Aku Tidak Bisa Kehilangan Barang Ayah Lagi “Velos!” Kaelus sengaja memanggil nama adiknya sebelum Cloe menjawab. Pria yang menguncir rambut gondrongnya itu tiba-tiba berjalan ke tengah Velos dan Cloe, hingga kaitan tangan mereka terlepas. Cloe hanya mengerjap, tapi Velos malah tersenyum karena tahu maksud kakaknya. Namun, bagi Kaelus senyum adiknya malam ini terlihat menyebalkan. Dengan tatapan tegas, Kaelus pun bertanya, “apa kau sudah bertemu Dan Theo? Aku tidak melihat mobilnya di tempat parkir.” “Oh … mereka parkir di luar, Kak. Tadi aku melihatnya,” sahut Velos kemudian. “Benarkah? Kalau begitu mari cepat masuk. Acara pasti segera dimulai ‘kan?” ujar Kaelus yang lantas memandu mereka masuk ke dalam. Cloe mengikuti dari belakang. Kaelus sengaja berjalan lebih maju karena ingin bicara dengan adiknya. Saat itulah dia bertanya, “kau mendapat kabar dari markas?” “Maksud Kakak markas Ratz?” sahut Velos yang lantas mendapat anggukan Kaelus. “Ya, saat perjalanan ke sini, aku me
Kaelus meraih ponsel Velos. Saat berpaling ke sebelah, rupanya sang adik tengah bergelut dengan dua pria berbadan gempal. “Hah! Dasar brengsek!” cibir Kaelus penuh umpatan.Dia hendak menyusul Velos, tapi dari belakang mendadak ada seseorang yang menendang punggungnya. Kaleus hampir tersungkur, tapi beruntung tubuhnya masih bisa menjaga keseimbangan.“Hah! Ternyata antek Caligo. Enyah sekarang atau kau akan mati. Ini peringatan pertama dan terakhir!” decak staff lelang yang tadi dibuntuti Kaelus. Suaranya rendah, tapi penuh ketegasan. Matanya menatap tajam, sarat dengan kemarahan yang tertahan.“Persetan dengan peringatan! Kalian yang mengacaukan pasar kami!” sahut Kaelus dengan nada mengejek. Ya, sekelompok geng dari luar negeri yang semula menjadi klien Blackhole, mulai mengacaukan pasar obat-obatan terlarang karena mengedarkan tiruan Raica Ruby, lalu menyebarkan ke para konglomerat di pesta-pesta. Karena itulah banyak kalangan elit yang datang ke lelang malam ini.Dan Theo tentu
***‘Siapa yang terus menghubungiku?’ batin Cloe mempersempit jarak alisnya saat nomor asing menelepon.Dia sudah berusaha mengabaikan panggilan itu karena masih berada di ruang lelang. Tapi sialnya, orang itu tak menyerah dan malah mengirim pesan teks.[Angkat teleponku, jalang sialan!][Hei, kau mengabaikanku?!][Kau mau mati, hah?][Cepat angkat, aku mau bicara!][Hei, jika kau berani memblokir nomorku lagi, aku akan membunuhmu!]Begitu membaca rentetan isi pesan kasar tersebut, Cloe langsung memikirkan satu orang. Dan itu membuat matanya bergetar penuh amukan. Terlebih saat membayangkan wajah orang tersebut, dada Cloe seolah terhantam beton hingga napasnya amat sesak.Sialnya nomor tersebut menghubunginya lagi. Kali ini Cloe langsung menolak panggilan dan buru-buru mematikan ponselnya.“Nona Cloe, apa ada masalah?” Annelies yang berada di samping pun bertanya.EKspresi tegang Cloe sekejap berubah datar.Dia menggeleng dan lantas menimpali, “tidak, Direktur. Bukan apa-apa.”Annelie
“Hah! Bagaimana kau bisa ke sini?!” tukas Cloes membelalakkan maniknya.Sensasi tegang merambat ke seluruh tubuh. Terlebih saat menatap mata hitam yang sangat mirip dengan miliknya.“Kenapa? Kau terkejut?!” sentak lelaki itu yang tiba-tiba mencengkeram leher Cloe. “Beraninya kau mengabaikan teleponku sejak tadi. Kau pikir aku tidak bisa mendatangimu, hah?!”“Argh ….” Cloe mengerang saat napasnya tercekat.Matanya pun gemetar samar dan berkaca-kaca, tapi lelaki itu tak peduli sama sekali.Dengan sorot tajam, dia malah berkata, “cepat berikan aku uang!”Alih-alih mengiyakan, Cloe malah menyeringai. Dia kian tertawa penuh ejekan hingga memicu amarah laki-laki tadi membengkak.“Uang? Tidak bisakah kau membahas selain uang?!” sahut Cloe mempertajam tatapannya. “Kau tau? Mau sebanyak apapun uang yang aku berikan padamu, semua akan habis sia-sia. Tolong hiduplah dengan benar dan jangan ganggu aku!”“Hah … jalang gila ini sangat cerewet. Siapa yang memintamu ceramah? Kau sekarang berani pada
“Hah, sial!” Aegon mengumpat tajam saat Kaelus menahan belati dengan sebelah tangannya.Ya, belum sampai benda tajam yang Aegon layangkan menembus dadanya, Kaelus sengaja menahan dengan genggamannya. Itu membuat amarah Aegon membumbung. Dia pun kian menekan belatinya tak peduli tangan Kaelus berlumuran darah.Namun, Cloe yang melihat dari sebelah tak bisa diam saja.Dia mendekati mereka dan lantas memberang, “Aegon! Hentikan semua ini!”Sialnya sang kakak berlagak tuli. Dia malah mengerahkan kekuatan penuh dan berambisi melubangi tangan para gondrong tersebut.“Kau akan habis karena berani menantangku, dasar brengsek!” dengus Aegon disertai umpatan.Dia yang berpikir akan melumpuhkan Kaelus, langsung tersentak saat pria rambut gondrong itu menendang ulu hatinya amat kuat. Saat itu Aegon kehilangan fokusnya, Kaelus lantas memutar tangan lelaki tersebut hingga belatinya terjatuh. Bahkan tanpa memberinya peluang, Kaelus seketika melayangkan tinjunya ke wajah Aegon hingga dia terhuyung me
‘A-apa aku harus menghentikannya?’ batin Cloe ragu.Wanita itu harusnya mendorong Kaelus dan bertanya maksud pria itu, tapi sialnya hatinya menolak. Bahkan matanya memejam seiring tangannya yang menggenggam perban amat erat.Namun, detik berikutnya Kaelus malah menarik dari. Manik tegas pria itu melebar. Raut wajahnya pun jadi canggung melihat Cloe yang kini membuka matanya lagi.‘Hah, bodoh! Apa yang aku lakukan?!’ geming Kaelus merutuki diri sendiri.Pria itu bahkan langsung berdiri.Dia menatap kikuk seraya berkata, “maaf, ini kesalahan.”Cloe seketika tercengang mendengar ucapan tersebut. Padahal bukan itu yang dia harapkan. Tapi saat Kaelus mengatakannya, Cloe semakin merasa rendah diri.Belum sampai wanita itu buka suara, Kaelus malah melanjutkan. “Terima kasih, tanganku sudah tidak apa-apa. Aku akan pergi sekarang, kau bisa istirahat.”Dia berbalik dan langsung pergi. Tapi sebelum meninggalkan ruang tengah, Kaelus berpaling ke belakang lagi.Dia berdehem, lalu berkata, “hubungi
‘Aish bajingan itu!’ Sopir truk membatin kesal sambil menyalakan klakson dengan kencang.Sialnya dia tak bisa mengerem ataupun membanting setir ke jalur sebelah karena jarak sudah mepet. Hingga akhirnya tabrakan mengerikan tak bisa terhindarkan. Hantaman yang cukup keras seketika membuat mobil Velos mundur beberapa meter, bahkan terpental ke jalanan. Mobil itu terguling beberapa kali sampai akhirnya berhenti dengan posisi terbalik.Sopir truk yang oleng tadi berusaha menguasai kemudi, hingga truk dengan muatan besar itu berhenti melintang ke tengah jalan. Dia yang semula tersungkur ke depan kemudi, kini berusaha bangun dengan dahi berlumuran darah. Tatapannya terangkat ke arah mobil Velos. Kedua mata itu sontak melebar saat melihat mobil Velos meledak dengan api yang membara di atasnya. ‘Celaka! Aku dalam masalah besar!’ batinnya diliputi rasa cemas. Dia celingukan memindai kiri dan kanan, beruntung saat itu jalanan sepi. Hingga dengan buncahnya sopir truk itu memutar kemudi dengan
“Baiklah, tunggu aku di markas Ratz malam ini,” ujar Dan Theo yang lantas mematikan panggilan Eugen. Dia berbalik dan hendak kembali ke kamarnya, tapi maniknya seketika membesar saat melihat Annelies berdiri di depan pintu. Raut wajah wanita itu menuntutnya untuk menjelaskan. Akan tetapi Dan Theo malah berlagak menyembunyikan semuanya.“Kau sudah bangun?” Pria itu bertanya dengan ekspresi datarnya.“Aku mendengarnya. Kau menyebutku saat bicara di telepon,” sahut Annelies mulai menyidik. “Katakan, ada apa, Dan Theo? Tampaknya ada masalah.”Alih-alih menjelaskan, Dan Theo justru menarik tipis sudut bibirnya. “Kau pasti masih mengantuk,” tutur pria itu meletakkan ponsel ke meja kerjanya. Dia menghampiri Annelies dan lantas merengkuh pinggang wanita itu dalam peluknya. Sebelah tangan Dan Theo merapikan rambut depan istrinya tersebut.“Apa kau buru-buru ke sini? Kau bahkan belum mencuci wajahmu. Wah … lihat bekas air liurmu masih ada.” “Berhenti bercanda, Dan Theo!” sambar Annelies mer
‘Aish, sial! Kenapa dia malah berhenti?!’ Annelies merutuk dalam hati.Dia semakin menunduk, takut jika Jesslyn tahu wajahnya sejak tadi. Lebih-lebih lagi manik tajam putri tunggal Howard itu mengarah padanya.“Kau!” tukas Jesslyn yang seketika memicu tubuh Annelies bergidik. “Cepat enyahlah!”Napas Annelies tercekat, beruntung dia tidak ketahun. Dirinya menunduk hormat, lalu beranjak tanpa mengangkat kepala.“Aku dengar Kaelus datang ke mansion Caligo. Di mana bajingan itu sekarang?” Jesslyn pun bertanya pada Bodyguard yang bersama Annelies tadi.“Benar, Nona. Tuan Kaelus diam-diam menyusup ke mansion, tapi kami berhasil menangkapnya!” sahut Bodyguard tersebut.Langkah Annelies langsung membeku mendengar obrolan mereka. Irisnya pun berubah lebar, sebab dugaannya ternyata benar.‘Jadi Kaelus benar-benar tertangkap?!’ batin Annelies kesulitan menelan saliva.Dia coba melirik ke belakang, rupanya bodyguard tadi berbalik dan melangkah bersama Jesslyn ke arah berlawanan. Mereka lantas men
‘Hah … kenapa mereka menempatkanmu di sini, Dan Theo?’ Annelies bergeming getir.Terlebih saat melihat balutan perban di kaki sang suami yang kini terkurung di penjara Domos Haidou. Sungguh, hati Annelies hancur seolah dicabik ratusan hyena.Seorang bodyguard yang datang bersama Annelies, kini menunduk hormat dari balik jeruji besi.“Big Boss, kami datang membawakan obat pereda nyeri. Penjaga sebelumnya bilang bahwa Anda juga demam. Silakan minum obatnya, sebab Ketua bilang Anda harus dalam keadaan prima di hari pernikahan,” tukas Bodyguard tersebut.Alih-alih menimpali, Dan Theo yang duduk bersandar di lantai hanya bungkam. Dia tak ada niat untuk makan atau minum apapun.Meski begitu, bodyguard dan pelayan tidak boleh kembali sebelum Dan Theo meminum obatnya. Bodyguard tadi berpaling pada Annelies di belakang, memberi kode agar memberikan obat tersebut.Annelies lantas maju, lalu menekuk lututnya di depan jeruji besi itu. Sial, maniknya berkaca-kaca melihat tampang sang suami yang ka
‘Aish, sial! Kau bahkan mengacungkan senjata padaku juga, P7? Apa sejak awal kau memang mengkhianati kami?!’ geming Kaelus dengan sorot manik elangnya. Ya, tampangnya seakan menyerupai singa pemarah. Padahal dirinya sudah mempercayai P7, tapi nyatanya lelaki itu malah membuat dirinya masuk perangkap. Kaelus tak tahu saja bahwa sesungguhnya P7 telah diancam oleh Eugen dan para bawahannya. Dia terpaksa membeberkan rencana kedatangan Kaelus agar adik perempuannya tetap aman. Sambil menodongkan pistol, P7 kini berujar tegas, “jatuhkan senjata Anda dan berlututlah!” Meski tampangnya tampak berang, tapi dalam hati P7 amat menyesal, ‘maafkan saya, Tuan Kaelus. Saya pantas mendapat hukuman!’ Namun, Kaelus yang tak paham situasinya, justru menyeringai sinis. “Kau! Bersiaplah mati di tanganku!” cecarnya amat geram. Tanpa ada niatan tunduk, Kaelus dengan sigap merogoh pistol dari selipan pinggangnya, lalu melesatkan peluru ke sisi kanan. Satu tembakan itu tepat mengenai dada kanan seorang
***Di vila Idea, Annelies kini meraih jaket hitam dari kopernya. Dia juga mengikat rambut panjangnya ala kuncir kuda.“Kau sudah siap?” Suara Kaelus terdengar dari luar.Annelies pun berpaling. Wanita itu kembali menutup koper tadi, lalu mangkir dari kamarnya.“Kita berangkat sekarang!” tukas Annelies dengan tekad membara di matanya.“Tempat tujuan malam ini bisa menjadi neraka untuk kita. Jadi pastikan kau siap menghadapi situasi apapun, karena Ayah Dan Theo bukan manusia yang murah hati!” Kaelus coba memberi peringatan.Annelies memang tak tahu seberapa kejam Anthony. Akan tetapi, dirinya sudah memikirkan cara jika terjadi hal di luar rencana mereka.“Jangan cemas. Aku pastikan tidak akan merepotkanmu,” sahut Annelies disertai seringai miring.Benar saja, Kaelus yang sudah membuat kesepakatan dengan P7, kini menuju mansion Caligo dengan mobilnya. Annelies yang duduk di samping kursi pengemudi, coba menghafal jalan karena dia sama sekali tidak mengenal lingkungan ini.“Apa masih jau
“Aish, sial!” Kaelus mengumpat geram.Dia mengernyit sambil mengusap tengkuknya yang menatap badan kursi cukup keras. “Siapa bajingan yang tidak becus mengemudi?!” cecarnya menoleh ke belakang. Namun, tatapan Kaelus berubah waspada, saat melihat beberapa lelaki berjas hitam yang keluar dari mobil itu. Terlebih logo bentuk sayap elang di bagian kirinya. Ya, mereka antak-antek Howard!‘Brengsek! Bagaimana bisa mereka ada di sini? Apa sejak tadi mereka mengawasi kami?!’ batin Kaelus bertanya-tanya. Dia lekas menoleh pada Annelies yang tampak terkejut. Sangat berbahaya jika mereka menjumpai Annelies di sini.Dengan sorot tegas, Kaelus pun berujar, “jangan tunjukan wajahmu dan tetap diam!”Belum sampai Annelies menimpali, seorang bodyguard Howard sudah lebih dulu mengetuk kaca taksi mereka. Manik hazel Annelies refleks melirik ke luar, tapi Kaelus dengan cepat menghalangi pandangannya. Bahkan tanpa menjelaskan apapun, Kaelus langsung menurunkan kaca jendelanya. “Apa kalian mabuk?!” Ka
Di sana Cloe mendekati Annelies saat baru turun dari mobil.“Direktur, tolong berhati-hati. Anda sedang hamil, sebenarnya saya sangat khawatir karena Anda pergi jauh,” tuturnya disertai tatapan cemas.Annelies tersenyum dan lantas menanggapi. “Terima kasih, Nona Cloe. Saya akan baik-baik saja. Lagi pula saya pergi dengan Kaelus. Anda percaya padanya, bukan?”Cloe pun melirik sang pria yang berada di sebelahnya. Tangannya perlahan direngkuh Kaelus erat-erat, seakan tak ingin meninggalkannya.“Jagalah Direktur,” katanya singkat.“Cih!” sahut sang pria mendesis. “Kau lebih mencemaskan Annelies dari pada aku?”Cloe menahan senyum malu-malu, memicu Kaelus semakin ingin menggodanya. Namun, karena mereka sudah kehabisan waktu, maka Velos pun mendesaknya pergi.“Kalian harus masuk sekarang. Jangan sampai ketinggalan pesawat, karena Ketua pasti tidak akan membiarkan penerbangan selanjutnya!” tukas lelaki berlesung pipi itu.Kaelus pun mengangguk. Dia beranjak masuk diikuti Annelies di sebelahn
“Kenapa mereka datang? Kakak tidak memberitahu rencana kita pada Annelies atau pun Cloe ‘kan?” tukas Velos saat melihat dua wanita itu di depan mobilnya. Kaelus yang duduk di kursi samping kemudi pun berdehem. “Padahal aku sudah memberitahunya untuk merasiakan ini dari Annelies!” gumamnya membuang tatapan ke jendela. Velos yang mendengarnya pun memutar bola matanya dengan malas. Tak tahu kenapa, sejak mengenal Cloe dan kembali jatuh cinta, kakaknya itu jadi ceroboh. ‘Aish, cinta memang membuat orang jadi gila!’ batin Velos prihatin. “Yah … setidaknya Cloe kan harus tahu kalau aku pergi ke Sociolla untuk sementara waktu!” tukas Kaelus seakan membela diri.Velos berpaling dengan wajah terkejut. Dia hampir berpikir kalau Kaelus bisa membaca pikirannya. “Kakak memang tidak paham dunia wanita. Tidak ada rahasia di antara mereka, apalagi Annelies dan Cloe sangat dekat. Sudah pasti Cloe memberitahu Annelies!” Velos pun mencibir sebal. “Sekarang apa yang harus kita lakukan? Annelies pas
‘Tidak!’ Annelies membelalak saat orang di belakang tiba-tiba merengkuh bahunya.Annelies seketika berpaling. Tatapannya yang semula tegang, kini mengerjap ketika menyadari seorang perawat yang menyentuhnya.“Maaf, apa saya mengejutkan Anda?” tukas Perawat tersebut.Annelies hanya menggeleng disertai senyum tipis.Belum sampai dirinya menimpali dengan kata-kata, Perawat tadi bertanya lagi. “Ini masih tengah malam, harusnya Anda beristirahat. Kenapa Anda keluar? Anda butuh sesuatu?”“Apa Anda melihat wanita yang menemani saya seharian ini, Suster? Saya lihat dia tadi keluar ruang rawat,” sahut Annelies membahas Cloe.Sang Suster mengernyit, lalu berujar, “ah, Nona itu pergi ke sebelah kiri koridor, Nona. Sepertinya dia keluar menerima telepon agar tidak mengganggu tidur Anda. Sebaiknya Anda kembali ke ruang rawat. Jika bertemu dengannya, saya akan menyampaikan bahwa Anda mencarinya.”“Terima kasih, Suster,” balas Annelies yang kini beranjak ke ruang rawat lagi.Ya, dia memang masuk kem
“Kau tidak dengar? Bukankah permintaanku tidak sulit, Theodore?!” Jesslyn semakin menekan dengan sorot tajamnya.Dan Theo yang berada di seberangnya hanya menatap dingin. Baginya, lebih baik jantungnya tercabik-cabik ribuan peluru dari pada mengkhianati Annelies. Terlebih dirinya tahu, Jesslyn-lah yang merencanakan semua ini, termasuk pengeboman pabrik Raica Ruby untuk mendesak pernikahan.“Kenapa? Kau tidak bisa?!” tukas Jesslyn mengandung ancaman.Wanita itu beralih menatap Anthony, lalu melanjutkan katanya. “Paman, apa-apaan ini? Bukankah Paman bilang Theodore sudah menyesal? Aku hanya meminta kepastian darinya, tapi dia malah mempermalukanku!”Anthony pun melirik sang putra, tapi Dan Theo hanya mematung di kursinya seakan tak mendengar ucapan semua orang. Apalagi Anthony tahu bahwa Bastian tak akan diam melihat putrinya direndahkan. Itu membuatnya harus segera mengambil tindakan.“Bukankah kalimat seperti itu biasanya diucapkan secara privat agar lebih mesra? Kau tahu, Theodore ti