan alisnya.Rambut gondrongnya yang terikat ke atas, menunjukan telinganya yang merah. Semua orang bisa menerka bahwa saat ini Kaelus bohong. Hal itu pun memicu Annelies untuk terus menggodanya.“Ah … jadi kalian tidak ada hubungan apapun?” Wanita itu menaikkan sebelah alisnya.Kaelus berdehem, lalu menyambar tegas. “Memang kau pikir hubungan apa? Aku hanya tau wanita itu karena dia Sekretarismu!”“Baiklah, kalau begitu tidak masalah jika aku mengenalkan Nona Cloe pada Velos ‘kan?” sahut Annelies sengaja memancing.Dia beralih menatap lelaki berlesung pipi itu, lalu melanjutkan. “Nona Cloe juga akan hadir di acara lelang Yayasan Narrow. Kalau kau jadi datang, itu akan menjadi kesempatan bagus untuk bertemu dengannya. Tenang saja, aku akan mengatur pertemuan kalian secara alami.”“Kedengarannya menarik!” sambar Velos kemudian.Namun, bagi Kaelus yang sejak tadi berlagak cuek pada Cloe, langsung panik. Sifatnya dan Velos berbanding terb
“Tuan Kaelus? Ba-bagaimana Anda bisa ke sini?” Cloe tertegun melihat pria rambut gondrong itu.Bukannya menimpali, Kaelus malah meraih tangan Cloe dan menarik wanita itu ke sisinya yang lebih aman.“Kau baik-baik saja?” Pria itu bertanya.Namun belum sampai Cloe menjawab, Leon malah mencibir kesal. “Hah! Apa ini? Ternyata bajingan ini lagi?!”Ya, dia ingat jelas rupa Kaelus yang pernah bersitegang dengannya saat di restoran. Melihat pria itu melindungi Cloe lagi, sungguh membuat amarah Leon bertumpuk.“Cloe, kau pikir aku akan menyerah begitu saja dan membiarkanmu bersama lelaki berandalan kasar ini?!” decak Leon tak sadar diri.Dia melangkah dan berniat menghajar Kaelus dengan tinjunya.Kaelus bergegas menaik Cloe menjauh, lalu mendepak Leon sebelum lelaki itu mendekat. Leon yang mendapat serangan cukup keras, langsung terhuyung dan menatap mobilnya. Tapi dia dengan cepat berlari ke arah Kaelus seraya melayangkan pukulan tangannya. Kaelus yang tak sempat menghindar, membuat pipinya j
‘A-apa yang terjadi padanya? Dengan siapa dia bicara?’ batin Kaelus menatap tegang. ‘Dia tidak bilang akan membunuhnya, tapi dia yang akan bunuh diri?’Pria itu tak berkedip menatap ekspresi Cloe yang kacau. Padahal selama ini dia selalu melihat wanita itu sebagai sekretaris yang ideal di sebelah Annelies. Wanita itu juga handal dalam pekerjaannya. Bahkan dari foto-foto di ruang tengah, sepertinya hidup Cloe selalu bahagia.Namun, Kaelus tak menyangka melihat sisi rapuh Cloe yang seperti ini.‘Apa yang sudah kau lalui sampai kau mengatakan itu? Apa orang yang menelepon adalah si brengsek tadi? Dia mengancammu?’ Kaelus bergeming penasaran.Dia ingin sekali menghampiri Cloe dan menanyakan itu langsung. Jika dugaannya benar, Kaelus bisa bertindak membereskan bajingan tadi. Saat kaki Kaelus hendak melangkah, tiba-tiba langsung urung karena melihat Cloe menyibak rambutnya frustasi. Bahkan wanita itu merosot ke bawah dan memegangi kepala seperti orang depresi.Kaelus tak tau dia sedang mena
“Kenapa kau takut? Padahal kau tidak pernah memikirkan akibat tindakan bodohmu terhadap orang lain. Kau tau? Karena skandal busukmu, Daddy menyiksa Mommy sampai hampir mati seperti ini!” ujar Lewis mendengus murka.“Ti-tidak, Kak. Tidak … tolong ampuni aku. A-aku bersalah!” Samantha berkata dengan ekspresi buncahnya.Kedua tangannya memegang erat lengan Lewis, bahkan kukunya yang panjang sampai mencakar pemuda itu karena saking takutnya sang kakak mendorongnya ke bawah. Terlebih kakinya sudah tidak kuat menahan, Samantha berpikir dia akan jatuh.“Kak Lewis!” Gadis itu memberang hebat saat sang kakak semakin menekan tubuhnya ke depan.Namun, tanpa disangka seorang bodyguard malah mendatangi tangga darurat itu. Dia tertegun melihat Lewis yang mencekik Samantha dalam posisi yang bahaya.Dengan cepat, Bodyguard itu pun berkata, “Tu-Tuan Muda. Apa yang Anda lakukan pada Nona Samantha?”“Ma-maaf, saya menyusul ke sini karena Tuan Casper mencari Anda,” sambung Bodyguard tadi terbata.Fokus L
“Kenapa jalang ini ada di sini?!” cibir Samantha sambil memicing sinis.“Kau sengaja membuntutiku? Kau pasti senang ‘kan karena Ayah memaksaku menikah dengan Paman Alexei. Aku tahu ini semua rencana licik Bibi!” sambung gadis itu pada Annelies.Ya, wanita yang datang memanglah Annelies Langford. Dia sengaja memesan dress baru untuk acara lelang di Yayasan Narrow. Tapi siapa sangka dia malah bertemu Samantha di sini? Bahkan gadis itu menginginkan gaunnya?!Alih-alih meladeni Samantha berdebat, Annelies justru berpaling pada pegawai butik. “Tolong siapkan dressnya. Saya akan membawanya sekarang,” tutur Annelies disertai senyum tipis.“Baik, Nona,” sambar pegawai tadi mengangguk hormat.Namun, Samantha yang merasa diabaikan semakin bertambah kesal. Dia menatap tajam dress yang diraih pegawai itu.Dengan nada ejekan, Samantha pun mendecak, “ck! Lagi pula apa bagusnya dress itu? Warna dan modelnya sangat tidak cocok untuk Bibi!”Annelies hanya merespon dengan seringai miring. Dia sudah me
“Siapa yang menelepon, istriku?” Dan Theo bertanya. “Nona Cloe,” balas Annelies yang lantas menerima panggilan. Raut wajahnya berubah cemas usai mendengar ucapan Cloe dari seberang. Hal itu membuat Dan Theo jadi penasaran. “Tunggu sebentar, Nona Cloe. Saya akan meminta seseorang untuk menjemput Anda,” tutur Annelies kemudian. Usai panggilan berakhir, wanita itu kembali berpaling pada suaminya. “Apa Kaleus dan Velos sudah berangkat?” tanyanya. “Mungkin sekarang mereka sudah berangkat dari Ratz. Kenapa? Ada masalah?” sahut Dan Theo penasaran. “Tadi Nona Cloe bilang akan terlambat ke Yayasan. Mobilnya mogok di area pembangunan ulang De Forte. Aku khawatir, meski daerah itu sepi, tapi sangat rawan dengan kejahatan. Banyak anggota geng yang sering membuat keributan juga,” tukas Annelies menarik napas cekatnya. “Baiklah, aku akan menghubungi Kaelus untuk menghampiri Nona Cloe. Kebetulan daerah itu tidak jauh dengan jalur mereka,” balas Dan Theo membuat Annelies lega.
Mengapa Dia Ingin Membunuhku? “Aish, sialan!” umpat Dan Theo dengan manik selebar cakram. Wajahnya amat tegang melihat mobil misterius tadi. Tanpa membuang waktu, Dan Theo bergegas lari menuju sang istri yang fokus pada ponselnya. Mungkin Annelies sedang menunggu kabar Cloe, sampai-sampai tak menyadari suara mesin mobil yang mengarah kencang padanya. Dari arah berlawanan, Dan Theo semakin mempercepat lajunya. Pria itu tak peduli apapun. Matanya hanya tertuju pada Annelies seiring kakinya yang berlari sangat cepat. ‘Brengsek!’ Dia kembali memaki dalam batin saat mobil tadi lebih dekat. ‘Aku mohon, aku mohon!’ Pria itu terus mengulangi kata-katanya seolah merapal mantra. Namun, dari sana pengemudi mobil gila itu bisa melihat Dan Theo yang berniat menyelamatkan istrinya. Orang itu merapatkan alisnya seraya mendecak geram. “Bajingan itu mau apa?! Dia ingin mati bersama wanita itu, hah?!” Kakinya menekan pedal gas semakin dalam seraya melanjutkan. “Baiklah, aku akan mengantar kalian
“Katakan!” ujar Eugen saat menoleh pada anak buahnya. “Mobil itu baru saja melewati persimpangan Patung Wellness!” Mendengar itu, Eugen pun bangkit dan melihat monitor anak buahnya. Rekaman CCTV tadi diputar lagi. Raut wajah Eugen berubah tegas saat mendapati nomor plat mobilnya memang sama. “Jika melewati patung Wellness, mungkin dia menuju De Forte. Kita bisa menghadangnya jika dari Ratz!” tukas Eugen masuk akal. Dia berpaling pada anak buahnya yang lain. Dengan sorot tajam, Eugen pun memberi perintah, “kau tetap di sini dan cari tahu orang yang mengemudi mobil itu. Aku dan tim Q1 akan langsung ke lokasi. Tetaplah siaga karena aku bisa menghubungimu kapan saja.” “Siap, Tuan!” sahut anak buahnya tersebut. Eugen dan anteknya yang memiliki tindik di bibirnya segera keluar ruangan tersebut. Eugen menyiapkan senjata, sedangkan bawahannya memanggil anggota tim Q1 untuk bersiap. Mereka akhirnya pergi memburu orang misterius tadi dengan dua mobil. Eugen duduk di kursi samping pengemu
“Tidak!” Annelies memekik sambil membanting setirnya ke kiri.Dia berusaha menguasai kemudi, tapi jalanan yang licin membuat mobilnya sulit terkendali. Apalagi pandangan Annelies juga terhalang hujan yang lumayan deras. Wanita itu mati-matian menginjak rem, hingga sambil mencengkeram setir dengan kuat.Namun, sialnya mobil dari arah berlawanan tadi malah mengarah pada Annelies dan seolah sengaja menabrak bemper sampingnya.“Hah, sial!” Annelies memaki tajam saat kendaraannya menghantam pembatas jalan.Gubrakan terdengar keras seiring kening Annelies yang menghantam setir mobilnya. Sensasi menyakitkan menyerang kepalanya. Tapi saat Annelies mengangkat pandangan, maniknya sontak meluas selebar cakram.Ya, di hadapannya ternyata jurang. Jika saja mobil tak dikenal tadi menghantam lebih keras, mungkin Annelies sudah jatuh ke jurang tersebut.Tatapan wanita itu gemetaran. Pun juga lehernya menegang dan sulit menelan saliva. Namun, detik berikutnya Annelies dikejutkan oleh ketukan di jendel
“Maaf, Nona Cloe. Saya harus mengangkat telepon dulu,” tutur Annelies yang lantas beranjak keluar kamar.Cloe yang mengamati punggung wanita itu menjauh, seketika merasa was-was. Dia melihat sendiri banyak orang yang berniat mencelakai Annelies, termasuk keluarganya sendiri. Sungguh tidak berbeda dengan dirinya. Jadi Cloe seakan tahu betapa sesaknya hidup Annelies.‘Aku harap Direktur selalu baik-baik saja,’ batin Cloe dalam hati.Sementara di luar, Annelies sempat ragu menerima telepon itu. Akan tetapi dirinya tetap mengangkatnya dengan waspada.“Kau menelepon untuk memastikan aku mati atau tidak?!” tukas Annelies sebelum lawan bincangnya angkat suara.Dari seberang terdengar geraman seorang lelaki yang menahan amukan.“Apa yang kau bicarakan? Di dunia ini, mana ada seorang Ayah yang mengharapkan kematian putrinya?” sahut Logan pelan, tapi setiap katanya seperti mencekik Annelies.Ya, orang menghubungi wanita itu memanglah Logan Langford.“Sejak kapan kau menganggapku putrimu?” samba
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit